Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu (PDF Download Available)

December 10, 2016 | Author: Anonymous | Category: Documents
Share Embed


Short Description

Ekosistem terumbu karang mempunyai kompleksitas yang tinggi, dimulai dari berbagai tipe koloni hewan karang yang membent...

Description

Bioekologi dan Biosistematika

Ikan Terumbu

Teknik Sampling Genetika& Monitoring Ikan Studi Status Kepulauan Seribu Petunjuk Identifikasi ikan di Indonesia

Bioekologi dan Biosistematika

Ikan Terumbu Teknik Sampling Genetika& Monitoring Ikan Studi Status Kepulauan Seribu Petunjuk Identifikasi ikan di Indonesia

Hawis Madduppa

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu Teknik Sampling Genetika& Monitoring Ikan Studi Status Kepulauan Seribu Petunjuk Identifikasi ikan di Indonesia Hawis Madduppa Copyright © 2013 Hawis Madduppa Penyunting

: Anisa Budiayu dan Muhamad Cahadiyat Kurniawan

Penyunting Ilmiah : Prof. Dr. Dietriech G. Bengen dan Prof. Dr. Dedi Soedharma Desain Sampul

: Sani Etyarsah

Penata Isi

: Hawis Madduppa dan Ardhya Pratama

Korektor

:

Foto-foto

: Hawis Madduppa, Ramadian Bachtiar, Beginer Subhan, Dondy Arafat, Aditya Bramandito

PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor Cetakan Pertama: Desember 2013 Dicetak oleh Percetakan IPB Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit ISBN: 978-979-493-000-0

Daftar Isi

1 Biologi 1.1 Pengertian ................................................................................. 1.2 Morfologi dan fisiologi............................................................... 1.2.1 Bentuk tubuh ................................................................... 1.2.2 Bentuk dan posisi mulut .................................................. 1.2.3 Bentuk sirip ...................................................................... 1.2.4 Garis linealateralis ........................................................... 1.2.5 Meristik dan Morfometrik ............................................... 1.2.6 Tipe berenang .................................................................. 1.3 Reproduksi ................................................................................. 1.4 Penyebaran individu .................................................................. 1.5 Variasi genetik ...........................................................................

2 Ekologi 2.1 Asosiasi ikan dan terumbu karang ............................................. 2.2 Tipe ikan terumbu .................................................................... 2.3 Ikan sebagai bioindikator...........................................................

vi

Daftar Isi

2.4 Makanan dan kebiasaan makan ................................................ 2.5 Tingkah laku sosial .................................................................... 2.5.1 Kekuasaan wilayah ........................................................... 2.5.2 Warna sebagai identitas sosial......................................... 2.5.3 Hubungan kerjasama ....................................................... 2.5.4 Tingkah Laku makan ........................................................ 2.5.5 Pewarnaan ....................................................................... 2.6 Ikan berbahaya di terumbu karang............................................

3 Biosistematika 3.1 Pengertian Sistematika dan Taksonomi ..................................... 3.2 Sistematika ikan ......................................................................... 3.3 Taksonomi molekuler ‘DNA Barcoding’ ................................

4 Studi Genetika dan Ekologi Ikan 4.1 Studi genetika ............................................................................. 4.2 Monitoring ..........................................................................

Daftar Isi

vii

5 Ikan dan manusia 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5

Status Terumbu Karang dan Ikan di Indonesia ......................... Perdagangan Ikan Hias ............................................................... Dampak Penangkapan dan Perdagangan Ikan ........................... Konservasi Spesies Ikan .............................................................. Studi Kasus: Terumbu karang Kepulauan Seribu ........................

Petunjuk pemakaian Identifikasi ................................................................. Identifikasi Ikan ........................................................................................... Indeks nama ilmiah ..................................................................................... Indeks nama umum ..................................................................................... Daftar Istilah ................................................................................................ Daftar Singkatan .......................................................................................... Daftar Pustaka ............................................................................................. Biodata ........................................................................................................

Kata Sambutan

Rasa syukur mendalam dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan bimbingan-Nya sehingga saudara penulis dapat merampungkan bukunya yang berjudul Bioekologi dan BiosistematikaIkan Terumbu. Saya menyambut baik hadirnya buku ini, karena ditulis oleh generasi muda yang kreatif dan inovatif. Sebagaimana diketahui bersama bahwa informasi tentang sumberdaya ikan terumbudi Indonesia masih sangat terbatas. Padahal buku-buku seperti ini dapat dipakai sebagai bahan untuk pembangunan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil secara berkelanjutan. Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar, yang di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati laut yang tak terhitung jumlahnya. Ikan merupakan salah satu potensi yang ada dalam ekosistem terumbu karang dan juga memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga stabilitas ekosistem tersebut, selain itu, ikan terumbu merupakan sumber makanan utama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk itu, harus dilindungi dan dilestarikan secara terus menerus dan dari generasi ke generasi untuk kepentingan bangsa dan negara. Saya berharap dengan terbitnya buku ini akan menjadi referensi yang baik dalam menjaga keanekaragaman ikan di terumbu karang Indonesia khususnya di Kepulauan Seribu dan dapat meningkatkan

x

Daftar Isi

kesadaran dan keterlibatan semua pihak dalam menjaga kelestarian Ekosistem Terumbu Karang.

Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Sekjen Ikatan Sarjana Osenologi Indonesia

Prakata

Ikan merupakan golongan hewan vertebrata tertua dan pertama yang pernah muncul di bumi yang menyebar diseluruh bagian di lautan, termasuk daerah terumbu karang. Ikan di daerah terumbu karang sangat mudah dikenali karena corak warna dan bentuknya yang mencolok. Keberadaannya yang dominan telah menjadikan ekosistem terumbu karang terkaya dan paling eksotis di planet bumi ini. Karena jumlahnya yang besar dan mengisi berbagai relung terumbu, ikan-ikan di terumbu karang menjadi penyokong hubungan di ekosistem ini. Ikan-ikan ini hidup berasosiasi dengan terumbu karena daerah ini banyak tersedia makanan, serta menggunakan bentuk-bentuk terumbu karang untuk perlindungan dan pertahanan diri dari pemangsa. Pemahaman bahwa keanekaragaman ikan di perairan terumbu karang sangat tergantung dari kesehatan terumbu yang dapat ditunjukan diantaranya oleh persentase penutupan karang hidup, tidaklah selalu benar. Karena disamping kesehatan terumbu yang ditandai dengan persentase karang hidup, kerumitan substrat atau relung terumbu dan karakteristik dasar daerah terumbu karang yang beragam seperti daerah berpasir, lumpur, berbatu, tebing, dan goa-goa juga turut memperkaya jenis ikan-ikan di terumbu karang.

xii

Prakata

Buku ini terdiri dari tiga bagian, bagian pertama memberikan penjelasan tentang biologi, ekologi, dan sistematika ikan di terumbu karang. Bagian kedua dari buku ini membahas khusus tentang Kepulauan Seribu, sebagai salah satu contoh wilayah yang mempunyai terumbu karang tetapi rentan terhadap berbagai ancaman karena daerah sangat khas dan sangat dekat daerah ibu kota Jakarta. Kepulauan Seribu sangat penting keberadaannya untuk menjaga keanekaragaman ikan di ekosistem terumbu karang. Karena disinyalir terumbu karang di Kepulauan Seribu sedang mengalami degradasi karena berbagai aktifitas pengrusakan karang, maka sangat penting untuk merekam berbagai sumberdaya di ekosistem ini termasuk ikan yang menggantungkan hidupnya di terumbu karang. Keanekaragaman ikan di terumbu karang Kepulauan Seribu sangat tinggi, tercatat setidaknya 208 jenis ikan hanya di Pulau Pari, padahal Kepulauan Seribu mempunyai pulau sebanyak 110 buah yang membentang ke utara dari Jakarta. Bagian terakhir buku ini memberikan petunjuk identifikasi jenisjenis di Indonesia. Buku ini mengidentifikasi # famili dari # genus dan # spesies. Akhirnya, dengan harapan yang tinggi, mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, termasuk penulis pribadi.

Bogor, September 2013 Hawis Madduppa

Ucapan Terima Kasih

Begitu banyak sekali orang yang terlibat dalam penerbitan buku ini. Berbagai prakarsa dan sumbangsaran dari berbagai pihak demi kesempurnaan buku ini. Terima kasih yang setinggi-tingginya untuk semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan buku ini baik moril maupun materil ataupun berbagi pengalaman hidup. Keluarga besar Fisheries Diving Club Institut Pertanian Bogor (FDCIPB) yang telah memberikan pendidikan penyelaman ilmiah (Dr. Budi Hascaryo Iskandar dan Diklat 17) sejak tahun 1999. Semua bermula dari sini. Prof. Harry Palm (Dosen tamu IPB 2000-2005) atas bimbingannya selama masa fellowship pelatihan Marine Science Special Training Course. Dosen IPB yang selalu memberikan pelajaran dan inspirasi (Dr. Neviaty P. Zamani, Dr. Unggul Aktani, Dr. Sri Pujiyati, Dr. Syamsul B.Agus), kolega dan rekan di Bagian Hidrobiologi Laut (Prof. Dr. Dietriech G. Bengen, Prof. Dr. Dedi Soedharma, Dr. Mujizat Kawaroe, Beginer Subhan, Adriani, Meutia Samira Ismet) Yayasan Terumbu Karang Indonesia-TERANGI yang telah menjadi sponsor untuk penelitian magister penulis di Kepulauan Seribu. UPT Pulau Pari LIPI khususnya Bu Yeti Darmayanti dan Bang Abrar.

xiv

Ucapan Terima Kasih

Departemen Kelautan dan Perikanan RI, termasuk Bu Lilik dan Opung Budiman (Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta). Berbagai lembaga dalam dan luar negeri yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjelajahi pulau-pulau di Nusantara. Sahabat-sahabatku (Beginer Subhan, Ramadian Bactiar, Dede Suhendra). Anisa Budiayu yang bersedia menjadi editor. temanteman ITK 35, Sekolah Pascasarjana IKL dan SPL. Bapak Sumarto (Taman Nasional Kepulauan Seribu). Seluruh mahasiswa Insitut Pertanian Bogor, khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

1Biologi Ikan Terumbu 1.1 Pengertian Ikan terumbu adalah setiap individu ikan yang hidup di dalam sistem terumbu karang (Bellwood 1998). Ikan-ikan terumbu ini membentuk suatu komunitas di dalam ekosistem terumbu karang. Ikan terumbu mempunyai beberapa karakteristik (Choat dan Bellwood 1991), yaitu (1) karakteristik kelompok, (2) karakteristik ekologi, (3) asosiasi habitat, (4) bentuk distribusi, (5) karakteristik taksonomi, dan (6) bentuk struktur. Ikan atau biasa juga disebut ikhtiofauna termasuk golongan hewan bertulang belakang tertua dan pertama yang pernah muncul di bumi (Van Hoeve 1996). Ikan-ikan ini menyebar diseluruh bagian

2

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

di lautan, mulai dari laut yang terdalam sampai ke daerah terumbu karang. Ikan di daerah terumbu karang sangat mencolok sehingga sering dijumpai. Keberadaan mereka telah menjadikan ekosistem terumbu karang menjadi yang terkaya di planet ini. Di Indonesia, terdapat lebih dari 2.000 jenis yang tergolong kedalam 113 famili ikan dan bergantung pada ekosistem terumbu karang (Allen dan Adrim 2003). Jumlah ikan tersebut juga diperkirakan lebih banyak lagi karena banyaknya lokasi terumbu karang di Indonesia yang belum terselami dan dikaji lebih mendalam. Ikan terumbu ini merupakan penyokong hubungan yang ada di ekosistem terumbu karang karena jumlahnya yang besar dan mengisi semua relung di daerah terumbu (Nybakken 1992).

Gambar 1 Keberadaan terumbu karang merupakan faktor yang sangat penting bagi keberadaan ikan terumbu

Keberadaan ikan-ikan yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang mungkin dikarenakan daerah ini banyak tersedia makanan (Hutomo 1986; Reese 1981). Selain itu, ikanikan tersebut menggunakan bentukbentuk pertumbuhan terumbu karang untuk perlindungan dan pertahanan diri dari predator (Hixon 1991). Bentuk pertumbuhan karang bermacammacam seperti masif, bercabang, lembaran, dan lainnya yang bisa digunakan oleh berbagai jenis ikan untuk bersembunyi. Oleh karena itu, keberadaan ikan terumbu di ekosistem terumbu karang sangat tergantung pada tingkat kesehatan terumbu karang yang umumnya bisa ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Madduppa 2006).

Biologi

3

Selain persentase penutupan karang hidup, karakteristik habitat terumbu juga mempengaruhi struktur komunitas ikan baik dari aspek kelimpahan maupun dari kelompok trophic (Madduppa et al. 2012). Hal ini sangat dimungkinkan karena ikan karang hidup berasosiasi dengan bentuk dan jenis terumbu sebagai tempat tinggal, perlindungan dan tempat mencari makanan. Disamping kesehatan terumbu, kerumitan substrat dan keadaan terumbu yang beragam seperti daerah berpasir, lumpur, berbatu, membentuk daratan, tebing, dan goa-goa juga akan memperkaya jenis ikan-ikan di ekosistem terumbu karang (Jones & Andrew 1993).

1.2 Morfologi dan fisiologi Untuk mengidentifikasi suatu organisme, morfologi merupakan salah satu kunci Morfologi ikan identifikasi yang mudah dilihat dan diingat. = ilmu yang Bentuk luar organisme meliputi bentuk mempelajari tubuh, bentuk ekor, bentuk gigi, bentuk bentuk luar mulut, serta termasuk di dalamnya warna organisme ikan. tubuh yang kelihatan dari luar. Ikan akan mempunyai bentuk fisiologi dan morfologis yang berbeda-beda sesuai dengan kelompoknya, namun organorgan dalam umumnya sama. Meskipun terdapat sangat banyak aneka bentuk, hampir semua ikan memiliki ciri-ciri umum yaitu gerak majunya bukan dengan siripnya melainkan dengan gerak berkelokkelok seluruh tubuhnya. Sirip pada ikan umumnya berfungsi hanya sebagai kemudi dan penjaga keseimbangan. Review

Kegiatan identifikasi bertujuan untuk mencari dan mengenal ciriciri yang beraneka ragam sebagai pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Tingkat kesulitan dalam mengidentifikasi ikan cukup tinggi. Terdapat beberapa karakter penting yang biasa digunakan untuk proses identifikasi ikan diantaranya adalah jumlah

4

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Review Karakteristik umum ikan • Mempunyai sirip • Kulit umumnya ditutupi oleh sisik • Berdarah dingin (poikilothermic = suhu tubuh sama dengan lingkungannya) • Mempunyai gelembung renang

duri pada sirip, jumlah sisik di sepanjang linea lateralis, bentuk kepala, bentuk sirip, identifikasi berdasarkan bentuk tubuh, morfologi, bentuk ekor, dan pola warna. Namun, pola warna ikan tidak dapat dijadikan sebagai acuan utama karena warna dapat berubah berdasarkan atas umur individu, maupun kondisi fisiologis dari ikan tersebut.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memungkinkan dikembangkannya proses identifikasi ikan berdasarkan variasi genetiknya. Program internasional ini dikenal dengan istilah ‘barcoding’ yang bertujuan mendata semua jenis ikan dengan kode genetiknya.

1.3.1 Bentuk tubuh Bentuk tubuh ikan antara jenis yang satu dengan jenis lainnya berbeda-beda tergantung pada proses adaptasi terhadap habitat dan pola hidup. Secara umum, bentuk tubuh ikan dibagi dua sifat yakni: Simetri bilateral dan non simetri bilateral. Simetri bilateral yaitu potongan ikan yang sama persis antara bagian kiri dan bagian kanannya apabila dibelah ditengah dengan potongan sagital. Non simetri bilateral yaitu hasil belahan tengah ikan dengan potongan sagital mendapatkan hasil yang berbeda antara bagian kiri dan bagian kanannya. Ikan yang non simetri bilateral diantaranya adalah ikan sebelah dan ikan lidah.

Biologi

5

Gambar 2 Morfologis dan fisiologis ikan secara umum (Van Hoeve 1996). Pada gambar atas, diberikan ilustrasi organ-organ dalam seekor ikan bertulang keras (kerapu): a. Insang, b. Kerongkongan, c. urat nadi, d. Lambung, e. Ginjal, f. Ruas tulang belakang, g. Gelembung renang, h. Otot punggung, i. Otot ekor, j. Kandung kemih, k. Indung telur, l. Saluran usus, m. Pipa paru-paru, n. Kandung empedu, o. Hati, p. Jantung, q. Urat nadi insang.Sedangkan gambar bawah, diberikan ilustrasi kerangka seekor ikan bertulang keras (kerapu): a. Rahang bawah, b. Rahang-antara (premaksila), c. rahang atas (maksila), d. Cincin bawah lekuk mata, e. Lubang mata, f. Sirip punggung, g. Tulang penjunjung berkas sirip, h. Duri sirip, i. Berkas sirip lunak, j. Tonjolan duri atas, k. Tonjolan duri bawah, l. Sirip ekor, m. Ruas tulang belakang ekor yang mengembang, n. Sirip dubur, o. Ruas tulang belakang, p. Tulang rusuk, q. Duri daging, r. Sirip perut, s. Sirip dada, t. Tulang mangkuk, u. Tulang selangka, v. Tulang-tulang tutup insang

6

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gambar 3 Variasi bentuk tubuh diantara ikan-ikan bertulang (bony fishes) sebagai bentuk adaptasi terhadap habitat. (a) streamlined (b) bottomdwellers (c) flattened sideways (d, e dan f) ribbon-shaped (g) vertical elongate (h) triangular (i) round (sumber: Castro & Huber 2000)

Biologi

7

1.3.2 Bentuk dan posisi mulut Setiap jenis ikan akan mempunyai bentuk mulut yang khas dan berbeda-beda. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan jenis makanan. Secara umum terdapat empat bentuk mulut ikan yaitu: tabung (tube-like), paruh (beak-like), gergaji (saw-like), dan terompet. Bentuk mulut ini juga dapat dibedakan lebih lanjut antara dapat disembul atau tidak.

Gambar 4 Posisi mulut ikan juga berbeda antara jenis ikan tergantung dimana letak habitat makanan yang akan dimakannya. Ada empat macam posisi mulut ikan yakni Sub terminal: mulut yang terletak dekat ujung hidung (1), Inferior: mulut yang terletak di bawah hidung (2), Superior: mulut yang terletak di atas hidung (3), danTerminal: mulut yang terletak di ujung hidung (4)

8

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

1.3.3 Bentuk sirip Bentuk sirip pada ikan juga dapat digunakan sebagai petunjuk identifikasi. Sirip pada ikan terdiri dari sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip belakang (dubur), dan sirip ekor. Sirip ikan tersebut mempunyai bentuk yang berbeda antara jenis ikan. Sirip yang paling mudah digunakan untuk identifikasi dan penanda adalah sirip ekor. Sirip ekor mempunyai ciri dan bentuk yang khas sehingga dapat menjadi petunjuk mudah dalam mengidentikasi ikan. Bentuk sirip ekor ini menandakan bagaimana ikan ini bergerak dan hidup. Pada Gambar dibawah ini diberikan beberapa bentuk sirip ekor ikan. Tipe ekor membundar (rounded) memberikan banyak permukaan untuk akselerasi efektif dan manuver. Namun, tipe ekor ini membuat ikan lebih mudah letih, seperti yang ditemukan pada Ikan giru (Amphiprion ocellaris) yang berasosiasikan dengan anemon yang terlihat lebih banyak istirahat diatas inangnya. Tipe ekortruncate bagus untuk manuver dan dengan cepat melesat sehingga efektif untuk akselerasi, tipe ini umumnya ditemukan pada ikan di lingkungan pesisir contohnya Chaetodontoplus mesoleucus. Tipe emarginated berbentuk kurva tetapi tidak terlalu runcing, efektif untuk akselerasi dan manuver. Tipe forked merupakan sirip kaku dengan luas permukaan kurang berarti akselerasi kurang tarik dan besar, tetapi menurunkan manuver. Berbentuk episerkal (ekor bagian atasnya lebih panjang dibanding ekor bagian bawahnya) pada ikan.

Biologi

9

Gambar 5 Beberapa bentuk bentuk sirip ekor ikan yaitu:(1) membundar (rounded) pada ikan Amphiprion ocellaris, (2) emarginate pada ikan Apogon sp., (3) truncate pada ikan Chaetodontoplus mesoleucus, (4) double emarginate pada ikan Platax teira, (5) Episerkal pada ikan hiu,(6) forked pada ikan ekor kuning Caesio sp

1.3.4 Garis linealateralis Ikan mempunyai organ yang unik disebut garis linealateralis (LL) yang umumnya terdapat satu buah. Linealateralis adalah garis semacam titik-titik yang dibentuk oleh pori-pori yang terdapat pada ikan yang bersisik dan tidak bersisik. LL terbentuk oleh poripori yang terdapat pada kulit ikan yang tidak bersisik, sedangkan pada ikan yang bersisik LL terbentuk oleh sisik yang berpori. Fungsi

10

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

LL adalah sebagai alat deteksi vibari dalam air, sehingga dapat mengetahui kondisi lingkungan (misalnya kualitas air) dan berperan dalam proses osmoregulasi. Garis LL ini terdiri dari sebuah sistem saluran kecil yang memanjang sepanjang badan yang terdiri dari sel sensor yang sensitif terhadap vibrasi atau getaran (Castro & Huber 2000). Saluran ini biasanya terbuka ke permukaan melalui pori-pori yang bisa dilihat (Lihat Gambar).

Gambar 6 Penampang melintang pada kulit ikan yang memperlihatkan garis linealateralis. Diperlihatkan organ sensor yang membuka kedalam saluran. Sensor ini mentransformasikan berbagai informasi ke otak ikan (Sumber: Castro and Huber 2000)

Biologi

11

1.3.5 Meristik dan Morfometrik Proses identifikasi ikan lanjutan adalah dengan mengukur dan menghitung ciri meristik dan morfometrik. Meristik merupakan ciri yang berkaitan dengan jumlah jari-jari keras dan jumlah jarijari lemah pada sirip punggung. Morfometrik merupakan ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh ikan. Ukuran ikan yang biasa dilakukan adalah panjang total (total length) dan panjang baku (standard length). Panjang total adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan (biasanya ujung rahang terdepan) dengan ujung sirip ekor paling belakang, sedangkan panjang baku adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan dengan pelipatan pangkal sirip ekor (Gambar 7).

ng Total P Panjang Baku u

eristik dan mof ofometrik padaa ikan

Gambar 7 Meristik dan mofometrik pada ikan

1.3.6 Tipe berenang Kemampuan berenang diperlukan oleh ikan untuk hidup dalam lingkungan perairan. Berenang pada ikan merupakan adalah istilah yang longgar untuk satu set yang luas dan kompleks dari gerakan adaptif dimana ikan melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk bertahan hidup di habitat yang beragam (Webb 1993). Organ yang membuat ikan dapat tetap berada pada kolom perairan adalah gelembung renang. Ikan akan tenggelam tanpa gelembung renang karena ikan mempunyai jaringan tubuh yang densitasnya lebih berat dibanding dengan air (Howlett 1996). Kebanyakan ikan

i

12

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

teleosti (ray-finned fish) mengalami evolusi konversi dari paru paru Gelembung renang= menjadi gelembung renang (Jones sebuah kantong yang 1957). Gelembung renang adalah berada dalam abdomen kantong udara yang berbentuk oval yang berisi gas pada yang ditemukan dibagian ruang ikan bertulang untuk abdominal ikan, dimana pada waktu menolongnya menjaga daya apung di perairan. tertentu dapat diisi dengan variasi jumlah dan komposisi gas-gas (sama seperti gas atmosfir misalnya karbondioksia, oksigen, dan nitrogen). Gelembung telah berkembang sebagai ekstensi dari dinding usus. Fungsi utama dari gelembung renang adalah merupakan organ hidrostatik. Daya apung netral merupakan kemampuan suatu organisme untuk menggunakan sedikit atau bahkan tanpa energi untuk tetap berada di suatu kolom perairan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembang-kempiskan gelembung renang dengan memvariasikan tekanan gas (Schmidt-Nielsen 1997). Ikan air tawar memerlukan gelembung renang yang lebih besar dibandingkan dengan ikan air laut karena air tawar lebih sedikit daya apungnya disbanding air laut. Ada dua hal yang berhubungan erat dengan gelembung renang pada ikan yaitu koneksi dengan telinga untuk memfasilitasi kemampuan pendengaran dalam air dan kedua berhubungan dengan kemampuan memproduksi suara. Evolusi gelembung renang pada ikan merupakan salah satu faktor keberhasilan mengapa ikan teleost ini berhasil. Dengan organ ini, ikan dapat lebih tepat mengendalikan pergerakan dengan meminimalkan jumlah energi yang dikeluarkan (Marshall 1966). Review

Densitas air yang tinggi menjadi faktor penentu bagi ikan untuk dalam posisi buoyancy netral (Alexander 1990). Ikan dapat berenang dengan cepat dan lembut meskipun ada densitar laut yang bagi sebagian makhluk hidup tidak dapat bergerak di

Biologi

13

dalamnya. Ikan perenang bergantung pada tulang kerangkanya, otot-ototnya sebagai kekuatan, dan siripnya untuk mendorong dan mengarahkan. Terdapat dua macam pemicu dalam proses gerak renang ikan (Braun & Reif 1985, Webb 1988) yaitu BCF (body and caudal fin propulsors) dan MPF (Median and paired fin propulsors). Tubuh dan ekor yang dalam akan meningkatkan massa air oleh gerakan BCF sehingga mendorong percepatan reaksi, meningkatkan daya dorong dan meningkatan kecepatan dan percepatan (Webb 1993).

Gambar 8 Proses gerak renang ikan dan pemicunya: MPF = median and paired fin propulsors dan BCF = body and caudal fin propulsors (sumber: Webb1993)

14

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Terdapat dua tipe berenang pada ikan (Buchheim 2012) yaitu cruisers (ikan yang hampir selalu berenang secara berkelanjutan dalam rangka mencari makanan seperti pada ikan tuna) dan burst swimmers (ikan yang biasanya berenang namun relatif tetap tinggal di tempat yang sama seperti hampir pada semua ikan terumbu). Ikan cartilaginous harus selalu berenang untuk menyiram insangnya dengan air untuk mendapatkan oksigen (Castro & Huber 2000). Kebanyakan ikan berenang dengan irama dari sisi ke sisi pada tubuh atau ekornya. Bentuk gerakan kontraksi S dari kepala ke ekor untuk mendorong melawan air dan mendorong tubuhnya ke depan. Variasi pergerakan ini diberikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Lokomosi pada ikan laut (a) ikan belut berenang dengan menggerakan tubuhnya dengan pergerakan lateral dari kepala ke ekor (b) pergerakan ikan lebih cepat dengan tubuh yang lebih pendek dengan pergerakan umumnya dikendalikan di bagian ekor seperti pada tuna (c) Beberapa ikan terumbu (seperti ikan kakatua) berenang dengan menggerakan sirip-siripnya seperti di pectoral dan caudal (d) ikan trunkfishes dan porcupine berenang dengan lambat dengan pergerakan hanya pada sirip ekor sedangkan bagian tubuh lain hanya mengikuti (sumber: Castro & Huber 2000)

1.4 Reproduksi Tipe reproduksi ikan dapat dibagi berdasarkan cara ikan dalam menangani telurnya. Buchheim (2012) membagi tipe reproduksi ikan menjadi tiga yaitu ovopartity (meletakkan telur yang belum

Biologi

15

berkembang, pembuahan eksternal dan internal), ovoviviparity (perkembangan telur didalam, tanpa makanan dari ibu langsung, melahirkan larva), dan viviparity (perkembangan telur dengan makanan langsung dari ibu, melahirkan). Tingkah laku reproduksi ikan-ikan di terumbu karang sangat bervariasi dan tergantung pada jenis ikannya. Variasi tersebut salah satunya dari jenis kelamin. Jenis kelamin pada kelompok ikan tertentu tidak selalu tetap di awal dan akan mengalami perubahan sesuai dengan waktu dan kondisi. Ada dua jenis perubahan jenis kelamin yaitu perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan, atau sebaliknya dari jantan ke betina. Perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan (protogynous sequential hermaphroditism) merupakan bentuk reproduksi yang umum ditemukan pada spesies ikan dari famili Labridae (wrasses) (Robertson 1973; Robertson and Warner 1978). Tipe ini juga dapat ditemukan pada Scaridae (parrotfishes) dan beberapa ikan dari famili Serranidae (groupers). Perubahan dari jantan ke betina dicontohkan pada ikan giru (anemonfishes). Pada ikan giru, sistem reproduksinya dinamakan ‘proteandric hermaproditism’ dimana sistem ini terkontrol secara sosial artinya betina akan mengontrol proses reproduksi dibandingkan jantan di dalam satu grup anemon (Fricke and Fricke 1977). Frekuensi pemijahan pada ikan terumbu bisa setiap ganti hari, mingguan, bulanan atau lebih. Dibeberapa kasus peristiwa ini bersinkronisasi dengan fase bulan, yang umumnya terjadi pada senja hari. Pada saat memijah, sebagian besar ikan terumbu naik ke kolom perairan, tetapi ada juga yang langsung menyebarkan telurnya di hamparan laut. Selain itu, beberapa jenis ikan melakukan pemijahan dengan tingkat pengasuhan orang tua. Misalnya jantan Pomacentridae (Damselfishes), beberapa Balistidae (triggerfishes) dan gobi menjaga sarangnya di hamparan laut. Ada pula ikan

16

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

yang menjaga telurnya, misalnya ikan capungan (cardinals) yang menyimpan telurnya di dalam mulut dan pada kuda laut dan ikan piso-piso (pipefishes) yang menyimpan telur di kantong tubuhnya. Pada ikan giru (Anemonefish) telur diletakkan dibatuan atau substrat keras dekat anemon dan biasanya akan menetas sekitar 7 hari, dan larva ikan akan berada di kolom perairanantara 12 hari (Amphiprion ocellaris) atau mingguan pada beberapa jenis lainnya sebelum akhirnya menetap pada satu inang anemon.

Gambar 10 Beberapa jenis ikan bereproduksi dengan melepaskan telur di kolom air di atas hamparan terumbu karang, pelepasan ini biasa di lakukan pada siang hari atau malam hari

Biologi

17

Gambar 11 Siklus hidup pada anemonefish: telur, juvenile dan dewasa, dan larva bersifat planktonik (dimodifikasi dari Fautin dan Allen 1994)

Secara umum siklus reproduksi ikan di area terumbu karang mengalami dua tahapan, yaitu tahap planktonik dan tahap bentik. (1) Tahap planktonik: setelah menetas dari telur, larva ikan yang berukuran kecil (±1—20 mm) akan mengalami masa awal hidupnya di perairan terbuka yang mungkin jauh dari terumbu karang karena bisa terbawa oleh arus dan gelombang. Larva ikan kemungkinan bergerak pasif sehingga dapat dipengaruhi oleh arus. Mereka hanya punya kontrol yang sedikit atau bahkan tidak ada pada posisi atau pergerakan. Larva ikan berenang degan pergerakan undulatory anguilliform yang memberikan pergerakan (Jordan 1992). Beberapa jenis ikan juga mempunyai indera untuk mengenali daerah lahirnya dan mempunyai sistem dalam tubuhnya untuk menetap di daerahnya. Larva ikan dapat melakukan perjalanan yang jaraknya bervariasi. Selama masa ini larva ikan menjadi bagian dari plankton, yang disebut ikhtio plankton, selama sekitar 10—100

18

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

hari (Wellington & Victor 1989). Durasinya tergantung pada jenis ikannya. Sebagai contoh, larva Amphiprion percula selama 10—12 hari durasinya sebagai plankton. Fisiologi dari larva ikan ini transparan dan bentuknya sangat beragam, dan kadang terlihat berbeda dari pada saat dewasanya. Beberapa larva ikan mempunyai spesialisasi seperti adanya duri panjang dan filamen. Beberapa larva ikan harus makan binatang plankton di sekitarnya selama masa pelagis ini. Amphiprion ocellaris sudah mempunyai kelebihan untuk mendapatkan makanan dan mencari tempat dengan menggunakan inderanya sesaat telah menetas dari telur dan menjadi larva (Yasir & Qin 2007).

a selat Sebuku, Kalimantan Gambar 13 Larva ikan yang ditemukan di perairan Selatan

(2) Tahap bentik: Pada akhir tahap pelagisnya, larva ikan dapat berenang lebih cepat dan dapat mendeteksi adanya terumbu karang. Larva ikan karang dapat mendengar karang serta dapat menciumnya. Larva ikan memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap sekitarnya, bereaksi terhadap predator, dan sangat pemilih terhadap karang yang mereka pilih untuk menetap. Mereka sering menginspeksi karang, kemudian berenang menjauh kembali ke perairan terbuka. Jadi tahap menetap larva pada daerah terumbu karang tidak selalu bersifat pasif.

Biologi

19

Larva yang bertahan akan menetap di terumbu karang yang menempel di atasnya disebut sebagai juvenil. Juvenil inderanya biasanya tiba saat malam dalam naungan kegelapan dan rentan terhadap predasi selama beberapa minggu pertama sampai mereka telah mempelajari situasi. Beberapa pendatang baru telah mulai bertransformasi untuk membentuk juvenil, tetapi yang lain tetap kecil dan dalam bentuk opak. Saat tahap juvenil diraih, akan tampak seperti versi kecil dari dewasanya. Tetapi tidak selalu begitu, pada beberapa kasus warnanya berbeda dengan yang mereka dapatkan saat dewasa, contohnya dari famili Haemulidae (Gambar 12). Secara umum, pada beberapa hewan dibagi atas dua sistem perkawinan, yaitu monogami dan poligami. Di dalam poligami ini terdapat beberapa tipe yaitu poligini (satu jantan dan lebih dari satu betina), poliandri (satu betina dan lebih dari satu jantan), poligiandri dan promiskuiti (keduanya jantan dan betina lebih dari satu) (Beebee dan Rowe 2008). Perkawinan dan pemijahan berkelompok terjadi pada ikan butana (surgeonfishes) dan ikan kerapu (groupers) tertentu. Sistem perkawinan yang berbeda ini muncul untuk mengatasi berbagai macam kondisi lingkungan alam liar, misalnya pencarian makan dan ruang untuk pemiijahan. Jadi mereka benar-benar menyesuaikan dari kondisi dan kebutuhan. Berbeda dengan

g bertahan Larva yang Gambar 12 Bentuk, warna dan corak pada ju juvenil sebagai ikan (atas) sangat beragam dan kadang terlihat berbeda dari pada saat sub-dewasa (tengah) dan tahap dewasanya (bawah) seperti Plectorhincus chaetodonoides (Harlequin sweetlip)

20

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

kebanyakan burung yang umumnya menunjukkan perilaku sosial monogami, mamalia pada umumnya menganut poligini atau promiskiti karena tugas menyusui sudah dikerjakan oleh betina pada proses pasca perkawinan. Terlebih lagi di alam lautan, banyak sekali faktor fisik osenografi yang mempengaruhi dinamika populasi. Sehingga untuk mempertahankan keturunan, sistem perkawinan tertentu menjadi pilihan. Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar hewan dalam satu populasi dapat menggunakan teknik molekular, misalnya DNA fingerprinting dan parentage analysis mikrosatelit yang dapat mengidentifikasi sistem perkawinan dan kekerabatan di populasi alam. Kajian sistem perkawinan dapat menggunakan analisis parental mikrosatelit polimorfik. Selain akan mengungkap hubungan kekerabatan antar populasi ikan di dalam satu pulau dan antar pulau. Dari sini juga akan ketahuan berapa besar selfrecruitment (banyaknya ikan muda yang berasal dari populasi asal) dari ikan tersebut.

1.5 Penyebaran individu Penyebaran individu erat kaitannya dengan ‘self-recruitment’ dan konektivitas populasi. Penentuan tingkatan kedua faktor tersebut merupakan isu yang yang sangat penting untuk manajemen dan konservasi sumberdaya ikan (Fairweather 1991), namun memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena dipengaruhi berbagai macam faktor. Beberapa penelitian sudah mengkaji arti penting kedua faktor tersebut dalam manajemen spesies yang dieksploitasi secara tinggi (Roberts 1997), mengetahui dinamika populasi organisme laut (Underwood and Fairweather 1989), dan membantu mengembangkan desain daerah perlindungan laut atau suaka alam (Almany et al. 2009). Derajat self-recruitment dan konektivitas populasi yang sesuai di dalam suatu daerah perlindungan laut

Biologi

Rev i ew Self-recruitment= Jumlah larva yang kembali ke populasi kelahirannya dan menetap kembali di habitat asalnya. Konektivitas populasi= keterkaitan dari populasi berbeda oleh penyebaran individu atau migrasi organisme individu atau gametnya yang memediasi pergerakan gen antara atau didalam populasi

21

akan mencegah kepunahan lokal yang diakibatkan oleh gangguan antropogenis seperti tekanan penangkapan ikan (Sala et al. 2002).

Pertama, durasi fase pelagis larva ikan, yang bervariasi dari hari ke minggu (Wellington and Victor 1989) berhubungan dengan ukuran luasan geografis (Lester and Ruttenberg 2005). Sebagai contoh, ikan nemo (anemonefish) mempunyai dua masa daur hidup (bipartite life cycle) seperti organisme laut pada umumnya. Ikan dewasa bersifat bentik melepaskan telur dan fase kedua adalah larva tersebar dan melayang di kolom perairan berkisar harian sampai mingguan. Pada masa pelagis ini mereka berpotensi menyebar ke daerah lain dan berpotensi untuk mengkoneksikan antara populasi. Setelah periode ini, larva ikan tersebut akan menetap pada habitat yang sesuai. Hal ini yang menyebabkan ekosistem laut disebut sebagai ekosistem terbuka karena mereka terkoneksi oleh penyebaran larva ikan. Kedua, meskipun periode awal larva berpotensi dipengaruhi oleh proses oseanografi (Wilson and Meekan 2001, Sponaugle et al. 2002, Paris and Cowen 2004), kemampuan berenang dan tingkah laku dari ikan laut dapat turut menentukan pola distribusi dan mengabaikan atau meminimalisir dampak dari arus laut dan kemampuan berenang ini berpotensi untuk memfasilitasi ‘selfrecruitment’ di kawasan ekosistem terumbu karang (Fisher and Belwood 2003, Fisher 2005).

22

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Ketiga, tingkah laku larva seperti indera penciuman terhadap terumbu mungkin digunakan oleh larva ikan tersebut untuk mengendalikan distribusinya (Kingsford et al. 2002), dan untuk berorientasi menuju habitat asalnya (Arvedlund and Nielsen 1996). Indera penciuman (olfaction senses) digunakan untuk mendetekasi adanya makanan, reproduksi, kekerabatan sosial (Ward et al. 2007), bahaya, dan habitat asal (Munday et al. 2009, Settles 2005, Kingsford 2002, Gerlach et al. 2007). Adanya sensor dan sistem indera penciuman yang terbentuk sempurna pada larva A. ocellarismaka mereka bisa mendeteksi makanan sejak hari pertama mereka menjadi larva (Yasir & Qin 2007). Table 1 Rangkuman tingkat self-recruitment levels (SR) pada berbagaijenis ikan dengan pelagic larval duration (PLD) dan metode yang digunakan pada beberapa riset Spesies Ikan

PLD (hari)

SR (%)

Metode

Pustaka

Tripterygion delaisi

16–21

66

assignment test and Carrerasmicrosatellite loci Carbonellet al. (2007)

Pomacentrus amboinensis

16–19

15-60

otolith marking

Joneset al. (1999)

Sebastes melanops

83–174 60-90

otolith microstructure and microchemistry analysis

Miller and Shanks (2004)

Thalassoma bifasciatum

45

>70

larval growth Swearer et al. histories and otolith (1999) trace-element composition

Chaetodon vagabundus

38

60

Stable barium (Ba) isotopes, otolith marking

Almany et al. (2007)

Biologi

23

Table 1 Rangkuman tingkat self-recruitment levels (SR) pada berbagaijenis ikan dengan pelagic larval duration (PLD) dan metode yang digunakan pada beberapa riset (lanjutan) Spesies Ikan

PLD (hari)

SR (%)

Metode

Pustaka

Amphiprion polymnus

9–12

15-30

tetracycline massmarking and parentage analysis

Joneset al. (2005)

A. percula

8-12

60

Stable barium (Ba) isotopes, otolith marking

Almany et al. (2007)

A. percula

8-12

40

Parentage analysis and microsatellite

Planeset al. (2009)

A. ocellaris

8-12

40-60

Parentage analysis and microsatellite

Madduppa (2012)

40

Parentage analysis and microsatellite

Madduppa (2012)

A. perideraion 18

1.6 Variasi genetik Variasi genetik diperlukan untuk mengoperasikan mekanisme dasar perubahan evolusi. Terdapat tiga sumber utama variasi genetika yaitu mutasi, aliran gen, dan jenis kelamin (sex). Mutasi adalah perubahan dalam DNA. Sebuah Mutasi dapat memberikan dampak besar, tetapi pada banyak kasus, perubahan evolusi didasarkan pada akumulasi pada banyak mutasi. Aliran gen atau gene flow adalah pergerakan gen dari satu populasi ke populasi lainnya dan merupakan sumber penting dari variasi genetik. Sedangkan jenis kelamin (Sex) dapat memperkenalkan kombinasi gen baru kedalam sebuah populasi. Percampuran genetik merupakan sumber penting lainnya dari variasi genetik.

2 Ekologi 2.1 Asosiasi ikan dan terumbu karang Ekosistem terumbu karang mempunyai kompleksitas yang tinggi, dimulai dari berbagai tipe koloni hewan karang yang membentuk berbagai relung dan celah, serta asosiasi dengan berbagai jenis tumbuhan alga, dan berbagai jenis substrat lain seperti pasir. (Nybakken 1988). Terumbu karang digunakan oleh ikan sebagai daerah teritorial (Robertson et al. 1976), sebagai daerah mencari makan (Reese 1981), sebagai tempat untuk bersembunyi (Hixon 1991), dan sebagai tempat untuk reproduksi dan pemijahan (Wootton 1992). Habitat yang beranekaragam ini yang dapat menerangkan tingginya jumlah dan jenis ikan di daerah ekosistem

26

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

terumbu karang (Allen and Werner 2002), khususnya di Indonesia (Allen and Adrim 2003). Distribusi spasial ikan karang berhubungan dengan karakteristik habitat dan interaksi di antara komunitas ikan itu sendiri, baik yang bersifat hubungan antar individu dalam spesies (intraspesies) atau antar spesies. Distribusi spasial beberapa jenis ikan secara nyata dideterminasi oleh karakteristik habitat tertentu. Sebagai contoh, ikan pemakan polip karang Chaetodon octofasciatus akan mendiami habitat terumbu karang yang mempunyai persentase karang hidup yang tinggi (Madduppa 2006). Karakteristik lingkungan seperti arus, kecerahan, suhu air, dan kedalaman juga berperan dalam distribusi ikan.

Gambar 14 Salah satu interaksi antara ikan terumbu dengan habitatnya yaitu perlindungan yang didapatkan ikan terumbu dari keberadaan terumbu karang

Ekologi

27

Struktur fisik dari karang batu skleraktinia berfungsi sebagai habitat dan tempat berlindung bagi ikan terumbu. Ikan terumbu menggunakan habitat ini sebagai tempat berlindung dari pemangsa sehingga merupakan daerah yang aman bagi perkembangan kematangan seksual. Selain itu, daerah ini sebagai tempat mencari makan (Sale 1980). Terdapat 3 bentuk umum interaksi antara ikan dengan terumbu karang (Choat & Bellwood 1991) yaitu: 1.

Interaksi langsung, sebagai tempat berlindung dari pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda

2.

Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk algae

3.

Interaksi tak langsung akibat struktur karang dan kondisi hidrologi serta sedimen.

Gambar 15 Plot MDS dari komunitas ikan di Pulau Pari, menunjukkan pola asosiasi dari 205 spesies berdasarkan kelimpahan (A) dan kategori trophic (B) selama masa penelitian diantara stasiun (Madduppa et al. 2012a)

Keanekaragaman jenis ikan terumbu di suatu daerah mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan terumbu karang di daerah tersebut. Ikan-ikan tersebut akan cenderung mengelompok pada bentuk pertumbuhan karang tertentu, misalnya beberapa ikan

28

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

mayor dari Famili Pomacentridae cenderung memiliki wilayah di karang bercabang (Madduppa 2004). Hal ini disebabkan lingkungan yang berstruktur akibat bentuk terumbu yang komplek.

Gambar 16 Sekumpulan ikan ekor kuning (Caesio xanthonota) berada di daerah karang yang menyediakan makanan berupa plakton yang berada di kolom perairan di sekitar terumbu karang

Karena komunitas ikan terumbu sangat berhubungan erat dengan terumbu karang sebagai habitatnya, maka bila persentase karang mati yang tinggi secara langsung atau tidak langsung akan menyebabkan penurunan yang nyata dalam jumlah spesies ikan dan individu-individu lain yang berasosiasi dengan terumbu karang. Tiap kumpulan ikan, masing-masing mempunyai habitat yang berbeda, tetapi terdapat banyak spesies yang dapat menempati lebih dari satu habitat. Walaupun demikian, pada umumnya tiap spesies mempunyai kesukaan akan habitat tertentu (Hutomo 1986). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suatu komunitas ikan terumbu antara lain adalah posisi habitat ikan (leeward atau

Ekologi

29

windward) (Negelkerken 1981); fisiografi dasar perairan (Amesbury dalam Hutomo 1986); dan persentase karang hidup atau mati (Bell dan Galzin 1985). Luchurst (1978) menyatakan bahwa adanya perbedaan dalam keanekaragaman jenis ikan erat hubungannya dengan komposisi habitat dasar terumbu karang misalnya apabila dominan pasir maka akan dikuasai oleh jenis ikan dasar penyuka pasir seperti dari Famili Mullidae, dan kelimpahan ikan berkaitan erat dengan kerumitan topografi terumbu karang, semakin banyak relung untuk bersembunyi maka ikan-ikan menyukainya sebagai tempat mencari makan atau berlindung. Kehidupan yang majemuk di terumbu karang menyebabkan terjadinya persaingan di antara jenis dalam mendapatkan ruang hidup karena sebagian besar ikan-ikan terumbu hidupnya sangat tergantung pada substrat sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Secara umum, famili ikan terumbu yang sering ditemukan di daerah terumbu karang adalah Gobies (Famili Gobiidae), Wrasses (Famili Labridae), Damselfishes (Famili Pomacentridae), Cardinalfishes (Famili Apogonidae), Groupers dan Anthias (Famili Serranidae), Surgeonfishes (Famili Acanthuridae), Blennies (Famili Blennidae), Butterflyfishes (Famili Chaetodontidae), Snapper (Famili Lutjanidae), Pipefishes (Famili Syngnathidae), dan Parrotfishes (Famili Scaridae). Kerumitan habitat dari ekosistem terumbu karang juga menjadi faktor tingginya biodiversitas ikan di daerah ini, dibandingkan dengan habitat lain seperti laguna. Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa jumlah spesies di daerah terumbu karang lebih tinggi (121 spesies) dibandingkan di daerah laguna (47 spesies) di Pulau Maratua, Kalimantan Selatan (Madduppa et al. 2012b). Dari penelitian ini juga memperlihatkan bahwa adanya pengelompokan sendiri antara terumbu karang dan laguna berdasarkan analisa multivariat similaritas Bray-Curtis dan juga non-metric MDS (multidimensional scaling) dari komunitas ikan terumbu berdasarkan kelimpahannya (lihat Gambar).

30

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gambar 17 Analisa multivariate: (kiri) Similaritas Bray-Curtis dan (kanan) non-metric MDS(multidimensional scaling) dari komunitas ikan terumbu berdasarkan kelimpahan relative dari setiap spesies per stasiun pengamatan di terumbu karang (1dan 2) dan di laguna (3, 4 and5) (Madduppa et al. 2012b)

2.2 Tipe ikan terumbu Secara umum, tipe ikan terumbu dapat dikelompokkan berdasarkan dua garis besar yaitu kebiasaan mencari makan dan berdasarkan fungsinya dalam sistem terumbu karang. Ikan terumbu akan melakukan berbagai aktifitas berdasarkan kebiasaannya serta fungsinya, yang akhirnya membentuk suatu pola keseimbangan dalam ekosistem terumbu karang. Berdasarkan kebiasaan aktif mencari makan, Ikan terumbu terbagi atas dua yaitu ikan diurnal (ikan yang aktif pada siang hari) dan ikan nokturnal (ikan yang aktif pada malam hari). Sebagian besar distribusi ikan di terumbu karang adalah ikan-ikan diurnal. Mereka mencari makan dan tinggal di permukaan karang dan memakan plankton yang lewat di atasnya. Ikan-ikan diurnal ini seperti famili Pomacentridae, Chaetodotidae, Pomachantidae, Acanthuridae, Labridae, Lutjanidae, Balistidae, Serranidae, Cirrithidae, Tetraodontidae, Bleiidae dan Gobiidae (Allen dan Steene 1990).

Ekologi

31

Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah ikan-ikan nokturnal (ikan yang aktif pada malam hari). Ikan-ikan ini pada siang hari menetap pada gua-gua dan celah-celah karang. Yang termasuk kelompok ikan nokturnal adalah Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, dan Scorpaenidae. Dan hanya sebagian kecil adalah ikan-ikan yang sering melintasi ekosistem terumbu karang seperti Famili Scombridae, Sphyraenidae, dan Caesionidae. Berdasarkan fungsi dalam sistem terumbu karang, ikan terumbu dibagi atas tiga yaitu ikan Rev i ew mayor, ikan target, dan ikan indikator. Ikan mayor adalah Ikan diurnal = ikan yang aktif ikan-ikan yang berperan secara pada siang hari. umum dalam sistem rantai Ikan nocturnal = ikan yang aktif makanan di daerah terumbu pada malam hari. karang, ikan target adalah ikan yang mempunyai nilai ekonomis dan dikonsumsi oleh masyarakat, dan ikan indikator adalah ikan yang menjadi parameter terhadap kesehatan terumbu karang dalam hal ini dari famili Chaetodontidae (Adrim 1993).

2.3 Ikan sebagai bioindikator Menurut Markert et al. (2003), terdapat tiga tipe utama bioindikator yaitu (1) compliance indicator, yang dipilih untuk menduga ekosistem terumbu karang yang berhubungan dengan restorasi dan menjaga kualitas lingkungan, (2) diagnostic indicator, selain tipe pertama, dan (3) early warning indicator, yang memberikan tanda kepada manajer untuk melakukan aksi sebelum kondisi lingkungan menjadi parah. Konsep penggunaan spesies kunci tertentu sebagai indikator kondisi ekologis sekarang telah banyak dipakai untuk mendeteksi suatu kondisi lingkungan (Soule & Kleppel 1988). Ikan kepe-kepe sangat

32

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gambar 18 Ikan kepe-kepe (Chaetodon lunulatus) merupakan ikan yang memakan polip terumbu karang pada siang hari atau diurnal serta ikan yang menjadi indikator kesehatan karang di suatu kawasan

mungkin untuk menjadi indikator lingkungan terumbu karang karena hubungannya sangat erat dengan substrat karang hidup (Hourigan et al. 1988). Reese (1981) merupakan peneliti pertama yang mengusulkan butterflyfishes yang bersifat koralivor untuk dijadikan sebagai organisme indikator. Namun, ada dua hal yang harus diperhatikan adalah (1) biotik indikator yang sensitif lebih berguna untuk mendeteksi polusi pada level rendah seperti polusi kimia level rendah atau perubahan kecil temperatur atau tingkat nutrien, (2) tidak semua jenis Chaetodontidae dapat dijadikan spesies indikator. Misalnya yang bersifat planktivor tidak sensitif terhadap perubahan terumbu karang, atau omnivor memakan invertebrata selain karang dan alga sehingga sangat susah untuk mendeteksi kebiasaan makannya yang selalu berubah dan oportunis (Reese 1995).

Berbagai macam pertanyaan dan keraguan yang timbul terhadap penggunaan ikan kepe-kepe (butterflyfishes) sebagai biomonitor dan bioindikator. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah terdapat banyak spesies dari famili Chaetodontidae yang mempunyai hubungan kuat dengan karang dan mereka banyak bersifat obligate corralivores (pemangsa karang) (Reese 1981; Harmelin-Vivien & Bouchon-Navaro 1983). Selain itu, metabolisme atau kebutuhan

Ekologi

33

energi dari ikan kepe-kepe sangat berhubungan dengan kesehatan karang sehingga jenis pemangsa karang tersebut merupakan calon potensial sebagai indikator perubahan terhadap terumbu karang (Crosby & Reese 1996). Crosby & Reese (1996) menyatakan empat alasan penting mengapa Chaetodontidae merupakan indikator bagus yang sangat potensial: (1) Nama ilmiah dari karang dan ikan bukan merupakan persyaratan utama yang harus diketahui oleh pengambil data; (2) Pengumpulan data dapat dilakukan bertahap, misalnya langkah pertama dapat menghitung jumlah ikan Chaetodontidae di sepanjang transek dan kemudian langkah selanjutnya dapat menghitung jumlah koloni karang. Metode ini sangat seseuai apabila kurangnya sumberdaya manusia yang tersedia; (3) Chaetodontidae merupakan indikator terbaik yang digunakan dimana ada perubahan secara waktu (gradual), gangguan kronis yang mana sulit untuk dihitung atau dilakukan oleh alternativ metode lainnya, misalnya pengumpulan data jaringan dan analisis kualitas air. (4) Metode bioindikator ini sangat ramah lingkungan (environmentally friendly), relatif murah, tidak merusak dan tidak membutuhkan teknisi ilmiah yang sangat terampil. Oleh karena itu, Chaetodontidae yang pemangsa karang merupakan indikator ideal karena ikan ini memangsa karang secara langsung. Lebih lanjut, ikan kepe-kepe menunjukkan tingkat kesukaan pada spesies karang tertentu sehingga akan sangat sensitif apabila terjadi perubahan suatu sistem terumbu karang. Selain itu, karena ikan kepe-kepe sangat teritorial maka akan sangat mudah memantaunya secara periodik.

34

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Ukuran teritori dari ikan kepe-kepe ditentukan oleh jumlah makanan karang yang tersedia. Jika ketersediaan makanan karang sedikit di suatu area terumbu karang maka ikan tersebut akan memperluas daerah teritorinya (Crosby & Reese 1996). Perubahan tingkah laku sosial tersebut menyediakan indikasi dini yang sensitif bahwa terjadi ketidakstabilan dan perubahan di dalam ekosistem tersebut. Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan ikan kepe-kepe sebagai indikator keanekaragaman terumbu karang di Indonesia dan Filipina menunjukkan hasil yang sangat bagus (Crosby et al. 1996). Beberapa jenis ikan kepe-kepe yang sudah diteliti sebagai indikator perubahan lingkungan adalah Chaetodon multicinctus, C. ornatissimus, C. trifasciatus, dan C. unimaculatus (Hourigan et al. 1988). White (1988) menyatakan jumlah total spesies Chaetodontidae menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap penutupan karang keras (hard coral). Sedangkan di Kepulauan Seribu, Adrim et al. (1991) menyebutkan bahwa Chaetodon octofasciatus memungkinkan untuk dijadikan indikator degradasi terumbu karang akibat tekanan lingkungan. Namun, tidak semua ikan Chaetodontidae sebagai pemakan karang keras (scleractinian coral), ada juga memakan octocoral (karang lunak) misalnya Chaetodon melannotus (Alino et al. 1988). Variasi ikan Chaetodontidae ditentukan oleh bentuk pertumbuhan Acropora bercabang, non-acropora bercabang, non-acropora massive, non-acropora encrusting dan habitat yang beragam (Bawole et al. 1999). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa kehadiran yang dominan dari Chaetodon octofasciatus mengindikasikan bahwa terumbu karang sudah mengalami perubahan, sedangkan kehadiran Chaetodon trifasciatus, Chaetodon trifascialis, dan Chaetodon ornatissimus mengindikasikan bahwa kondisi karang belum mendapatkan gangguan yang berarti atau masih relatif

Ekologi

35

baik. Dari penelitian tersebut disarankan perlu adanya penelitian yang lebih lanjut tentang kebiasaan makan dan tingkah laku ikan Chaetodontidae, dengan perhatian khusus pada jenis Chaetodon octofasciatus, Chaetodon trifasciatus, Chaetodon trifascialis, dan Chaetodon ornatissimus. Kelimpahan yang tinggi dari Chaetodon octofasciatus dan Chaetodon collare di Pulau Mayar, Malaysia, meskipun penutupan karang di di daerah ini kurang beragam dan sehat (Yusuf dan Ali 2004). Adrim dan Hutomo (1989) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga yang mempunyai keanekaragaman ikan kepe-kepe (butterflyfishes) setelah Great Barrier Reef, Australia (50 spesies), dan Filipina (45 spesies). Namun, kajian biologis dan ekologis dari kelompok ikan ini masih sangat jarang dan biasanya hanya merupakan bagian kecil dari berbagai penelitian. Lebih lanjut Adrim dan Hutomo (1989) menemukan adanya hubungan positif antara persen penutupan karang hidup dengan jumlah dan jenis ikan Chaetodontidae di Laut Flores.

2.4 Tingkah lakumakan 2.4.1 Makanan dan kebiasaan makan Kebiasaan makan dan makanan ikan terumbu sangat bervariasi tergantung kondisi fisiologis dan morfologis. Setiap ikan akan mempunyai kelompok spesialisasi. Gangguan pada salah satu kelompok dapat mempengaruhi secara langsung kelompok yang lain, atau bahkan komunitas karang. Ikan-ikan ini terorganisir dalam suatu keseimbangan yang rapuh dan saling berhubungan seperti cincin dalam rantai. Analisa makanan dan kebiasaan makan ikan dilakukan melalui pengamatan isi usus ikan tersebut. Dengan mempelajari kebiasaan makanan ikan atau tabiat makanan ikan pada dasarnya adalah untuk

36

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

mengetahui kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Sehingga dapat menentukan nilai gizi alamiah ikan serta melihat juga hubungan ekologis dalam tingkatan tropik rantai makanan. Prinsip yang kemudian dikembangkan adalah dengan mengidentifikasi pencernaan (makanan yang telah dimakan oleh ikan).

Gambar 19 Ikan pemakan plankton (planktivor) mencari makan pada kolom perairan dekat dengan terumbu karang, ikan ini akan kembali ke area terumbu karang saat senja atau pada saat merasa terancam

Dengan mengetahui jenis dan jumlah makanan ikan, maka dapat disusun urutan kebiasaan makanan ikan. Urutan makanan tersebut adalah makanan utama (makanan yang dimanfaatkan dalam jumlah besar), makanan pelengkap (makanan yang ditemukan dalam pencernaan dalam jumlah sedikit), makanan tambahan (jenis makanan dalam jumlah yang sangat sedikit), dan makanan pengganti (makanan yang dikonsumsi jika makanan utama tidak ada).

Berdasarkan tingkat tropiknya, ada lima kategori utama ikan karang, yaitu: 1.

Planktivor: golongan ikan pemangsa makhluk renik yang disebut plankton a)

Diurnal Planktivores: Pemangsa plankton pada siang hari misalnya dari famili Serranidae (groupers), Pomacentidae (damselfish), dan Balistidae (triggerfish).

Gambar 20 Dinamika tingkatan trophic pada perairan terumbu karang dengan dominasi tipe pertumbuhan karang berbeda yaitu karang bercabang (ACB), karang berlembar (CF) dan karang masif (CM) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Madduppa et al. 2012a)

Ekologi

37

38

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

b) Nocturnal Planktivores: Pemangsa plankton pada malam hari misalnya dari famili Holocentridae (squirrelfishes & soldierfish), Priachanthidae (bigeyes), dan Apogonidae (cardinalfish). 2.

Herbivor: golongan ikan pemakan tumbuhan misalnya dari famili Acanthuridae (surgeonfish), Scaridae (parrotfish), dan Siganidae (rabbitfish).

3.

Omnivor: golongan ikan pemakan hewan dan tumbuhan, namun komposisinya tergantung dari jenis ikannya, misalnya dari famili Balistidae (triggerfish).

4.

Piscivor: golongan ikan yang memangsa ikan lainnya yang biasanya dilakukan oleh ikan besar seperti Serranidae (groupers) yang survive dengan memakan ikan lain. Sebagian besar kelompok ikan ini menjadi lebih aktif pada saat fajar atau petang pada saat pergantian siang-malam.

5.

Koralivor: golongan ikan yang secara khusus memangsa hewan karang (koral), misalnya dari famili Chaetodontidae, Balistidae, dan Tetraodontidae. Sehingga anggota dari famili banyak yang diusulkan menjadi bioindikator untuk ekosistem terumbu karang, karena ikatannya yang sangat kuat dengan terumbu karang.

Chaetodontidae hidup dekat dengan substrat dan makan secara diurnal. Terdapat lima kategori pemangsaan ikan kepe-kepe yaitu pemangsa karang batu (hard coral feeder), invertebrata sesil termasuk polip karang (invertebrate sesile feeder), invertebrata bentik, omnivor, dan planktivor (umumnya zooplankton) (Nontji 1993; Fishbase 2005). Kebiasaan makan ikan kepe-kepe bervariasi sesuai dengan wilayah geografis. Di Great Barrier Reef sekitar 80% bersifat koralivor, Samudera Hindia bagian barat 72% sedangkan di Hawaii kurang dari 60% bersifat koralivor (Fishbase 2005).

Ekologi

39

Ikan kepe-kepe biasanya ditemukan secara individual, berpasangan, atau dalam kelompok kecil (Nontji 1993). Sumber makanan merupakan faktor penentu utama yang membedakan kehidupan sosial dan sistem pertemanan diantara ikan kepe-kepe. Ikan koralivor umumnya ditemukan berpasangan sedangkan ikan planktivor biasanya ditemukan berkelompok (Fishbase 2005; Nontji 1993). A

B

C

D

Gambar 21 Beberapa jenis nematokis (A-D) yang ditemukan dalam isi perut ikan kepe strip delapan (Chaetodon octofasciatus) (bar = 10 µm) yang mengindikasikan ikan ini sebagai pemakan koral (Madduppa 2006)

Terdapat tiga macam tipe nematokis berdasarkan fungsinya yaitu (Suwignyo et al. 2005): a.

Perekat (glutinant, isorhiza): mempunyai pipa halus yang ujungnya terbuka dan menghasilkan bahan perekat sebagai pertahanan diri dan untuk melekatkan diri ke substrat.

40

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

b.

Penggulung (volvent, demoneme): berukuran kecil dan berfungsi untuk menggulung mangsa, berbentuk seperti tali lasso.

c.

Penusuk (penetrant, stenotele): berukuran besar agak bulat mengandung 3 buah duri besar dan 3 deret duri-duri kecil, dan berfungsi untuk menyuntikkan racun ke dalam tubuh mangsa

Nematokis dibagi menjadi 9 tipe berdasarkan bentuknya yaitu: 1.

Atrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang bulat tanpa dasar (basal shaft) atau senapan (barbs).

2.

Basitrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang bulat tetapi sudah mempunyai senapan (barbs) pada dasar.

3.

Holotrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh nondifferensial basal shaft dan sebuah senapan (barb) disepanjang tubuhnya.

4.

Macrobasic amastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang bulat memanjang dan terdapat senapan di ujungnya.

5.

Microbasic amastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang membulat panjang namun kecil dan hanya terdapat senapan di ujungnya.

6.

Microbasic b-mastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang membulat dan berongga, tetapi pemisah antara rongga dan tabung tubule tidak ada tanda yang jelas.

7.

Microbasic p-mastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang membulat dan mempunyai sebuah rongga dan tabung, pemisah antara rongga senapan dan tabung terlihat dengan jelas.

8.

Spirocyst: tipe cnidae yang didefinisikan oleh bentuknya yang panjang, spriral, tidak menyengat dan membulat.

Ekologi

9.

41

Heterotrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuk tubuhnya yang panjang membulat dengan garis-garis melintang ditubuhnya.

2.4.2 Analisis makanan dan kebiasaan makan Untuk menguji tingkah laku pemangsaan (feeding behaviour) maka perlu dilakukan analisa makanan dan kebiasaan makan (food and feeding habit) yang menjadi target uji coba. Sehingga dari hasil analisa ini akan didapatkan data biologi berupa jenis makanan yang dimangsa oleh ikan. Analisa makanan dan kebiasaan makan ikan dilakukan melalui pengamatan isi usus ikan tersebut. Dengan mempelajari kebiasaan makanan ikan atau tabiat makanan ikan pada dasarnya adalah untuk mengetahui kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Sehingga dapat menentukan nilai gizi alamiah ikan serta melihat juga hubungan ekologis dalam trophic level. Prinsip yang kemudian dikembangkan adalah dengan mengidentifikasi pencernaan (makanan yang telah dimakan oleh ikan). Dengan mengetahui jenis dan jumlah makanan ikan, maka dapat disusun urutan kebiasaan makanan ikan. Urutan makanan tersebut adalah makanan utama (makanan yang dimanfaatkan dalam jumlah besar), makanan pelengkap (makanan yang ditemukan dalam pencernaan dalam jumlah sedikit), makanan tambahan (jenis makanan dalam jumlah yang sangat sedikit), dan makanan pengganti (makanan yang dikonsumsi jika makanan utama tidak ada). Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah: (1) Persiapan ikan: Kegiatan ini meliputi pengambilan/ penangkapan ikan ini di lapangan dengan mengikuti nelayan. Kegiatan persiapan ini sangat penting artinya karena berkaitan

42

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

dengan sampel usus yang akan diidentifikasi. Setelah ikan ini tertangkap oleh jaring nelayan, maka langsung dilakukan pembedahan terhadap ikan tersebut kemudian ususnya diambil dan diawetkan. Tindakan ini diambil agar ikan ini tidak melakukan proses pencernaan, sehingga sampel makanan yang diidentifikasi dapat lebih akurat. Usus ikan ini ditempatkan pada botol sampel. (2) Proses identifikasi, mengikuti prosedur berikut (Andi et al. 2005) yaitu sampel usus ikan dibersihkan dari bahan pengawet, isi usus dikerik, usus dipisahkan dengan daging usus, isi usus diencerkan sekitar 20 ml air murni, proses pengamatan di bawah mikroskop dengan mengambil satu tetes dari usus yang sudah diencerkan tersebut, pengamatan dilakakukan dengan 3 x ulangan dengan 3 strip lapang pandang, dan jenis makanan diidentifikasi dan jumlah organisme dicatat. Untuk metode analisa data makanan dan kebiasaan makan menggunakan dua metode yaitu metode jumlah dan metode frekuensi kejadian. Metode Jumlah dilakukan dengan cara menghitung organisme yang ada di usus satu per satu, kemudian individu/organisme yang ditemukan dibandingkan dengan lainnya. Jumlah individu yang relatif kecil dengan ukuran besar belum tentu merupakan makanan utama. Metode Frekuensi Kejadiandilakukan dengan cara mencatat jumlah ikan yang ususnya kososng dan mencatat keberadaan organisme pada masing-masing ikan yang ususnya berisi. Metode ini tidak bisa memperlihatkan kuantitas makanan yang dimakan serta makanan yang tidak dicerna sehingga metode ini hanya dipakai untuk melihat makanan secara fisik saja. Untuk analisa data makanan dan kebiasaan makan dengan menghitung kelimpahan jenis makanan dengan rumus:

Ekologi

43

N = (Vs/Vcg) x (Lcg/Ls) x n Keterangan : N

= Jumlah total dugaan individu jenis ke-i dari ikan ke-i

n

= jumlah individu jenis ke-i yang ditemukan pada contoh

Vs = Volume pengenceran sampel (20 ml) Vcg = volume tetes pada cover glass (1 tetes ~ 0,06 ml) Lcg = Luas cover glass (18 x 18 mm) Ls = Luas strip (1,8 x 22 mm) Tabel 2 Daftar beberapa spesies ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) beserta tipe kebiasaan makannya (OC=Obligate corralivores, FC=Facultative corralivores) No. Spesies Ikan

OC

FC

Referensi

1

Chaetodon andamanensis

+

2

Chaetodon auriga

3

Chaetodon baronessa

+

Fishbase (2005)

4

Chaetodon bennetti

+

Fishbase (2005)

5

Chaetodon citrinellus

+

Fishbase (2005)

6

Chaetodon collare

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

7

Chaetodon decussatus

8

Chaetodon ephippium

+

Fishbase (2005)

9

Chaetodon kleinii

+

Fishbase (2005)

10

Chaetodon lunula

+

Fishbase (2005)

11

Chaetodon paucifasciatus

+

Fishbase (2005)

12

Chaetodon plebeius

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

13

Chaetodon rafflesii

14

Chaetodon striatus

+

Fishbase (2005)

15

Chaetodon trifascialis

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

16

Chaetodon trifasciatus

+

Yusuf & Ali (2004), Reese (1977)

17

Chaetodon aureofasciatus

+

Fishbase (2005)

Fishbase (2005) +

+

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

44

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Tabel 2 Daftar beberapa spesies ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) beserta tipe kebiasaan makannya (OC=Obligate corralivores, FC=Facultative corralivores) (lanjutan) No. Spesies Ikan

OC

FC

Referensi

18

Chaetodon austriacus

+

19

Chaetodon lineolatus

20

Chaetodon melannotus

+

Fishbase (2005)

21

Chaetodon multicinctus

+

Reese (1977), Fishbase (2005)

22

Chaetodon octofasciatus

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

23

Chaetodon ornatissimus

+

Reese (1977), Fishbase (2005)

24

Chaetodon punctatofasciatus +

Reese (1977), Fishbase (2005)

25

Chaetodon quadrimaculatus

+

Reese (1977), Fishbase (2005)

26

Chaetodon reticulatus

+

Reese (1977), Fishbase (2005)

27

Chaetodon triangulum

28

Chaetodon unimaculatus

+

Reese (1977), Fishbase (2005)

29

Chaetodon vagabundus

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

30

Chelmon rostratum

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

31

Coradian altivelis

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

32

Coradion chrysozonus

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

33

Heniochus acuminatus

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

34

Heniochus plurotaenia

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

35

Heniochus singularis

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

36

Megaprotodon striangulus

+

Reese (1977), Fishbase (2005)

Fishbase (2005) +

+

Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

Yusuf & Ali (2004), Reese (1977)

2.5 Tingkah laku sosial 2.5.1 Kekuasaan wilayah Ikan mempunyai daerah wilayah kekuasaan yang luasannya berbeda antara jenis. Wilayah kekuasaan berguna untuk melawan pesaing dan pengganggu yang tidak diinginkan. Penjagaan daerah bervariasi tergantung dari tingkah lakuikan. Kekuasaan wilayah bisa

Ekologi

45

permanen, seperti lubang goby atau liang moray di karang. Ikan herbivora seperti famili Pomacentridae sangat galak dan protektif pada daerah pencari makanannya. Beberapa ikan lain sangat melindungi daerah pemijahan dan sarangnya. Ada beberapa tanda yang bisa dikenali apabila ikan merasa terganggu dan daerahnya dimasuki. Awalnya ikan tersebut akan meregangkan sirip dan juga penutup insangnya lebih tegang dan terbuka. Jika ini gagal untuk menakuti, mereka akan melakukan gerakan menakjubkan dan kadang mengeluarkan suara peringatan tertentu. Sebagai usaha terakhir, mereka akan mendekati dan mengusir penyusup tersebut dengan cara menyerang atau menggigit.

Gambar 22. Gobi (Cryptocentrus cinctus) memunculkan bagian kepala di mulut lubang untuk menjaga lubang sebagai daerah kekuasaannya dan sebagai tempat berlindung (kiri atas)Ikan gobi (Pteleotris hanae), berpasangan menjaga lubang daerah kekuasaannya juga berjaga dari serangan predator (kiri bawah)Ikan kakaktua (Scaridae) pada malam hari akan membentuk mucus untuk melindungi saat ikan ini tidur (kanan)

46

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

2.5.2 Warna sebagai identitas sosial Ekosistem terumbu karang dipadati oleh berbagai jenis organisme dengan jumlah dan jenis yang sangat tinggi. Oleh karena itu interaksi antara ikan sangat sering dan penting bagi ikan tersebut untuk merespon dengan benar. Tidak hanya pada manusia yang selalu mencari trend warna di setiap awal tahun. Jauh sebelum itu, ikan sudah mem-proklamir-kan diri dengan berbagai jelmaan warna pada tubuhnya. Namun pada ikan, trend warna mempunyai fungsi khusus dan merupakan bagian dari tingkah laku. Terlepas dari fisiologi, kajian mengenai fungsi warna pada ikan berkembang secara pesat pada saat ini. Telah dipahami dan diklasifikasikan, pewarnaan pada tubuh ikan dikelompokkan menjadi tiga kategori umum berdasarkan fungsinya yakni kamuflase, ‘menjual diri’, dan sebagai topeng (mimikri) (http:// www.wetwebmedia.com/~/coloration.htm).

Kamuflase Tipe pewarnaan ini merupakan yang paling banyak dipakai oleh ikan dan tergolong sangat penting. Banyak dipakai oleh ikan untuk menghindar dari berbagai macam predator yang siap untuk memangsa. Kamuflase bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya counter-shading (mencocokan pantulan dari bawah dan atas dengan ambien refleksi), berwarna yang tidak biasa dan aneh khususnya pada ikan laut dalam, adanya penandaan warna pada tubuh (misalnya pada ikan Kepe-kepe yang banyak mempunyai bulatan hitam pada tubuhnya untuk mengelabui mangsa) dan ada juga yang tubuhnya transparan.

Ekologi

47

Gambar 23 Kamuflase pada ikan Solenostomus sp., Ghost pipefish (Foto: Beginer Subhan)

Menjual diri Sistem “menjual diri” adalah fungsi lain warna dan perubahan warna pada ikan. Di dalam dunia air yang sudah padat dengan berbagai macam makhluk, ‘menjual diri’ merupakan salah satu strategi untuk menjaga eksistensi, identitas dan juga mencari pasangan. Pengenalan dari warga dalam lautan adalah fungsi yang sangat penting dari pewarnaan. Pola dan warna sering digunakan dalam berbagai jenis periklanan diri.

Mimikri Mimikri merupakan tipe umum ketiga fungsi dari pewarnaan dan perubahannya oleh ikan, dalam rangka pertahanan diri atau bertahan. Beberapa jenis ikan menggunakan penampakan (atau tingkah laku) dari spesies lainnya untuk mempertahankan diri dan atau sekaligus memangsa.

48

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Ikan diurnal atau yang aktif di siang hari dan hidup di perairan dangkal yang jernih dan kaya dengan cahaya matahari akan mempunyai penglihatan warna yang baik. Banyak ikan di daerah ini memiliki warna yang terang dan cerah sehingga dapat dilihat pada jarak jauh, misalnya ikan kepe kepe dapat dengan segera membedakan jenisnya dan yang lain di sekelilingnya. Warna juga dapat menjadi tanda yang signifikan untuk beberapa ikan pada saat proses pemijahan. Ada yang memperjelas warna dari jantan dan mengisyaratkan siap untuk kawin. Ritual yang kompleks dalam mencari pasangan mempunyai Gambar 24 Ikan (Thalassoma tanda warna yang mencolok mata lutescens) memiliki kemampuan biasanya pada sirip, untuk menarik untuk mengenaliwarna dan betina. Warna bisa juga melabeli membagi daerah kekuasaan ikan bahwa ikan tersebut tidak dengan sesama jenisnya baik untuk dimakan. Ikan karang dengan penglihatan yang tinggi perlu sesuatu untuk bertahan melawan predator, dan banyak dari mereka mempunyai duri sirip yang terbentuk dengan baik. Beberapa dipersenjatai dengan razor seperti pisau tajam (surgeonfish) atau beracun (pufferfihes). Tidak semua ikan karang berwarna cerah/terang, seperti Drabfishes.

Ekologi

49

2.5.3 Hubungan kerjasama Tidak semua hubungan antar spesies yang berbeda adalah kompetitif. Beberapa menguntungkan untuk satu atau kedua partisipan, seperti simbiosis antara anemonfishes dan sea anemones, atau udang dengan goby yang saling membagi tempat tinggal. Kerjasama yang lama/temporal sangat banyak dan bervariasi di terumbu karang. Satu yang kebanyakan ikan karang tidak dapat tinggalkan adalah hubungan dengan pembersih (cleaners) seperti sejumlah kecil Indo-Pasific wrasses dan Caribean gobies dan juga beberapa udang, mereka membentuk pelayanan yang berguna dengan memakan parasit eksternal dan kulit yang mati atau kena penyakit. Simbiosis antara ikan badut dengan anemon laut: Ikan anemon umumnya dikenal sebagai ikan badut atau ikan giru, bahkan ikan semakin dikenal sebagai ikan Nemo setelah film animasi ‘Finding Nemo’ pada tahun 2003. Ikan ini termasuk kedalam famili Pomacentridae yang berasosiasi dengan anemon laut. Meski ada beberapa jenis ikan yang tinggal dengan anemon (misalnya Dascyllus spp.), namun ikan giru yang paling dikenal. Anemon dapat hidup tanpa adanya ikan badut, namun di

Gambar 25 Ikan anemon atau sering disebut sebagai ikan badut (Premnas biaculeatus), hidup diantara tentakel anemon yang mematikan bagi ikan lain

50

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

alam ikan giru sangat bergantung pada perlindungan tentakel penyengat dari anemon laut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hubungan simbiosis ini sangat mempengaruhi vitalitas dari anemon dan ikannya (pengamatan di laboratorium). Selain itu, ada beberapa keuntungan kerjasama lainnya, seperti contohnya ikan badut mengusir ikan kepe-kepe (Butterflyfishes) yang ingin makan tentakel anemon, dan ikan giru membantu membersihkan kotoran dan parasit dari anemon. Ikan badut tidak tersengat oleh sel penyengat (nematocysts) anemon karena mereka terlindungi oleh lapisan mucus. Substansi mucus bekerja dengan cara yang sama pada perlindungan anemon itu sendiri bila dia tersengat oleh penyengatnya sendiri. Teori yang popular adalah ikan badut mendapatkan mucus dari anemon saat tubuhnya tersapu tentakel. Alternatif dugaan adalah imunitas ikan badut adalah adaptasi dari mucus ikan sendiri. Pada sisi lain penelitian memperlihatkan bahwa ikan perlu sering berinteraksi dengan anemon dan dapat tersengat bila berpisah lama dengan anemon. Stasiun Pembersih: Ada beberapa ikan terumbu yang mempunyai aktivitas makan yang tidak hanya mencari dan mendapatkan sumber makanan akan tetapi juga memberikan pelayanan yang penting kepada ikan lainnya. Ikan pembersih seperti Labroides dimidiatus dan sejumlah spesies lain mengambil parasit ikan lain dan memindahkan kulit yang mati dan terinfeksi dari sekitar luka. Teritori mereka mencakup satu atau lebih individu dimana daerahnya dikunjungi oleh ikanikan yang perlu perawatan atau penanganan, kemudian dikenal sebagai stasiun pembersih.

Ekologi

Perairan terumbu karang Kepulauan Seribu yang dangkal punya sejumlah stasiun dimana ikan dari berbagai ukuran dan bentuk dapat dilihat sedang mengantri menunggu gilirannya untuk dibersihkan. Ikan pembersih cukup kecil untuk dapat menangani insang dan masuk ke dalam mulut pasiennya yang lebih besar. Kombinasi dari garis tubuh dan warna serta kebiasaan renang membuat para ikan pembersih ini dikenali dan dihargai serta tidak pernah dimakan oleh pelanggannya.

51

Gambar 26 Ikan pembersih (Labrodies dimidiatus) menyediakan jasa pembersih bagi ikan surgeon yang mengambang diam beberapa saat pada waktu proses pembersihan berlangsung

2.5.4 Tingkah Laku makan Tingkah laku makan ikan terumbu mempunyai karakteristik tersendiri di dalam ekosistem terumbu karang. Misalnya, ikan terumbu Ikan kakaktua (Parrotfish), Ikan butana (surgeonfish), dan beberapa ikan mayor lainnya (misalnya damselfish) yang memakan alga, memberikan kontribusi pada terumbu karang dengan membersihkan permukaan baru yang dapat digunakan oleh binatang yang berkoloni. Tingkah laku pemangsaan ikan terumbu lebih banyak terjadi di siang hari (diurnal). Ikan pemakan daging (karnivor) yang punya pergerakan lebih aktif kadang menunggu sampai saat senja untuk menangkap mangsanya pada saat mencari tempat untuk istirahat. Cumi-cumi (Squid), sotong (Cuttlefish), gurita (Octopus) dan kepiting

52

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

merupakan mangsa utama bagi ikan berukuran besar di terumbu karang.

Gambar 27 Ikan Moray (Gymnothorax javanicus), menggunakan terumbu karang sebagai tempat bersembunyi dan menunggu mangsa, ia akan menangkap mangsa yang melewati atau mendekati lubang persembunyiannya dengan satu sergapan

Strategi menangkap mangsanya bervariasi, misalnya ikan kerondong (Moray) dan ikan kerapu menunggu di dekat tempat peristirahatannya di batu karang dan menangkap mangsanya saat mereka lewat di depannya, sedangkan Hiu dan Tuna melakukan pengejaran dengan kecepatan tinggi untuk menangkap korbannya. Ikan-ikan yang memakan plankton beradaptasi dengan bentuk streamline dengan ekor bercabang. Bentuk ini menyebabkan mereka dapat berenang dengan kuat saat menemui mangsa ataupun pemangsa. Mereka mencari makan plankton yang banyak terdapat di kolom poerairan di atas terumbu dimana rentan oleh predator dan arus. Ikan-ikan ini cenderung berkelompok dalam jumlah besar untuk keamanan saat kegiatan makan, dan semuanya langsung membentuk panah kearah tempat peristirahatan bila ada pemangsa datang.

2.6. Ikan berbahaya di terumbu karang Dalam suatu lingkungan yang didominasi oleh predator, perlindungan diri sangatlah penting dimiliki oleh penghuni karang. Para ilmuwan telah menemukan berbagai strategi perlindungan.

53

Ekologi

Strategi dan sistem perlindungan diri dari hewan dengan melakukan simbiosis dengan hewan lain, melakukan kamuflase (mimikri), atau melengkapi dirinya dengan berbagai senjata (misalnya sirip tajam) dan racun atau bisa.

B

A

C

D

Gambar 28 Beberapa hewan laut yang berbahaya (a).Ular laut memiliki i bisa yang sangat mematikan, akan menyerang apabila mendapatkan r ganguan. (b).a Ikan pari famili (Dasyatidae) memiliki duri seperti pisau pada ekor yang dapat menyebabkan luka yang cukup serius (c.) Ikan lepu batu famili (Synanceiidae) memiliki racun yang mematikan terdapat pada duri sirip dorsal. (d) Ikan lepu ayam famili (Scorpaienidae) memiliki racun pada siripnya

Hewan laut yang berbisa adalah yang mampu menghasilkan racun atau menimbulkan racun dengan gigitan atau sengatan. Sebagian besar hewan laut telah berevolusi untuk menggunakan racun untuk perlindungan diri sendiri, bukan untuk berburu, meskipun beberapa spesies yang menggunakan racun untuk memadamkan mangsanya. Sebagai contoh hewan laut yang dapt diklasifikasikan sebagai hewan beracun adalah ubur-ubur, anemone, ikan pari, ular laut, kerang laut, karang api, ikan lepu ayam, dan ikan lepu batu.

54

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Dalam hampir semua kasus keracunan, racun mengganggu selaput saraf dan menghambat perjalanan impuls saraf. Gejala fisik dapat dirasakan seperti mual, pusing, kelemahan, atau muntah, tapi keracunan parah dapat mengakibatkan pada kelumpuhan dan bahkan kematian. Namun, racun dari hewan laut dapat menjadi penting dalam pengobatan penyakit manusia. Dimungkinkan untuk menggunakan toksin tertentu untuk mengobati penyakit pendengaran, masalah usus, infeksi, tumor, dan penyakit lain. Sebenarnya binatang yang berukuran kecil lebih banyak yang benar-benar memberikan ancaman bagi korban yang selamat daripada binatang yang berukuran besar. Untuk mengkompensasi ukuran mereka, alam telah memberikan banyak senjata hewan kecil seperti taring dan sengatan untuk membela diri. Setiap tahun, hanya sedikit orang yang digigit oleh ikan hiu, diserang oleh buaya, dan diserang oleh beruang. Sebagian besar insiden tersebut karena kesalahan korban. Namun, setiap tahun lebih banyak korban meninggal akibat gigitan oleh ular berbisa, yang ukurannya relatif kecil dibandingkan dengan hewan berbahaya yang besar. Bahkan lebih banyak korban lagi yang meninggal karena reaksi alergi sengatan dari lebah atau ikan lepu. Untuk alasan ini, kita harus lebih banyak memperhatikan hewan-hewan yang lebih kecil dan yang lebih berpontesi makhluk berbahaya. Karena di dalam ekosistem terumbu karang, lebih banyak biota-biota yang berukuran kecil namun sangat berbahaya, yang bersembunyi atau berkamuflase di relung-relung terumbu, tanpa kita sadari dan tanpa diketahui. Untuk itu, sangat penting untuk menjaga tingkat kewaspadaan akan lingkungan sekeliling, sehingga akan membuat Anda tetap hidup, dengan menggunakan beberapa prosedur keselamatan sederhana. Jangan biarkan rasa ingin tahu dan kecerobohan membunuh atau melukai Anda.

Ekologi

55

Di ekosistem terumbu karang terdapat beberapa kelompok ikan karang berbahaya. Mereka digolongkan kedalam 5 (lima) kategori, yaitu: (1) Menggigit (Animal that bite) seperti Hiu, Barracuda, ular laut, razorfishes, triggerfishes; (2) Menyengat (Stinging scorpionfishes;

fish)

seperti

Stingrays,

dan

(3) Membakar (Animal that “burn”) seperti Jellyfish dan hydroid; (4) Menusuk (Pricks and cuts) seperti bulu babi dan bulu seribu dan (5) Beracun (poisonous) yaitu: a) secara alami mempunyai racun di mucus external/ organ dalam, seperti: puffer fishes, porcupine fishes, box fishes dan b) mendapatkan zat-zat racun selama siklus hidupnya dengan meng-akumulasi dinoflagellata yang hidup di karang mati atau di antara alga

24

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gambar 13 Variasi warna pada ikan yang spesiesnya sama:(atas) Freckled Hawkfish (Paracirrhites forstei), dan (bawah) Eightbanded butterflyfish (Chaetodon octofasciatus). Apakah mereka sebenarnya berbeda spesies? 14

Penurunan variasi genetik sehubungan dengan kondisi demografik bottlenecks di populasi alam menjadi perhatian yang besar dikalangan conservation biologists (Hedrick and Miller,1992; Lacy,1997). Hal ini berdasarkan teori genetika populasi yang memprediksi fitness individu yang rendah dan kemampuan adapati rendah sebagai konsekuensi berkurangnya variasi genetika (Lande, 1988). Banyak faktor yang mempengaruhi kepunahan dari suatu spesies termasuk hilangnya habitat, eksploitasi habitat, ketidakstabilan populasi, perkawinan sedarah, dan faktor genetik lainnya (Lande, 1988). Data genetika molecular dapat diaplikasikan secara luas untuk idenfitikasi populasi dan unit konservasi pada organisme laut. Tetapi, integrasi informasi genetik menjadi manajemen aktual masih sangat rendah, dan penjabaran secara eksplisit dan kuantitaif dari data genetik kedalam model perikanan masih sangat jarang.

3 Biosistematika 3.1 Pengertian Sistematika dan Taksonomi Sistematika dalam ilmu hewan (zoologi) dibagi menjadi tiga tujuan utama yaitu untuk mencari semua spesies hewan, merekonstruksi hubungan evolusi, dan mengklasifikasikan hewan berdasarkan hubungan evolusinya. Sistematik mempunyai hubungan yang sangat luas dengan evolusi, ekologi, genetika, tingkah laku (behaviour), dan fisiologi komparatif yang tidak diperlukan dalam taksonomi. Sekitar 1,7 juta spesies yang sudah dinamai sejak masa Linnaeus. Akan tetapi, jumlah tersebut diperkirakan masih sekitar 10% dari biota dunia yang sudah di deskripsikan sampai saat ini. Oleh karena itu, masih panjang perjalanan untuk melakukan pengidentifikasian seluruh organisme yang ada di bumi, khususnya di lautan.

58

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Sistematika berasal dari kata latin ‘Systema’ dan dapat didefinisikan sebagai pengklasifikasian makhluk hidup kedalam kelompok hirarki yang memperlihatkan hubungan filogenetiknya. Dengan kata lain, ilmu ini mempelajari tentang penyusunan nama spesies kedalam suatu aturan yang merefleksikan hubungan evolusi mereka. Sistematik merupakan bagian dari biologi yang berhubungan dengan mahluk hidup: keanekaragaman dan keterkaitan antar mahluk hidup, baik yang masih ada sekarang (neontology) atau mahluk purba/yang sudah punah (palaeontology). Taksonomi merupakan bagian sistematik dan termasuk klasifikasi yang menganut konsep dasar sistematik. Sedangkan sistematik termasuk keduanya, taksonomi dan filogeni (Kapoor 1998). Wägele (2005) secara teoritis terminologi taxonomy dan sistematik bisa dianggap sinonim, namun dalam prakteknya ada perbedaan yang jelas, taksonomis dan sistematis dapat melakukan analisis yg berbeda. Sistematikawan mencari sistem filogenetik, tetapi mereka tidak perlu harus memperoleh pengetahuan khusus pada perbedaan, validitas nama yang tepat, dan jumlah spesies yang dikenal. Sistematikawan mempelajari filogeni taksa supraspesifik tetapi tidak dapat mengidentifikasi spesies baru. Padian (1999) menyatakan, sistematik dapat dilihat sebagai filosofi dari organisasi alam, taksonomi sebagai pemakaian data organik yang dipandu oleh prinsip-prinsip sistematik, dan klasifikasi sebagai tabel atau hirarki hasil akhir dari aktivitas sistematik dan taksonomi.

3.2 Sistematika ikan Sistematika ikan termasuk fauna lainnya akan mengikuti aturan penamaan organisme ‘The International Code for Binomial Nomenclature’. Semua nama harus disetujui oleh Kongres Penamaan Internasional atau Kongres Zoologi Internasional. Hal

Biosistematika

59

ini untuk menghindari adanya duplikasi nama dari organisme. Akan tetapi, meskipun sudah ada aturan tersebut tetap saja masih ditemukan kasus serupa. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan komunikasi dan sistem data base. Sistem klasifikasi ikan menggunakan nomenklatur binomial yaitu sistem penamaan dua nama untuk penulisan nama ilmiah. Nama genus dan spesies berasal dari bahasa latin atau yunani yang dicetak miring atau digaris bawahi. Secara formal penulisan ilmiah harus mencantumkan bagian ketiga yaitu pihak autoritas (penemu). Nama penemu ini tidak digaris bawahi atau dicetak miring. Autoritas ditulis dengan singkatan dari nama belakang dari orang yang bertanggung jawab terhadap penamaan organisme tersebut. Box 2. SISTEM KLASIFIKASI Berdasarkan tingkat sistematikanya pada umumnya ikan karang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Ordo : Perciformes Famili : Chaetodontidae Genus : Chaetodon Spesies : Chaetodon octofasciatus

3.3 Taksonomi molekuler ‘DNA Barcoding’ Deoxyribose Nukleic Acid (DNA ) merupakan unit terkecil di dalam sel yang berisi sifat keturunan suatu makhluk hidup dan dapat di temukan pada nukleus (DNA inti) dan organel-organel dalam sitoplasma (DNA mitokondria) (Schwagele, 2005). Penggunaan DNA

60

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

sebagai ciri suatu spesies memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih termostabil dari pada protein, lebih sensitif, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor pertumbuhan serta hampir semua jaringan dapat digunakan sebagai sumber material genetik (Teletchea et al, 2005). Perkembangan dunia taksonomi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini sudah dikenal DNA barcoding yang merupakan metode taksonomi terkini dan kadang juga disebut taksonomi molekuler yang berguna untuk mengidentifikasi spesies. DNA barcoding adalah teknik untuk karakteristik spesies organisme menggunakan urutan DNA pendek yang sudah distandarisasi dan disepakati posisinya dalam genom. Sekuen DNA barcode relatif sangat pendek terhadap seluruh genom dan mereka dapat diperoleh cukup cepat dan murah. Marka mitokondria sitokrom oksidase subunit 1 (COI) muncul sebagai wilayah barcode standar untuk hewan tingkat tinggi. Namun demikian, penggunaan DNA barcoding ini masih terus berkembang dan masih diperdebatkan kegunaannya. Kelebihan yang dimiliki oleh gen COI adalah memiliki tingkat keragaman yang tinggi sehingga dapat mengidentifikasi spesies dengan tingkat taksonomi yang luas, terdapat suatu kecocokan dari suatu perbedaan yang ada dalam ekspresi gen antar spesies, termasuk dengan sifat masing-masing gen COI dan gambaran analisis penyatuan DNA menunjukkan variasi dalam sejumlah nukleotida yang bertransis melewati gen COI dan penggabungannya terbatas hanya dengan tingkat keragaman DNA (Roe dan Sperling, 2007). Beberapa contoh untuk DNA Barcoding adalah identifikasi sirip hiu yang diperdagangkan di pelabuhan. Perdagangan ikan hiu umumnya hanya dalam bentuk sirip sehingga sulit untuk diidentifikasi secara konvensional. Oleh karena itu, taksonomi molekuler DNA barcoding dapat membantu proses identifikasi ini karena hanya membutuhkan sedikit jaringan tubuh dari ikan hiu tersebut.

Biosistematika

61

Gambar 29 Hubungan filogenetik pada ikan hiu yang didaratkan di Pelabuhan Cilacap (Kurniasih 2013)

62

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Kegunaan DNA barcoding selain untuk identifikasi adalah diantaranya untuk mengidentifikasi pola makan binatang berdasarkan isi perut atau kotoran. Kegiatan barcoding meliputi empat komponen yaitu spesimen, analisis laboratorium, database, dan data analisis.

4Studi Genetika dan Ekologi Ikan 4.1 Studi Genetika Kegiatan laboratorium dan analisis data termasuk ekstraksi DNA, amplifikasi PCR, dan elektroporesis, fragmen analisis, sekuensing, pengukuran dan koreksi alel, koreksi sekuens DNA, dan pengolahan data lainnya berdasarkan tujuan penelitian (Gambar 30).

64

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gambar 30 Diagram alir kerja laboratorium untuk marka microsatellite, termasuk isolasi DNA, amplifikasi microsatellite dengan generuler, dan pengukuran alel

4.1.1 Sampling dan preservasi Sampel jaringan untuk keperluan studi genetika pada ikan bisa diambil pada bagian ekor atau dagingnya, dan tidak membutuhkan bagian yang banyak. Pada ekor, beberapa bagian sirip ekor bisa digunting dan ikannya bisa dilepaskan kembali ke alamnya sehingga tidak perlu membunuhnya (lihat Gambar 31). Sebagai contoh, pengambilan sampel pada ikan badut (Madduppa 2012). Sedangkan untuk pengambilan sampel daging juga bisa dilakukan. Setiap sampel jaringan dimasukkan kedalam tabung sampelyang berisi ethanol 96% dengan mengisi beberapa informasi seperti spesies, ukuran, tanggal, lokasi, dan beberapa informasi lainnya yang dianggap perlu. Informasi tersebut juga harus dicatat di buku

Studi Genetika dan Ekologi Ika

65

laporan dan di dalam laptop. Sampel jaringan kemudian disimpan kedalam tempat penyimpanan pada suhu 4ºC sampai dilakukan ekstraksi DNA.

Gambar 31 Teknik pemotongansirip ekor ikan untuk keperluan isolasi DNA, teknik ini bisa diterapkan langsung di lapangan pada saat menyelam tanpa membunuh organisme yang akan dianalisa DNA nya

4.1.2 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA adalah prosedur umum memisahkan dan mengumpulkan DNA untuk analisis rekayasa genetika, forensik, bioinformatika, analisis asal usul, dan antropologi. Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan cell dan mengambil jaringan pada sampel, membuat ekstraksi secara murni serta melindungi DNA dari degradasi. Ektraksi DNA bisa menggunakan berbagai macam metode seperti Chelex 10%, CTAB ataupun menggunakan extraction kit dari berbagai merek perusahaan yang siap pakai seperti Qiagen dan NucleoSpin Tissue extraction kits from Macherey-Nagel (Germany). Teknik Chelex dikembangkan tahun 1991 dan hanya dapat digunakan untuk persiapan PCR. Meskipun memiliki keterbatasan, teknik ini unggul dalam hal cepat, murah dan efektif untuk ekstraksi DNA. Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah metode Chelex, yaitu dengan mengambil sekecil mungkin (kira-kira

66

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

sebesar titik) pada bagian tube feet daging hiu kemudian dimasukan kedalam larutan chelex 10%, dan divortex selama 15 detik lalu disentrifugasi selama 10—15 detik dan dipanaskan dalam hot block pada suhu 95oC selama 45 menit. Setelah pemanasan ini, sampel di vortex lagi selama 15 detik dan disentrifugasi selama beberapa detik untuk menjamin bahwa semua isi berada di dasar tabung mikrosentrifugasi. Tahap ekstraksi harus dalam keadaan steril dan selalu menggunakan Gloves untuk mencegah kontaminasi.

4.1.2 Elektroforesis Elektroforesis merupakan salah satu metode pemisahan senyawa kimia yang didasarkan pada laju pergerakan molekul dalam aliran listrik. Metode ini biasanya digunakan untuk tujuan analitik, tetapi dapat digunakan sebagai teknik preparasi untuk memurnikan molekul sebelum menggunakan metode lain untuk karakterisasi lanjut seperti spektrometri massa, PCR, kloning, pengurutan DNA atau imunobloting. Elektroforesis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya DNA dalam produk PCR kita. Hasil DNA ekstraksi ini bisa dimonitor kualitasnya dengan melakukan gel elektroporesis sebelum dilakukan PCR (Polymerase chain reaction). Namun, ada juga yang melakukan PCR tanpa melakukan gel elektroporesis terlebih dahulu. GeneRulerTM 1kb DNA Ladder Plus (Applied Biosystems) digunakan sebagai panjang acuan. Tahap awal dalam elektroforesis adalah membuat gel agarosa 10%, yaitu dengan mencampurkan 1 gram bubuk agarosa dengan 100 mL TBE 0,5X (Buffer) ke dalam tabung erlemenyer dan tambahkan 2 µL cyber green atau EtBr(sebagai pewarna molekul).

4.1.3 Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA atau PCR merupakan proses perbanyakan DNA dari suatu organisme target. Secara prinsip proses PCR diulang antara

Studi Genetika dan Ekologi Ika

67

20—30 kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tahapan bekerjanya PCR dalam satu siklus : 1.

Tahap peleburan (denaturasi). Pada tahap ini (berlansung pada suhu tinggi, 94—96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) untuk menghasilkan rantai tunggal DNA. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat bagi primer.

2.

Tahap penempelan (annealing). Dalam tahap ini suhu reaksi diturunkan sehingga primer dapat menempel pada cetakan DNA rantai tunggal. Primer menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Suhu pada tahap ini bergantung pada suhu leleh primer dan biasanya antara 50—64°C selama 20—40 detik.

3.

Tahap pemanjangan (ekstensi). Dalam tahap ini DNA polimerase memperpanjang rantai DNA primer yang komplemen dengan rantai cetakan DNA. Suhu pada tahap ini bergantung pada enzim DNA polimerase yang digunakan. Polimerase Taq mempunyai suhu optimum 70—74°C. Umumnya reaksi tahap ini menggunakan suhu 72°C.

Untuk kajian mikrosatelit menggunakan banyak primer. Sebaiknya seluruh primer yang tersedia diujicobakan ke organisme target dan pilih yang polimorfik. Biasanya paling sedikit 5 primer yang bagus untuk digunakan dalam studi genetika populasi. PCR mikrosatelit menggunakan volume total 25 μl yang berisi 2,5 μl 10x PCR buffer, 3 μl 25 mM MgCl2, 1 μl 2 mM each dNTP, 1 μl each 10 mM primer forward dan reverse, 0,1 μl (5 unit/μl) Taq polymerase (F100L Taq DNA), dan 1 μl (1—10 ng) genomic DNA. PCR dijalankan menggunakan mesin seperti Tprofessional Thermocycler (Biometra) dan a Mastercycler ep (Eppendorf). PCR mengikuti profil suhu diawali dengan94ºC selama 2 menit, dilanjutkan siklus sebanyak 30—40 kali pada kondisi 94ºC selama 30 detik tahap denaturasi,

68

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

50—65 ºC selama 30 detik tahap annealing (tergantung suhu optimal primer), dan 72ºC selama 1 menit tahap polymerisation, dan diakhiri 72ºC selama 2 menit.

4.1.4 Sekuensing DNA dan Analisis Fragmen Hasil PCR dikirim ke suatu perusahaan untuk dilakukan analisis fragmen untuk mikrosatelit, dan sekuensing untuk data mitokondria. Siklus pengurutan Nukleotida (Sequencing DNA) adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida yang terdapat dalam DNA. Urutan DNA berhubungan dengan informasi genetik turunan dalam nukleus (inti), plasmid, mitokondria, dan kloroplas yang membentuk dasar pengembangan semua makhluk hidup. Proses sequensing DNA menggunakan tabung microsentrifugasi yang memiliki 48 lubang, jadi untuk melakukan cycle sequencing kita harus memiliki minimal 24 DNA hasil EXO/SAP. Sebelum membuat mastermix, siapkan tabung microsentrifugasi (tabung berisi 48 lubang) dan beri label tabung tersebut. Buat dua campuran master sesuai dengan jumlah setiap sampel, abaikan cetakannya: Big dye 1 µL , primer (10 µM, stock =3,3 pmol) 0,33 µL, 5x buffer 1,5 µL, DNA cetakan( setelah SAP/EXO) 1—3 µL, dan tambahkan air hingga 10 µL. Satu campuran master akan memiliki primer jenis 1 dan lainnya akan memiliki primer jenis 2. Bila semua reagen telah ditambahkan, pipet MM1 naik turun beberapa kali. Bagi 9 µL campuran master kedalam tabung yang ditandai MM1. Bila telah selesai, ganti tip dan ulangi dengan MM2. Kemudian isikan 1 µL DNA hasil EXO/SAP pada masing-masing tabung.Perhatikan gelembung dalam tabung, bila ada gelembung lakukan sentrifugasi singkat. Setelah itu, masukan dalam thermo cycler dan jalankan program cycle sequencing, yaitu pada suhu 96°C selama 10 detik, 50°C selama 5 detik, 60°C selama 4 menit, dan lakukan pengulangan sebanyak 25 siklus.

Studi Genetika dan Ekologi Ika

69

Proses fragmen analisis dimulai dengan mempersiapkan hasil PCR. Kualitas tiap hasil PCR berbeda sehingga diperlukan untuk pencairan. Rasio pencairan ini tergantung dari kualitas yang dapat dilihat dari hasil band elektroporesis. Hasil PCR dicampur dengan DNA ladder sebagai ukuran referensi. Campuran untuk analisis fragmen ini kemudian dikirim ke suatu perusahaan. Hasil yang didapatkan dalam bentuk file dan menunjukkan nilai alel untuk masing-masing individu.

4.2. Monitoring Penelitian tentang estimasi kuantitatif ikan-ikan karang telah dilakukan selama bertahun-tahun di Great Barrier Reef (GBR) sebagian besar menggunakan sensus visual, dan saat ini juga dilakukan di Indonesia. Penelitian tersebut dilaksanakan oleh Australian Institute of Marine Science (AIMS) dan Great Barrier Reef Marine Park Authority (GBRMPA). Metode yang digunakan dan perubahan-perubahan metode yang dihasilkan selama dua kali workshop tentang penaksiran ikan karang dan pemantauan (monitoring) pada tahun 1978 dan 1979. Teknik visual sensus waktu itu dilaksanakan dan dikem-bangkan dengan sangat berhasil. Metode Visual sensus diadopsi dari the Long-term Monitoring Program (LTMP) untuk survey populasi ikan karang. Teknik Sensus Visual telah digunakan bertahun-tahun yang lalu untuk mengestimasi po-pulasi ikan karang dan hasilnya relatif akurat dan dengan biaya yang efisien (Sale 1980, Halford & Thompson 1994). Teknik ini ideal untuk digunakan untuk memantau kelimpahan ikan karang sehingga bisa diketahui tingkat komunitas ikan tanpa merusak ekosistem terumbu karang. Teknik ini juga diadopsi oleh berbagai lembaga atau perguruan tinggi dalam memantau kondisi populasi ikan-ikan di terumbu karang. Misalnya yang diterapkan oleh Fisheries Diving Club Institut Pertanian Bogor (FDC-IPB) dalam

70

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

memonitoring kondisi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu. Metode visual sensus dapat dilakukan dengan kombinasi dari transek menyinggung (Line intercept transect), dan transek quadrat (quadrat transect). Dengan bentuk pengamatan yang sederhana untuk visual sensus yang dilakukan oleh Observer, dilengkapi dengan alat SCUBA, menaksir kelimpahan ikan di area yang telah ditentukan (diatas transek). Kelemahan dari sensus visual adalah perbedaan antara observer satu dengan yang lain dalam perhitungan ikan, yang disebabkan oleh sifat ikan yang dinamis dan kompleksnya habitat yang ditempati. Selain itu, bias dari observer dalam menentukan jenis ikan di dalam air. Oleh karena itu, dalam pengambilan data sebaiknya dilakukan oleh dua orang yang dapat digunakan sebagai perbandingan.

Gambar 32 Penyelam menggulung transek garis setelah pengamatan berlangsung, transek garis digunakan sebagai pedoman daerah pengamatan pada survey ikan terumbu dan terumbu karang

Studi Genetika dan Ekologi Ika

71

Berikut ini diutarakan beberapa langkah dalam survey sensus visual ikan:

Rancangan Sampling Dalam pemilihan rancangan sampling sangat ditentukan oleh lokasi penelitian dan tujuan dari pencatatan data ikan karang itu dilakukan. Pemilihan site ini sangat penting misalnya pendataan dilakukan di rataan terumbu (reef flat), tubiran (reef crest) atau lereng terumbu (reef slope) sehingga diputuskan untuk memakai salah satu metode pendataan ikan. Khusus untuk di lereng terumbu (reef slope), transek biasanya dibentangkan antara kedalaman 3 dan 10 meter, atau disesuaikan dengan daerah penelitian. Pemasangan transek ini sebelumnya harus terlebih dulu di survey agar daerah yang diamati memiliki keterwakilan untuk daerah itu. Selain itu, perlu adanya pengulangan transek (replikasi), setidaknya 3 x 50 meter agar data yang didapatkan benar-benar mewakili daerah yang diamati.

Pengumpulan data Peralatan Peralatan yang umum digunakan dalam survey sensus visual adalah 2 set lengkap alat SCUBA, sabak, pensil, data sheet, roll meter (50 m atau 100 m), dan Geographical Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi. Personil Minimum 2 orang yang disarankan untuk melaksanakan metode ini. Satu orang yang memasang roll meter sepanjang 50 m atau 100 m, sedangkan yang satunya mengumpulkan data. Biasanya yang memasang transek adalah Orang Ikan (sebutan untuk pengambil data ikan karang).

72

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Prosedur Sampling -

Penentuan lokasi dengan snorkeling atau manta tow untuk mendapatkan area sampling yang mewakili daerah tersebut. Usahakan kapal agak jauh dari lokasi pengamatan agar ikan tidak terganggu sebelum sensus dimulai.

-

Dua penyelam masuk ke air. Penyelam pertama (Orang ikan) membawa sabak, pensil, dan rollmeter, sedangkan penyelam kedua (Orang karang) membawa pensil dan sabak.

-

Penyelam pertama memasang transek sepanjang 50 meter (INGAT!!! Sebaiknya ada replikasi transek, setiap transek biasanya 20 m, 25 m atau 30 m). Sementara transek dipasang, penyelam kedua mengambil data karang. Setelah transek terpasang, penyelam pertama kembali ke titik nol untuk menghitung/mengestimasi ikan dengan jarak pandangan 2,5 m ke kiri dan kanan. Setelah semua data diambil, penyelam kedua menggulung rollmeter.

(a)

(b)

Gambar 33 Penyelam pertama memasang transek garis (a) setelah itu kembali ke titik noluntuk memulai pencatatan ikan (b) (English et al. 1997)

Studi Genetika dan Ekologi Ika

73

Teknik sensus -

Sensus visual bertujuan untuk mencatat kelimpahan ikan yang melewati transek

-

Juvenil ikan tidak dicatat untuk teknik ini

-

Jika menjumpai schooling ikan yang melewati transek, maka estimasi dengan membagi empat

Ada beberapa tanda pada ikan yang dapat dijadikan sebagai ciri pada saat proses pendataan ikan secara langsung seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. (Allen et al. Buku hitam) Waktu sensus Untuk mengurangi keberagaman densitas ikan (tingkah laku ikan diurnal), hindari pengambilan data untuk terlalu pagi atau terlalu sore. Untuk ikan diurnal batasi pengambilan data antara jam 08.30 dan 17.00. Karena waktu sensus sangat berpengaruh terhadap jenis ikan. Data Pendukung Terumbu karang Stasiun Transek Tanggal dan Waktu Observer Pasut Awan Angin Kedalaman Visibility

Nama tempat/lokasi pengambilan data Stasiun pengambilan data Nomor transek harus dicantumkan, terutama data yang diambil dengan replikasi Tanggal dan durasi waktu pada saat sensus Nama orang pengambil data Pasang surut harus tercatat, apakah rendah, tinggi atau sedang pergantian Keawanan dihitung berdasarkan penutupannya di langit Kekuatan angin juga perlu dicatat Kedalaman transek harus dicatat Kecerahan/kekeruhan secara vertical dicatat dalam satuan meter

74

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Proses Identifikasi Ikan Tingkat kemahiran dalam mengidentifikasi ikan karang melalui berbagai tahap latihan lapangan dan semakin seringnya seorang observer melakukan pendataan ikan. Beberapa buku yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi ikan antara lain Randal et al. (1990), Allen (1999), dan Lieske & Myers (2001). Juga bisa menggunakan FISHBASE sebagai konfirmasi jenis ikan yang didapatkan beserta deskripsinya. Box #. Bagaimana menggunakan FISHBASE ? Proses identifikasi ikan terkadang memerlukan waktu yang lama, dan salah satu fasilitas online dalam proses tersebut adalah FishBase. FishBase merupakan database ikan dengan informasi yang diperlukan oleh para professional seperti ilmuwan riset, manajer perikanan, ilmuwan zoology, dan banyak lagi. FishBase yang tersedia di jejaring web berisi semua spesies yang sudah diketahui oleh ilmu pengetahuan. FishBase dikembangkan di the WorldFish Centerdengan kolaborasi the Food and Agriculture Organization of the United Nations ( FAO) dan banyak lagi reknanan lainnya, dan didukung oleh the European Commission ( EC). Sejak tahun 2001 FishBase didukung oleh sebuah konsorsium dari Sembilan insitusi riset. Fishbase beralamat www.fishbase. org Dari alamat website terlihat halaman depan seperti pada gambar. Disitu kita bias memasukan nama umum (common name) atau nama ilmiah (scientific name). Di kolom nama ilmiah ini, kita bisa memasukkan nama genus, species, atau langsung keduanya. Setelah itu kita tinggal menekan ‘search’ dan tidak lama kemudian muncul daftar ikan yang kita minta. Selanjutnya informasiinformasi lainnya dapat kita eksplorasi pada kolom setiap spesies yang kita teliti.

Studi Genetika dan Ekologi Ika

75

Manajemen Data Setelah pengambilan data di lapangan, data di sabak harus segera dipindahkan ke data sheet oleh observer. Data yang telah dipindahkan ke data sheet sebaiknya dipindahkan ke computer. Data yang telah dipindahkan dicek satu per satu. Lengkapi semua data tambahan ke data sheet. Print data asli kemudian cek kesalahan pemasukan data. Back-up data kedalam CD.

Analisis Data Untuk analisis data ikan karang setidaknya menggunakan tiga indeks komunitas seperti Indeks keanekaragaman (H’) Indeks keseragaman (E) dan indeks Dominasi (C). Indeks keanekaragaman (H’) menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing bentuk pertumbuhan/genus ikan dalam suatu komunitas habitat dasar/ikan (Odum 1971). Indeks keanekaragaman yang paling umum digunakan adalah indeks Shannon-Weaver (Odum 1971; Krebs 1985 in Magurran 1988) dengan rumus: H’= -∑ pi.ln pi Dimana H’ = indeks keanekaragaman; s = jumlah genus ikan karang; dan pi = proporsi jumlah individu pada spesies ikan. Kriteria bagi indeks keanekaragaman adalah jika H’ ≤1,0: keanekaragaman rendah; 1,0 < H' ≤ 3,0: sedang dan H' > 3,0: tinggi. Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. Rumus yang digunakan adalah (Odum 1971; Pulov 1969 in Magurran 1988): E = H’/Hmax

76

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Dengan: H’max = indeks keanekaragaman maksimum = ln S. Kisaran yang digunakan untuk indeks keseragaman adalah: 0,0 < E ≤ 0,5: komunitas tertekan; 0,5 < E ≤ 0,75: labil; dan 0,75 < E ≤ 1,0: stabil (Daget 1976).Nilai indeks keseragaman dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominasi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain. Dominasi suatu spesies yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau tertekan, rumusnya (Odum 1971; Simpson 1949 in Magurran 1988): C = ∑ p i2 Kisaran indeks dominansi dinyatakan sebagai berikut: 0,0 < C £ 0,5: dominansi rendah; 0,5 < C £ 0,75: sedang; dan 0,75 < C £ 1,0: tinggi.

5 Manusia dan Ikan 5.1 Status Terumbu Karang dan Ikan di Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pacific dan Indian), dimana kedua samudera ini terhubungkan oleh Arus Lintas Indonesia (Arlindo) (Wyrtky 1961). Kondisi ini membentuk lingkungan habitat yang disukai oleh berbagai organisme laut dan daratan (Tomascik et al. 1997). Dengan panjang pantai lebih dari 80.000 km mengelilingi lebih dari 17.000 pulau-pulau dan setiap pulau ini dikelilingi oleh terumbu karang dengan luas 85.707 km2, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar (Tomascik

78

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

et al. 1997) dan sebagai pusat keanekaragaman dunia (Myers et al 2000, Roberts et al. 2002, 2000, Allen 2008, Allen and Werner 2002). Beberapa studi sudah menunjukkan bahwa Indonesia dan perairan sekitarnya menjadi hotspot biodiversitas untuk terumbu karang (Hughes et al. 2002) dan ikan (Randall 1998).

Gambar 34 Peta Indonesia yang menunjukkan arah pergerakan Arus Lintas Indonesia dari samudera Pasifik menuju Samudera Hindia

Terumbu karang Indonesia dihuni oleh sekitar 590 spesies koral (Veron 2002) dan lebih dari 2.000 spesies ikan terumbu (Allen and Adrim 2003). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai pusat keanekaragaman terumbu karang di dunia, disebut sebagai segitiga terumbu karang (Coral Triangle). Sebagai tambahan, Indonesia dihuni oleh sekitar lima jenis penyu, 141 spesies timun laut, 87 spesies bulu babi, 87 spesies bintang laut, dan lebih dari 1.500 spesies moluska (Nontji 1993), dan mungkin data ini sudah bertambah seiring dengan semakin intensifnya proses pendataan dan pendeskripsian organisme di Indonesia.

Manusia dan Ikan

79

Indonesia mempunyai jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, dengan hamper 60 juta dari mereka tinggal di daerah pesisir dan bergantung pada sumberdaya pesisir dan lautan (Burke et al. 2011). Sementara Indonesia menjadi hotspot biodiversitas dunia dan menjajaga kehidupan jutaan orange, terumbu karang Indonesia juga merupakan yang paling terancam dari ancaman antropogenis dan fenomena alam lainnya (Burke et al. 2011). Sebagai contoh, praktek penangkapan yang merusak dan tidak berkelanjutan (Burke et al. 2011, Edinger et al. 1998, Yoshikawa and Asoh 2004, Pet-Soede et al. 2001, Fox et al. 2003), kerusakan dan polusi berbasis laut dan daratan (Burke et al. 2011, Edinger et al. 1998), pembangunan pesisir (Burke et al. 2011), peningkatan suhu lautan (Baker et al. 2004; Spalding and Jarvis 2002), dan pengasaman laut ‘ocean acidification‘ (Cooley et al. 2009) memberikan tekanan yang luar biasa pada terumbu karang negeri ini. Oleh karena itu, Indonesia sangat membutuhkan sistem manajemen berkelanjutan yang sesuai untuk melindungi dan mengkonservasi biodiversitas dan sumberdaya penting lainnya yang bernilai ekonomis.

5.2 Perdagangan Ikan Hias Perdagangan akuarium laut merupakan suatu industri yang melibatkan banyak Negara di seluruh dunia. Indonesia dan Filipina merupakan eksportir utama, sedangkan Amerika, Negara-negara Eropa, dan Jepang meruapakan negara impor terutama (Wood 2001a; Wabnitz et al. 2003, Gambar 35). Volume dan nilai perdagangan ikan hias tergolong sangat besar. Diperkirakan sebanyak $200—300 juta setiap tahun yang tercatat dari perdagangan ikan, karang dan biota invertebratelainnya (Wabnitz et al. 2003). Proporsi impor ikan hias ke Inggris meningkat sebanyak tiga kali dari berat total daritahun

80

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

1977 ke 1989 (Andrews 1990). Indonesia menerima penghasilan sebanyak $5,5 juta pada tahun 1993 dari ekspor ikan hias (Wood 2001a).

Gambar 35 Data perdagangan ikan hias laut untuk tahun1997 sampai 2002: (A) Negara eksprtir utama, (B) Negara importer utama, and (C) daftar lima spesies ikan laut yang paling banyak diperdagangkan di dunia (sumber: Wabnitz et al. 2003)

Lebih dari seribu spesies ikan laut diperdagangkan secara global dalam periode waktu dari 1997 sampai 2002, dimana Pomacentridae mencakup sekitar 47% dari ikan hias yang diperdagangkan (Wabnitz et al. 2003). Lebih dari 145.000 spesimen ikan yang dikoleksi dan diperdagangkan selama periode tersebut, the false clown anemonefish Amphiprion ocellarismerupakan spesies ikan nomor satu. Anemonefish, seperti A. ocellaris,merupakan contoh terbaik yang sukses dibudidayakan (Frakes and Hoff, 1982; Madhu et al., 2006; Avella et al., 2007). Tetapi, lebih dari 90% sumber perikanan hias masih berasal dari tangkapan alami (Wabnitz et al. 2003) karena keterbatasan baik secara pendanaan dan kesulitan dalam pemijahan, dan kegiatan penangkapan alami ini dianggap lebih murah dibanding memelihara ikan tersebut.

Manusia dan Ikan

81

5.3 Dampak penangkapan dan perdagangan Ikan Tingginya aktivitas penangkapan mempunyai dampak potensial pada populasi spesies target. Beberapa ilmuwan sudah mendiskusikan tentang dampak dari perikanan hias. Misalnya, dampak terhadap melambatnya proses kedewasaan dan rendahanya populasi (Jennings et al. 1999). Dari sekian banyak potensi dampak, penuruan densitas (Tissot and Hallacher 2003) dan berkurangnya ukuran tubuh (Bianchi et al. 2000) merupakan dampak yang paling bias diobservasi dari penangkapan berlebih pada spesies target. Di Australia, terjadi penurunan kelimpahan suatu spesies sehubungan dengan penangkapan di lokasi pengamatan (Whitehead et al. 1986). Densitas ikan hias lebih tinggi di daerah control dibandingkan di daerah penangkapan terpantau di Hawaii (Tissot and Hallacher 2003). Di Filipina, baik densitas anemoneataupun anemonefish secara siknifikan lebih rendah di area tereksploitasi dibandingkan dengan daerah perlindungan (Shuman et al. 2005). Oleh karena itu, banyak organisme asosiasi terumbu karang seperti ikan mengalami tekanan luar biasa akibat penangkapan dan banyak diantaranya mulai punah (Musick et al. 2000; Dankel et al. 2008). Hilangnya habitat dan eksploitasi menjadi pemicu utama banyaknya organisme menjadi punah (Dulvy et al. 2003). Tetapi, banyak dari oragnisme yang mati tersebut tidak akan menuju kepunahan sebelum factor genetika mereka mempengaruhinya. Spielman et al. (2004) menemukan 77% dari 170 taksa terancam mempunyai nilai heterozygosity rendah dibandingkan dengan taksa yang tidak terancam. Banyak peneliti yang telah membuktikan bahwa kegiatan penangkapan mempengaruhi variasi genetika, sebagai tambahan dari menurunnya distribusi spasial dari sebuah populasi (O’Brien 1994; Heino and Godø 2002; Reusch et al. 2005). Pengabaian dari

82

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

hilangnya keragaman genetik mungkin disebabkan sehubungan dengan dampak yang tidak tampak dan durasi yang panjang, dibandingkan dengan dampak visual pada populasi (Frankham 1995). Sebuah studi pada populasi Gadus morhua (e.g., Ottersen et al. 2006) membuktikan bahwa menurunnya struktur ukuran, biomassa, dan keragaman sehubungan dengan penangkapan berlebih selama 60 tahun. Pertimbangan genetik merupakan salah satu pendekatan untu menentukan ukuran populasi minimum dan kebutuhann wilayah untuk mengkonservasi populasi dari suatu spesies (Shaffer 1981). Ketika suatu populasi berkurang dalam ukuran, genetic driftmeningkat, dan alel secara bertahap akan menghilang (Garza and Williamson 2001). Peningkatan homozygosity dan ekspresi penghapusan alel terjadi ketika mereka menjadi homozygous (depresi perkawinan kerabat ‘inbreeding depression’) merupakan hasil dari perubahan ukuran dan atau komposisi dari populasi yang mengecil (Lande 1988). Penurunan diversitas alel dan expected heterozygosity merupakan hasil observasi pada populasi bottlenecked (England et al. 2003).

5.4 Konservasi Spesies ikan Untuk memantau kondisi dari organisme di alam maka perlu ditetapkan suatu status dari setiap organisme tersebut, termasuk ikan. Badan yang menyelenggarakan konsensus ini adalah The IUCN Red List of Threatened Species (atau dikenal juga sebagai the IUCN Red Listatau Red Data List). Badan ini sudah berdiri sejak tahun 1963 dan merupakan badan satu-satunya yang autoritas dalam memberikan status konservasi dari setiap spesies. Laporan ini memberikan estimasi potensi kepunahan dari suatu organisme.

Manusia dan Ikan

83

Tabel 3. Kategori konservasi spesies berdasarkan daftar merah IUCN Kategori

Kode

Keterangan

Punah (Extinct)

EX

kategori yang diberikan kepada jenis yang benar-benar tidakada lagi di dunia. Jenis yang dikatakan punah didasarkan pada tidak ditemukannya jenis tersebut pada habitatnya, berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh dan cukup lama pada habitat yang diduga menjadi tempat hidup jenis tersebut.

Punah di alam (Extinct in the wild)

EW

kategori yang diberikan pada jenis yang tidak ditemukan lagi di alam bebas, tetapi masih ditemukan ditempat penangkaran ataupun lokasi-lokasi yang sudah dilindungi, seperti cagar alam, suaka margasatwa dan sebagainya.

Sangat terancam (Critically endangered)

CR

kategori yang diberikan kepada jenis yang diyakini mendekati kepunahan di alam.

Terancam (Endangered)

EN

suatu jenis yang diyakini memiliki resiko kepunahan di alam yang sangat tinggi.

Rawan (Vulnerable)

VU

kategori yang di berikan kepada suatu jenis yang dikhawatirkan memiliki resiko yang tinggi terhadap kepunahan di alam.

Hampir terancam NT (Near threatened)

suatu kategori yang diberikan kepada jenis yang diyakini akan terancam keberadaannya di masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap jenis tersebut.

Tidak LC mengkhawatirkan (Least concern)

suatu kategori yang diberikan kepada jenisjenis yang tidak termasuk ke dalam kriteria di atasnya. Umumnya diberikan kepada jenis-jenis yang mempunyai sebaran yang luas dan kelimpahan yang tinggi.

84

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Tabel 3. Kategori konservasi spesies berdasarkan daftar merah IUCN (lanjutan) Kategori

Kode

Keterangan

Minim informasi (Data deficient)

DD

suatu kriteria yang diberikan kepada jenis yang belum mempunyai informasi dan datadata yang cukup untuk bisa dimasukkan dalam kriteria terancam. Untuk itu, masih memerlukan penelitian lebih lanjut, baik mengenai kelimpahan maupun sebarannya.

Belum dievaluasi (Not evaluated)

NE

suatu kategori yang diberikan kepada jenis-jenis yang belumdievaluasi untuk ditentukan kriterianya.

Terdapat Sembilan kelompok kategori spesies berdasarkan beberapa kritetai antara lain tingkat penyusutan, ukuran populasi, kawasan distribusi geografis, tingkatan populasi dan distribusi fragmentasi. Akan tetapi, terdapat tiga kategori yang menjadi terminology resmi status terancam ketika mendiskusikan the IUCN Red List yaitu Critically Endangered, Endangered, dan Vulnerable. Kategori tersebut disajikan dalam tabel dibawah ini. Sampai saat ini, telah diestimasi secara total sebanyak 63,837 spesies terbagi atas 19,817 spesies dalam kondisi terancam punah, 3,947 spesies dideskripsikan sebagai ”critically endangered” dan 5,766 sebagai ”endangered” dan lebih dari 10,000 spesies terdaftar sebagai ”vulnerable”, dimana sebanyak 33%dari spesies koral pembangun terumbu yang merupakan habitat bagi ikan juga dalam kondisi terancam. Data tahun 2012 The Red listdikeluarkan pada tanggal 19 Juli 2012 di pertemuan Rio +20 Earth Summit. Hampir 2000 spesies ditambahkan, 4 spesies punah, dan 2 ditemukan kembali.

Manusia dan Ikan

85

Sehubungan dengan peningkatan dampak pada spesies target dan gangguan manusia lainnya, banyak usaha yang telah dilakkukan untuk menyelamatkannya. Implementasi daerah perlindungan laut dan penetapan status konservasi spesies tertentu merupakan dua contoh usaha manajemen dan konservasi sumberdaya hayati.

Image © 2005 DigitalGlobe Image © 2005 EarthSat

86

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

5.5 Studi Kasus: Terumbu karang Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu berada utara Kota Jakarta, Ibukota Negara Indonesia. Diperkirakan sebanyak 110 pulau terbentang sejauh 80 km ke arah utara dari Teluk Jakarta. Sebagian pulau-pulau ini sudah dijadikan sebagai taman nasional dan cagar alam, banyak juga pulau yang dijadikan sebagai tempat pemukiman penduduk, dan beberapa diantaranya digunakan sebagai zona pariwisata. Sebanyak 12.000 lebih penduduk bermukim di Kepulauan ini. Bahkan terdapat beberapa pulau telah memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi diantaranya adalah Pulau Tidung, Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Kepulauan Seribu berasal dari proses geologis dan biologis dari hewan karang yang membentuk terumbu yang berkembang menjadi pulau-pulau kecil di perairan dangkal, sehingga daerah ini sangat tergantung dari keberadaan ekosistem terumbu karang. Apabila terumbu karang di daerah ini hancur maka akan mengakibatkan penggerusan (abrasi) di pulau-pulau tersebut, yang lama kelamaan akan hilang, karena terumbu karang merupakan penopang kuat dari

Manusia dan Ikan

87

eksistensi dari pulau-pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Sebagai contoh pulau-pulau yang telah hilang adalah Pulau Ubi. Seperti daerah pesisir dan pulau-pulau kecil tropis pada umumnya yang sangat ideal untuk ditempati oleh hewan karang, di Kepulauan Seribu ekosistem terumbu karang juga dapat berkembang dengan baik. Terumbu karang yang ada di daerah ini umumnya termasuk tipe terumbu karang tepi (fringing reef) yaitu terumbu karang yang terbentuk pada di sekeliling pulau. Diketahui dari para nelayan dan penduduk setempat, terumbu karang pada beberapa pulau di Kepulauan ini masih dalam kondisi yang sangat baik. Titik-titik penyelaman dengan terumbu karang yang dipercaya masih dalam kondisi baik ini, sering dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara, ataupun lembaga penelitian dan mahasiswa. Pulaupulau tersebut adalah Pulau Tidung, Pulau Pari, Pulau Kotok, Pulau Sepa, Pulau Papatheo (Petondan) dan Gosong Pulau Pramuka.

Gambar 36.Salah satu gambaran ekosistem terumbu karang yang terdapat di wilayah Kepulauan Seribu

Namun dibalik keindahan ini, tak sedikit pula terumbu karang yang sudah mengalami kerusakan parah, telah banyak diketahui sejak adanya informasi akan nilai ekonomis dari terumbu dan ikan

88

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

terumbu yang sangat potensial dan menguntungkan, pulau-pulau di Kepulauan Seribu tidak luput dari praktek pemanfaatan batu karang (terumbu) dan sumberdaya ikan dengan cara yang tidak berwawasan lingkungan seperti penggunaan bom, racun sianida dan cara merusak lainnya. Tabel 4 Dampak negatif dari beberapa aktivitas manusia di daerah Terumbu Karang di Kepulauan Seribu, Jakarta Faktor

Manusia

Kategori dampak Kegiatan manusia dan alam

Dampak negatif

Referensi

Perikanan: Pemboman (blast fishing) Racun Sianida Muroami

Patahan karang Karang mati Pengumpul ikan menginjak-injak karang

Sukarno et al. (1983), Sukarno (1996), Erdmann (1996), Bryant et al. (1998), Chou (1998)

Pariwisata: Jangkar kapal Berjalan diatas terumbu

Patahan karang Karang rusak

Sukarno et al. (1983), Sukarno (1996), Erdmann (1996), Supriharyono (2000)

Penambangan: Penambangan karang Penambangan Kima Penambangan pasir laut

Karang rusak Banyak bongkahan karang Pulau-pulau hilang

Sukarno et al. (1983), Sukarno (1996),Erdmann (1996), de Vantier et al. (1998), Ongkosongo & Natsir (1994)

Pencemaran: Eksplorasi minyak Sedimentasi Sampah

Mematikan karang Mematikan karang Mematikan karang

Sukarno (1996), Supriharyono (2000), Cesar (1996)

Manusia dan Ikan

89

Tabel 4 Dampak negatif dari beberapa aktivitas manusia di daerah Terumbu Karang di Kepulauan Seribu, Jakarta (lanjutan) Faktor Alam

Kategori dampak Kegiatan manusia dan alam

Dampak negatif

Bulu seribu Memangsa (Acanthaster planci) karang secara berlebihan karena tidak predatornya El-nino

Referensi de Vantier (1996)

Memutihkan Brown & karang dan Suharsono 1990 kematian karang secara massal

Selama 25 tahun terakhir Kepulauan Seribu menanggung beban limbah dari Jakarta (Cesar 1996). Limbah domestik, limbah industri, dan penangkapan ikan yang merusak (termasuk bom sianida) merupakan faktor utama yang membuat terumbu karang di Kepulauan Seribu. Pemboman (blast fishing) merupakan salah satu teknik yang menggunakan bahan peledak untuk membunuh ikan dan hal ini sangat merusak ekosistem secara ekstrim. Terlebih lagi kegiatan pemboman ini membunuh ikan target dan non-target serta hewan invertebrata dari segala jenis kelas dan ukuran, dan juga ledakan merusak dan menghancurkan struktur terumbu. Kegiatan pemboman ini menghasilkan hancurnya karang-karang batu (massive) dan juga karang bercabang berubah menjadi patahan karang mati (rubble). Pemulihan terumbu dalam situasi seperti ini sangat kecil kemungkinannya sehubungan dengan hancurnya struktur terumbu dan substrat dasar tempat hidup berbagai biota dan hewan karang (Erdmann 1996). Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu juga ditegaskan oleh de Vantier (1996) bahwa penurunan penutupan karang dan kekayaan jenis disebabkan oleh serangan populasi bintang laut

90

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

berduri (Acanthaster planci), suhu tinggi akibat el-nino pada tahun 1991 dan 1993 (Brown & Suharsono 1990), kualitas air yang tidak baik dan praktek perikanan tangkap yang merusak (racun sianida dan muro-ami). Selain itu, stress terumbu karang di Kepulauan Seribu juga disebabkan oleh aktivitas penambangan karang, reklamasi, jetty, dan bagan (liftnet) (Ongkosongo et al. 1994). Gambar 37. Salah satu bentuk limbah yang pada akhirnya akan terbawa ke laut melalui puluhan sungai yang bermuara di Kota Jakarta dan mempengaruhi kondisi perairan dan ekosistem terumbu karang di Kepulauan seribu (atas) Penambangan terumbu yang sering terlihat di sebagian pulau di wilayah Kepulauan Seribu. Terumbu ini umumnya digunakan untuk bahan material atau pondasi bahan bangunan (tengah) Bintang laut berduri (Acantaster plancii) merupakan hewan pemakan polip karang, serangan hewan ini dalam jumlah besar dapat menyebabkan penurunan kondisi karang hidup di suatu ekosistem terumbu karang (bawah)

Wilayah Kepulauan Seribu dibagi menjadi tiga zona berdasarkan gradientlingkungan dari pesisir perairan di Teluk Jakarta sampai kepulau-pulau perairan utara (Hutomo and Adrim 1985). Kajian terumbu karang di daerah sudah pernah dilakukan pada tahun 1920an. Pada tahun tersebut Pulau Onrust sudah tidak dimasukkan kedalam kajian karena pertimbangan adanya pengaruh kegiatan antropogenik (Zaneveld and Verstappen 1952). Pengaruh antropogenik di teluk Jakarta semakin meingkat sampai dengan saat ini dan sudah ditunjukkan pada beberapa penelitian (e.g. Madduppa et al. 2013, Tomascik et al 1997). Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa penutupan karang di Teluk Jakarta sangat rendah dan meningkat menuju Kepulauan Seribu, sebagai dampak dari teknanan kegiatan manusia dan polusi (Verstappen 1988; Cleary et al. 2006). Adanya gradien kualitas lingkungan telah merubah biodiversitas laut disepanjang Kepulauan Seribu, seperti spons (de Voogd and Cleary 2008), moluska (van der Meij et al. 2009)

Manusia dan Ikan

91

dan koral (Cleary et al. 2006). Kompleksitas terumbu karang dan variabilitas spasial mempengaruhi struktur trofik pada komunitas ikan. Sebagai contoh, menurunnya koral hidup telah meningkatkan penutupan alga yang pada akhirnya memberikan keuntungan pada ikan herbivor (Madduppa et al. 2012). Kepulauan Seribu telah di deklarasikan sebagai Taman Nasional pada tahun 1982 (Uneputty and Evans1997). Sejak tahun 2006, Kepulauan Seribu secara administrative dibagi menjadi dua kelurahan (Estradivari et al. 2007). Kelurahan Kepulauan Seribu Utara melingkupi 79 pulau dan dibagi menjadi tiga sub-kelurahan yaitu Kelapa (36 pulau), Harapan (30), dan Panggang (13). Kelurahan Kepulauan Seribu Selatan dibagai menjadi tiga sub-kelurahan mencakup 31 pulau. Taman Nasional Kepulauan Seribu mencakup 107.489 ha atau sekitar 20% dari wilayah ini. Terdapat dua musim yang mempengaruhi daerah ini yaitu musim hujan (NovemberMaret) selama ‘northwest monsoon’, dan musim kemarau (MaySeptember) selama ‘southeast monsoon’ (Rees et al. 1999). Kajian terkini tentang komunitas ikan terumbu dilakukan oleh Madduppa et al. (2013) yang memantau 33 lokasi terumbu di Kepulauan Seribu. Lokasi penelitian tersebut dipilih secara acak dengan memperhatikan lingkungan perairan dari daratan kea rah utara menjauh dari Teluk Jakarta. Lokasi-lokasi tersebut mewakili kelurahan yang ada di Kepulauan Seribu, yaitu Pari (Lancang, Bokor), Tidung (Tidung Besar, Payung Besar, Karang Beras), Panggang (Karang Bongkok, Gosong Air, Kotok Kecil, Karang Congkak, Sekati, Semak Daun, Air Barat, Kotok Besar), Kelapa (Genteng, Jukung, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Kayu Angin Semut, Kelapa, Lipan, Malinjo, Matahari, Melintang, Satu, Semut Besar, Semut Timur, dan Harapan (Opak Besar, Opak Kecil, Sepa Besar, Sepa Kecil). Dari penelitian Madduppa et al. (2013) mendata sebanyak 46.263 individu ikan termasuk kedalam 216 species dan 29 famili (Tabel 1).

92

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Sebanyak 49 dan 78 spesies ikan yang terdata di sub-district Pari dan Tidung, sedangkan di sub-district Panggang dan Kelapa masingmasing sebanyak 109 dan 148 spesies, dan di Harapan terdata sebanyak 106 spesies. Nilai jumlah spesies dalam penelitian ini hampir mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Estradivari et al. (2007) pada tahun 2004—2005 di kepulauan seribu yaitu sebanyak 211 spesies. Selain itu jumlah spesies yang ditemukan di kepulauan seribu mirip dengan jumlah yang ditemukan pada ekosistem terumbu karang lain yang ada di Indonesia seperti Kepulauan Togean dan Pulau Weh (Allen and Werner 2002). Rendahnya jumlah spesies yang ditemukan di kawasan pulau seribu yang memiliki jarak dekat dengan teluk Jakarta seperti (pari dan tidung) dimungkinkan karena beberapa faktor seperti coral bleaching akibat fenomena ENSO pada tahun 1982/1983 (Brown and Suharsono 1990; Hoeksema 1991), dan faktor antropogenik seperti kontaminasi yang berasal dari daratan, limbah buatan manusia, polusi minyak, dan sampah domestik maupun industri. Indeks keragaman Shannon-Wiener, jumlah rata-rata spesies dan kelimpahan rata-rata ikan dari komunitas ikan ditunjukkan pada Gambar 2. Kawasan Pulau Pari sebagai kawasan terdekat dengan Teluk Jakarta, memiliki kelimpahan ikan, jumlah spesies, dan keanekaragaman ikan terendah, sedangkan kawasan Pulau Harapan bersifat sebagai outlier karena memiliki kelimpahan ikan, jumlah spesies, dan keanekaragaman ikan tertinggi. Selama periode penelitian diperoleh data Kelimpahan ikan berkisar antara 265 ± 140 (Pulau Pari) dan 1154 ± 208 ind/250m2 (Pulau Harapan). Pola serupa juga ditemukan pada indeks keanekaragaman (H ‘) berkisar antara 1,8 ± 0,15 (Pulau Pari) dan 2,5 ± 0,17 (Harapan), dan untuk jumlah spesies berkisar antara 20 ± 7 (Pulau Pari) menjadi 36 ± 5 species/250m2 (Pulau Harapan ). Pola ini menunjukkan bahwa nilai pada kelimpahan ikan, indeks keanekaragaman dan jumlah spesies cenderung meningkat dengan semakin ke arah utara pada kawasan

Manusia dan Ikan

93

Kepulauan Seribu. Kelimpahan tertinggi dan jumlah spesies mungkin memiliki hubungan dengan tingkat tutupan karang hidup. Wilayah yang memiliki jarak terdekat dengan Teluk Jakarta memiliki tutupan karang hidup terendah dan penutupan karang hidup akan meningkat seiring menuju ke arah utara (menjauh dari teluk Jakarta) (Estradivari et al. 2007). Dalam penelitian ini, terumbu karang memang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelimpahan ikan dan jumlah spesies, tetapi tidak untuk indeks keanekaragaman (Tabel 3). Beberapa studi melaporkan bahwa terdapat korelasi positif antara kompleksitas struktural dari habitat terumbu karang untuk kelimpahan ikan (Walker et al. 2009), jumlah spesies (Wilson et al. 2007), dan keanekaragaman jenis (Ohman dan Rajasuriya 1998) . Selain memanfaatkan karang sebagai tempat tinggal (Waldner dan Robertson 1980; Patton 1994), terumbu karang juga digunakan sebagai sumber makanan bagi ikan (Reese 1981). Persentase tingkat trofik spesies ikan secara keseluruhan pada setiap daerah ditunjukkan pada Gambar 3. Tingkat trofik spesies di setiap daerah bervariasi. Daerah Pulau Pari didominasi oleh ikan jenis karnivora, omnivora dan herbivora, sedangkan sisanya di daerah lain didominasi oleh ikan omnivora dan karnivora. Meskipun terdapat hubungan yang erat antara karang dan ikan, hanya terdapat beberapa spesies yang ditemukan dalam ekosistem terumbu karang, hal itu bergantung kepada spesifikasi khusus pada karang jenis scleractinian (Munday et al. 2007). Sebuah studi menunjukkan bahwa komunitas ikan kemungkinan besar tidak terstruktur oleh faktor habitat-dimediasi seperti dampak predasi atau ruang yang tersedia, tetapi faktor yang berbeda seperti rekrutmen atau migrasi yang memainkan peran yang lebih kuat (Madduppa et al. 2012). Namun, untuk keanekaragaman (Tabel 3) pada setiap daerah tidak menunjukan perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dijelaskan dengan memberi spesialisasi makan di antara ikan karang.

94

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Spesialisasi dalam makanan dapat mengurangi kompetisi di dalam terumbu (Gladfelter dan Johnson 1983; Ross 1986), dan kemudian memungkinkan menghasilkan keanekaragaman jenis yang lebih tinggi. Sebuah studi menemukan bahwa beberapa spesies seperti ikan kakaktua (Scaridae) muncul hanya dalam habitat tertentu yang memiliki jumlah karang hidup terendah tetapi jumlah karang mati dan ganggang tertinggi (Madduppa et al. 2012). Spesies lain seperti ikan kepe-kep (Chaetodontidae) telah diamati muncul pada kawasan dengan persentase karang hidup yang tinggi di mana digunakan untuk mencari makan atau sebagai tempat tinggal (Cox 1994).

Gambar 38 Distribusi dan rerata komposisi ikan terumbu per kelurahan di Kepualaun Seribu berdasarkan kategori trophic (Madduppa et al. 2013)

Analisis multivariat kelimpahan ikan, kekayaan dan keragaman spesies ikan dilakukan dengan menggunakan indeks persamaan Bray Curtis dan non-metrik multidimensi scaling (MDS). MDS plot dan indeks persamaan Bray-Curtis telah jelas mengelompokan daerah dari arah selatan dan utara Kepulauan Seribu berdasarkan kelimpahan ikan, kekayaan dan keragaman spesies ikan. Hasil

Manusia dan Ikan

95

penelitian menunjukkan bahwa daerah dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan kelimpahan ikan, dengan nilai 0 stres (Gambar 4). Kelompok satu terdiri dari satu daerah (Pari) yang terletak di bagian selatan Kepulauan Seribu yang dekat dengan Teluk Jakarta. Kelompok kedua terdiri dari tiga daerah (Tidung, Panggang, dan Kelapa) yang terletak di pertengahan kepulauan. Kelompok ketiga terdiri dari satu daerah yaitu (Pulau Harapan) yang terletak di bagian utara dari Kepulauan Seribu. Berdasarkan jumlah spesies dan indeks keanekaragaman ikan yang diperoleh, daerah pengamatan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (1 = Pari dan Tidung, 2 = Panggang Kelapa, Harapan). Angka-angka ini menunjukkan bahwa pulau-pulau di kepulauan seribu tampaknya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti sedimentasi, polusi dan aktivitas manusia lainnya di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (Rees et al 1999;. Rachello-Dolmen dan Cleary 2007; Willoughby 1986).

96

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gambar 39 Nilai rerata (±SE) dari (a) kelimpahan ikan, (b) kekayaan spesies, dan (c) indeks keanekaragaman (Indeks Shannon-Wiener; berbasis ln) dari kumpulan ikan pada daerah penelitian. Arah panah menunjukkan arah dari Teluk Jakarta ke pulau-pulau Kepulauan Seribu (Madduppa et al. 2013).

Petunjuk Pemakaian Identifikasi Bagian kedua dari buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai ikan terumbu dan menyediakan informasi sebagai pengenalan akan ikan—ikan tersebut secara visual. Sesungguhnya diperkirakan masih banyak ikan-ikan di wilayah kepulauan seribu yang masih belum terdata di buku ini. Dan sangat memungkinkan seiring dengan waktu terjadi perubahan komposisi ikan terumbu di wilayah ini; dan menjadi salah satu maksud di terbitkannya buku ini untuk menyimpan informasi mengenai keberadaan ikan terumbu yang ada saat dalam periode waktu tertentu. Mengenali ikan terumbu dengan keanekaragaman yang tinggi secara visual dapat menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan namun juga sulit. Karena itu ikan-ikan terumbu yang ada dalam buku ini dikelompokkan dengan memperhatikan kesamaan akan bentuk tubuh dan pola warna yang dimiliki oleh ikan-ikan tersebut. Pendekatan ini merupakan variasi dari pendekatan klasifikasi yang menunjukkan tingkat evolusi suatu hewan; namun titik berat pendekatan ini lebih kepada kemudahan untuk mengenali dari jenis ikan tertentu. Walaupun terkadang terdapat beberapa anomali atau pengecualian, sebagian besar famili akan dapat dikenali lebih mudah dengan menggunakan pendekatan ini. Beberapa keterangan dan informasi yang diberikan di tiap penjelasan jenis ikan adalah:

Nama Penamaan ikan dalam buku ini sengaja dengan menggunakan tiga nama. Penggunaan tiga macam nama ini dimaksudkan untuk

98

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

memberikan keseragaman pendapat terhadap suatu jenis ikan. Nama lokal merupakan nama yang digunakan oleh penduduk Kepulauan seribu, nama ini dapat berbeda dengan nama di daerah lain. Nama Inggris merupakan nama umum ikan yang digunakan oleh sebagian besar negara yang menggunakan bahasa inggris, nama dapat berbeda dari satu negara dengan negara lain. Nama ilmiah merupakan nama yang berlaku di seluruh dunia, merupakan solusi dari perbedaan nama yang terjadi.

Nomenclater/ penemu Merupakan nama orang yang pertama kali mencatat keberadaan jenis ikan dan tahun ditemukannya ikan tersebut.

Habitat Memberikan informasi daerah tempat tinggal atau daerah ditemukannya ikan

Kedalaman habitat Informasi mengenai kisaran kedalaman dimana ikan tersebut dapat ditemukan

Kategori Informasi mengenai tipe pemanfaatan dari jenis ikan yang dimaksud

Tingkat Bahaya Informasi mengenai jenis bahaya atau potensi tingkah laku yang mungkin dilakukan oleh ikan dan diketahui dapat berbahaya bagi penyelam dan pengamat.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

99

Karakteristik & tingkah laku Memuat deskripsi umum dan tanda-tanda khusus yang dimiliki jenis ikan, tingkah laku, beberapa informasi yang penting untuk diketahui yang terkait dengan ikan tersebut. Kelompok Famili, Nama F dan nama umum Famili, lokal fam mili

MURAENIDAE Morray eels Kero ondong F Famili Mullida ae mempunyai ukuran tubuh yang sanga at besar, panjjang dan kuat, terutama pada rah hang dan giginya. Benttuk tubuhnya panjang membunda ar dan kekard dan tidak b bersisik. Moncong pendek dan d tidak m menonjol dengan celah mulut yang le ebar, dimana mulutnya m tida ak dapat m menutup deng gan sempurna.. Bentuk lu ubang hidungn nya seperti pip pa. Sirip pun nggung dan sirrip dubur berk kembang d dengan baik dan d tereduksi menjadi rudimenter. Ikan n ini tidak mem mpunyai sirip dada dan d duburnya a terleak ditenga ah badan nam mun jauh dibelakang g insang.

Keterangan umum tentaang familii

Foto spesies s ikan nothorax javanicus Gymn

Namaa spesies ikan Nama Ilmiah: Gymnothorax java anicus

Klasiffikasi ilmiah jeniss ikan berupa b nama ilmiaah, namaa Inggris, nama lokkal, dan nomenklater n

Nama Inggris: Giant Moray Nama Lokal: Kerondong Nomenclater: Bleeker, 1859 Habitatt: Lubangg atau celah di terumbu karang k aman Habitat: Kedala 3 – 25 m Katego ori: IIndikator

Target

Mayor

Akuarium

Tingkat Bahaya: G Gigit

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempu unyai panjang Maksimum

Sengat

130 cm. Mulutnya lebar dan tidak tertutu up sempurna. Umumnya ditemukan di celah terumbu.

Beracun

Say yat/duri tajam

Keeterangan dasar tentang jennis ikan berupa habbitat, keddalaman habitat, kategor, k tinngkat bahaya dan karakteristik serta tiingkah lakku

100

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Acanthuridae Surgeonfish

Mullidae Goatfishes

Apogonidae Cardinalfish

Muraenidae Moray eels

Aulostomidae Trumpetfishes

Nemipteridae Spinecheeks

Balistidae Triggerfish Blenniidae Blennies Caesionidae Fusiliers Centriscidae Shrimpfishes Chaetodontidae Butterflyfishes Carcharhinidae Requiem sharks

Ostraciidae Boxfish Pomacanthidae Angelfish Pomacentridae Damselfish Pinguipedidae Sandperches Pempheridae Sweepers Scaridae Parrotfish

Clupeidae Sardines

Scorpaenidae Scorpionfish

Dasyatidae Stingrays

Serranidae Groupers

Ephippidae Spadefishes

Siganidae Rabbitfishes

Fistularidae Flutemouths

Sparidae Sea breams

Gobiidae Goby

Syngnatidae Pipefishes

Haemulidae Sweetlips

Sphyraenidae Barracudas

Holocentridae Soldierfishes Labridae Wrasses Lethrinidae Emperors Lutjanidae Snappers Microdesmidae Dartfishes Monacanthidae Leatherjackets

Tetraodontidae Puffers Zanclidae Moorishidol

101

102

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

ACANTHURIDAE Surgeonfishes Botana Famili Acanthuridae mempunyai ciri tubuh berbentuk oval, agak pipih dengan moncong yang kecil di bagian depan. Disebut sebagai Surgeonfish dalam nama inggris-nya karena memiliki blade (jari-jari keras seperti pisau) pada pangkal ekor yang digunakan sebagai alat untuk mempertahankan wilayah dan pertahanan terhadap pemangsa. Pisau ini dapat dengan mudah mengiris ikan lain atau manusia yang tidak berhati-hati, dan dapat menyebabkan sakit yang luar biasa. Ikan dari famili ini aktif pada siang hari (diurnal) dan tidur di malam hari. Sebagian besar anggota famili ini memiliki kebiasaan makan sebagai herbivor yaitu pemakan alga yang ada di dasar perairan, namun beberapa spesies juga merupakan pemakan plankton atau planktivor. Fase memijah berlangsung lama,dimana sel telur dan sperma dikeluarkan dalam jumlah sangat besar yang biasa disebarkan pada dasar atau kolom perairan. Ikan dari famili ini juga termasuk makanan dari ikan spesies penting. Sebagian besar dari ikan ini termasuk ikan hias akuarium.

103

104

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Acanthurus albipectoralis Nama Ilmiah: Acanthurus albipectoralis Nama Inggris: Whitefin surgeonfish Nama Lokal: Botana hitam Nomenclater: Allen & Ayling, 1987 Habitat: Terumbu karang dekat laut lepas Kedalaman Habitat: 5—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 33 cm. Dikenali dari tubuhnya yang sebagian besar memiliki warna mendekati hitam, kecuali pada sebagian sirip pektoral yang berwarna putih. Dapat ditemukan berenang sendiri ataupun bergerombol, termasuk jenis ikan yang sering menggunakan jasa dari ikan pembersih. Ikan ini merupakan salah satu ikan pemakan zooplankton.

Acanthurus leucosternon Nama Ilmiah: Acanthurus leucosternon Nama Inggris: Powder—blue surgeonfish Nama Lokal: Botana biru Nomenclater: Bennett, 1832 Habitat: Daerah dangkal, pesisir, pulau terumbu karang Kedalaman Habitat: 0,5—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

105

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 38 cm. Karakter tubuhnya lebih besar di depan daripada bagian belakang. Ikan ini mudah dikenali karena warnanya yang mencolok yakni berwarna biru pada tubuhnya, kuning pada sirip atas, putih pada sirip bawah, sirip ekor berwarna putih serta bagian kepalanya yang berwarna hitam. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dan terkadang mereka ditemukan dalam berkelompok terutama ketika mencari makan.

Acanthurus lineatus Nama Ilmiah: Acanthurus lineatus Nama Inggris: Blue—lined surgeonfish/ Striped surgeunfish Nama Lokal: Botana Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Daerah dangkal dan daerah terluar terumbu karang. Kedalaman Habitat: 0,5—6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 38 cm. Dikenali dari warna tubuh ikan ini dengan dasar kuning dan garis hitam biru hitam disepanjang tubuhnya, serta warna kebiruan di bagian perut. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu. Sering ditemukan sendiri ataupun dalam kelompok kecil. Ikan ini merupakan ikan yang menjaga daerah kekuasaannya dan cenderung agressif.

106

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Ctenochaetus striatus Nama Ilmiah: Ctenochaetus striatus Nama Inggris: Lined bristletooth Nama Lokal: Botana Nomenclater: Quoi & Gaimard, 1825 Habitat: Daerah dangkal, pesisir, pulau terumbu karang Kedalaman Habitat: 0.5—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 28 cm. Ciri dari ikan ini adalah memiliki sejumlah besar titik orange pada bagian kepala dan garis biru di tubuhnya. Terkadang terdapat titik hitam di ujung sirip punggung. Umumnya ditemukan di rataan terumbu, laguna, dan dekat lereng terumbu. Ikan ini merupakan salah satu ikan karang yang sering ditemukan, dapat berenang sendiri maupun dalam kelompok.

Naso vlamingi Nama Ilmiah: Naso vlamingi Nama Inggris: Bignose unicornfish Nama Lokal: Botana Nomenclater: Valenciennes, 1835 Habitat: Daerah lingkar luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 4—50 Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

107

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 55 cm, termasuk filament yang berada pada ekornya. Umumnya berada daerah di rataan terluar terumbu yang dekat lereng terumbu. Ikan ini dapat berubah warna secara cepat pada saat berpindah dari perairan terbuka menuju rataan terumbu. Foto diatas merupakan fase gelap dari ikan ini, selain fase gelap terdapat pula fase pucat. Dikenali terutama dari filamen yang menempel pada bagian atas dan bawah sirip ekor.

Acanthurus bariene Nama Ilmiah: Acanthurus bariene Nama Inggris: Eye-spot Surgeon Nama Lokal: Botana Nomenclater: Valenciennes, 1835 Habitat: Daerah lingkar luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 4 —20 Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang 55 cm. Umumnya berada daerah di rataan terluar terumbu yang dekat lereng terumbu. Berwarna tegas pada tubuhnya. Ikan dewasa ini dikenali dengan terdapatnya lingkaran biru kehitaman dibelakang matanya dan lingkaran kuning di sekitar matanya. Sering kali ditemukan membentuk gerombolan kecil ataupun sendirian.

108

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Acanthurus pyroferus Nama Ilmiah: Acanthurus pyroferus Nama Inggris: Mimic Surgeonfish Nama Lokal: Botana Nomenclater: Kittlitz, 1834 Habitat: Daerah lingkar luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 4—60 Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwana coklat gelap dan terdapat garis hitam di bagian dagu sampai dengan bagian penutup insang bagian atas. Ciri lainnya adalah warna orange yang terdapat di pangkal sirip pectoral. Pada bagian ujung sirip anal dan sirip ekornya berwarna kuning. Di kenali dengan terdapat dua titik putih yang berada di tubuhnya.

Naso annulatus Nama Ilmiah: Naso annulatus Nama Inggris: Blue-spine Unicorn Nama Lokal: Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1825 Habitat: Daerah lingkar luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 20—60 Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 100 cm. Mudah dikenali karena terdapat tanduk di kepalanya. Berwana perak hingga coklat dengan bibir berwarna putih. Ekornya berwarna hitam gelap dengan filament yang berwana putih pada bagian ujungnya.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

109

Paracanthurus hepatus Nama Ilmiah: Paracanthurus hepatus Nama Inggris: Blue Surgeonfish Nama Lokal: Ikan angka enam Nomenclater: Linnaeus, 1766 Habitat: Rataan terumbu karang, daerah terlindung Kedalaman Habitat: 4—10 Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Jenis ini merupakan jenis langka, dikenali dengan pola garis berwarna hitam di tubuhnya yang membentuk angka “enam”. Tubuhnya berwana biru terang dengan ekor yang berwana kuning cerah. Hanya ditemukan di daerah yang memiliki kondisi perairan belum tercemar. Membentuk kelompok dalam ukuran kecil pada saat mencari makan.

110

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

APOGONIDAE Cardinalfishes Capungan Famili Apogonidae umumnya relatif berukuran kecil bila dibandingkan dengan kelompok famili lain.Mata yang besar dan moncong yang pendek, serta dua sirip dorsal yang lebar merupakan ciri utamanya. Umumnya pada siang hari berlindung di antara terumbu karang atau celah-celah karang, beberapa jenis berasosiasi dengan bulu babi, anemon, dan gorgonian. Pada malam hari ikan ini keluar dari persembunyiannya dan melakukan aktifitas, misalnya mencari makan berupa zooplankton atau invertebrata yang kecil. Ciri khas dari kelompok ini adalah formasi barisan dengan bergerombol diatas dan diantara karang bercabang. Ikan jantan pada famili ini memiliki tingkah laku yang tidak umum pada proses perkembang biakan yaitu melakukan inkubasi telur dalam mulutnya sampai saat menetas. Beberapa jenis ikan dari kelompok ini termasuk ikan hias.

111

112

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Archamia zosterophora Nama Ilmiah: Archamia zosterophora Nama Inggris: Girdled cardinalfish Nama Lokal: Beseng atau capungan Nomenclater: Bleeker,1856 Habitat: Daerah laguna dan dangkal terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 2—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Dapat dikenali dari sepasang garis merag yang terdapat pada tutup insang, garis hitam vertikal di bagian tengah badan serta titik hitam kecil di bagian pangkal ekor. Umumnya ditemukan dalam satu kelompok dan berlindung di sela-sela karang bercabang yang terletak di daerah terumbu karang yang terlindung.

Apogon bandanensis Nama Ilmiah: Apogon bandanensis Nama Inggris: Three-saddle cardinalfish/Banda cardinalfish Nama Lokal: Beseng atau capungan Nomenclater: Bleeker, 1854 Habitat: Daerah dangkal terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 0,3 —12 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

113

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Dikenali dari warna badan coklat dengan 3—4 garis vertikal yang berdekatan dengan warna yang lebih pucat, tanda khas yang terdapat pada bawah mata, dan ekor putih dengan garis hitam pada bagian pangkalnya. Umumnya ditemukan sendiri atau membentuk kelompok kecil diatas karang bercabang pada rataan terumbu yang terlindung.

Apogon chrysopomus Nama Ilmiah: Apogon chrysopomus Nama Inggris: Spotted-gill cardinalfish/ Spotgill cardinalfish Nama Lokal: Beseng atau capungan Nomenclater: Bleeker, 1854 Habitat: Daerah terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 2—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Mempunyai dua atau tiga garis pada bagian punggung, sebuah titik hitam kecil pada pangkal ekor dan ketika dewasa memiliki beberapa titik kuning pada bagian bawah tutup insang. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dan sering kali berlindung diantara cabang-cabang karang bercabang yang terdapat di daerah terumbu karang yang cenderung terlindung dari arus yang kuat.

114

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Apogon compressus Nama Ilmiah: Apogon compressus Nama Inggris: Split-banded cardinalfish Nama Lokal: Beseng atau capungan Nomenclater: Smith & Radcliffe, 1911 Habitat: Daerah terumbu karang dangkal hingga bagian terluar terumbu karang Kedalaman Habitat: 0,5—10 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm, berwarna agak merah muda dengan mata besar berwarna biru dan garis coklat ditubuhnya dengan garis pendek dari bagian atas mata hingga bagian atas dari sirip pektoral/dada. Pada tahap juvenil ikan ini terlihat memiliki warna dasar lebih putih dengan warna kuning dan titik hitam pada pangkal ekor. Gambar 2 merupakan peralihan antara tahap juvenil dan tahap dewasa ikan ini. Umumnya ditemukan di rataan terumbu, laguna, dan dekat lereng terumbu, Ikan ini juga biasanya ditemukan bergerombol diantara duri-duri bulu babi atau karang bercabang.

Apogon exostigma Nama Ilmiah: Apogon exostigma Nama Inggris: Narrowstripe cardinalfish Nama Lokal: Beseng atau capungan Nomenclater: Jordan & Starks, 1906 Habitat: Daerah laguna dan terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 3—20 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

115

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 11 cm. Memiliki tubuh yang berwarna kenderung merah jambu, dengan garis horizintal berada di tengah tubuhnya, dan titik hitam pada bagian sedikit keatas dari tengah pangkal ekor. Pada fase malam (gambar), ikan ini akan berwarna lebih pucat dan menyamarkan garis serta titik hitam yang terdapat pada tubuhnya. Di fase ini ikan ini mencari makan diatas pasir yang dekat dengan terumbu karang. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dapat ditemukan dalam keadaan sendiri maupun bergerombol.

Cheilodipterus intermedius Nama Ilmiah: Cheilodipterus intermedius Nama Inggris: Inbetwen cardinalfish Nama Lokal: Beseng atau capungan Nomenclater: Gon, 1994 Habitat: Daerah dangkal terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 0.5—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm pada tahap dewasa. Tahap semi dewasa seperti yang terlihat pada foto memiliki panjang sekitar 9 cm. Perubahan dari juvenil hingga dewasa adalah menghilangnya titik hitam pada pangkal ekor dari ikan ini. Umumnya ditemukan sendiri di daerah laguna, rataan terumbu dan dekat lereng terumbu.

116

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Sphaeramia nematoptera Nama Ilmiah: Sphaeramia nematoptera Nama Inggris: Pajama Cardinalfish Nama Lokal: Capungan Nomenclater: Bleeker, 1856 Habitat: Daerah dangkal terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 2—14 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Ciri yang dapat menjadi tanda dari ikan ini adalah memiliki iris mata berwarna merah, kepala berwarna kekuningan, garis hitam di tengahtengah badan dan titik-titik ungu di bagian belakang badan. Umumnya ditemukan di daerah laguna dan rataan terumbu yang terlindung. Ikan ini sering ditemukan bergerombol diatas karang bercabang.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

AULOSTOMIDAE Trumpetfishes Famili Aulostomidae memiliki bentuk tubuh seperti tabung, dengan moncong yang panjang dan satu sirip dorsal tanpa duri, serta ekor yang membundar. Termasuk golongan karnifora yang memakan krustase kecil dengan cara menyedot seluruh bagian mangsa kedalam mulutnya. Ikan ini sering ditemukan berada diantara celah-celah terumbu karang untuk mencari mangsa. Umumnya ditemukan berpasangan atau dalam kelompok kecil dan berada dalam celah atau dibawah batu besar. Berperan sebagai pembersih yang memindahkan parasit kecil dari ikan besar yang menjadi pelanggannya.

117

118

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Aulostomus chinensis Nama Ilmiah: Aulostomus chinensis Nama Inggris: Painted flutemouth/ trumpetfish Nama Lokal: Ikan terompet Nomenclater: Linnaeus, 1766 Habitat: Terumbu karang dangkal hingga lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—122 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 80 cm, memiliki tubung yang panjang dengan mulur seperti tabung. Umumnya berwarna abu-abu kemerahan dengan garis-garis putih disepanjang badan dan bagian pangkal ekor berwarna hitam dengan titiktitik putih serta ekor berwarna kuning dengan 2 titik hitam. Variasi emas terdapat pada ikan ini, pada variasi ini ikan berwarna kuning terang hingga kuning emas dengan titik hitam di ekornya, spesies dengan warna ini sering berkamuflase diantara gorgonian.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

BALISTIDAE Triggerfishes Picu Famili Balistidae memiliki kulit yang keras, ukuran yang relatif besar, bentuk tubuh pipih secara lateral, memiliki dua bagian sirip dorsal, dan moncong yang panjang dengan bentuk semakin mengecil di ujung mulut. Dinamakan triggerfish dalam bahasa inggris disebabkan oleh duri atau bagian sirip pertama pada ikan ini yang dapat tidur atau ditegakkan sehingga bentuknya mirip seperti pelatuk pada senapan. Sirip atau duri ini dapat digunakan sebagai pertahanan terhadap pemangsa atau untuk mengunci ikan mangsa ketika berada di dalam celah. Umumnya pemakan berbagai jenis invertebrata, alga atau zooplankton. Dalam reproduksi, pemijahan dilakukan dengan cara meletakkan telur, beberapa diletakkan diatas pasir. Pada saat memijah, spesies ini akan sangat agresif, menyerang dan menggigit para penyelam yang mendekatinya. Beberapa jenis ikan ini sangat populer menjadi ikan akuarium.

119

120

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Balistodes viridenscens Nama Ilmiah: Balistodes viridenscens Nama Inggris: Moustache triggerfish/ Titan triggerfish Nama Lokal: Nomenclater: Bloch & Schneider, 1801 Habitat: Dataran terumbu karang, laguna Kedalaman Habitat: 1—40 m Kategori:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Tingkat Bahaya:

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 75 cm. Pada fase juvenil umumnya ditemukan di daerah pasir dangkal yang terlindung. Pemakan karang dan hewan invertebrata bentik. Apabila bertemu dengan penyelam sering kali ikan ini menjauh, namun dapat menyerang apabila sedang menjaga sarangnya. Gigitan yang dihasilkan cenderung membutuhkan perawatan segera. Diduga mengandung racun ciguatera.

Odonus niger Nama Ilmiah: Odonus niger Nama Inggris: Redtooth trigerfish Nama Lokal: Triger motor Nomenclater: Ruppell, 1837 Habitat: Lingkar luar daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 5—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Ciri dari ikan ini adalah adanya warna biru pucat di bagian depan kepala dan biru gelap pada bagian belakang serta dua garis biru yang terlihat

Petunjuk pemakaian Identifikasi

121

seakan menghunungkan mata dan mulut; ekor berbentuk sabit dengan rubai yang panjang pada saat dewasa. Sering ditemukan di daerah terumbu karang untuk memakan plankton hingga, apabila merasa terancam ia dapat pergi ke daerah terumbu karang yang dalam.

Pseudobalistes fuscus Nama Ilmiah: Pseudobalistes fuscus Nama Inggris: Blue triggerfish/Rippled triggerfish Nama Lokal: Triger biru Nomenclater: Ruppell, Habitat: Daerah laguna dan terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 0,5—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 55 cm. Termasuk jenis kanibal. Mempunyai badan yang keras berwarna biru gelap (cenderung kehitaman). Pada sirip ekor dan dubur terdapat garis tepi biru muda keputihan. Sirip ekornya berbentuk sabit. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dan kadang mereka bergerombol dalam kelompok. Ikan betina yang sedang bertelur dapat sangat agresif dan menyerang penyelam.

Rhinecanthus verrucosus Nama Ilmiah: Rhinecanthus verrucosus Nama Inggris: Blackpatch picassofish Nama Lokal: Triger motor Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Dataran terumbu, laguna Kedalaman Habitat: 0,3 —6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

122

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Ciri dari ikan ini adalah adanya bulatan hitam pada tubuh bagian belakang. Bagian depan dan punggung berwarna kuning. Sirip ekornya transparan. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dan mereka berenang sendiri. Juga biasa ditemukan di daerah rubble dan karang diantara padang lamun.

Melichthys vidua Nama Ilmiah: Melichthys vidua Nama Inggris: Paddle-fin Triggerfish Nama Lokal: Nomenclater: Richardson, 1854 Habitat: Dataran terumbu, laguna Kedalaman Habitat: 4—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Ciri dari ikan ini adalah ekornya yang berwarna putih keungu-unguan. Warna sirip anal dan kaudalnya adalah putih pucat dengan garis berwana hitam tipis di tepi siripnya. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dan mereka berenang sendiri.

Melichthys sp. Nama Ilmiah: Melichthys sp. Nama Inggris: Triggerfish Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Dataran terumbu, laguna Kedalaman Habitat: 4—20 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

123

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Ciri dari ikan ini adalah ekornya yang berwarna putih. Warna sirip anal dan kaudalnya adalah putih pucat dengan garis berwana hitam tipis di tepi siripnya. Umumnya ditemukan di rataan terumbu dan dekat lereng terumbu, dan mereka berenang sendiri

124

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

BLENNIIDAE Blennies Tembakul Famili Blenniidae umumnya berukuran kecil dengan tubuh yang memanjang. Dikarenakan bentuk tubuh dan ukuran ini kelompok ini sering kali tertukar dengan ikan dari kelompok Gobiidae. Akan tetapi kelompok Bleniie dapat dibedakan dari sirip dorsal panjang dan menyambung kecuali pada sebagian kelompok yang memiliki 3 sirip dorsal (triplefin), sirip perut yang berada di depan sirip pektoral, dan kebiasaan ikan ini selalu beristirahat di dasar perairan. Menurut tipe makannya jenis ikan ini tergolong dalam kelompok karnivor dan herbivor. Telah terdata lebih dari 100 spesies di Indo-Pasifik. Famili ini mempunyai dua sub famili yaitu Blenniinae (sabretoothed blennies) yang berarti memiliki dua gigi taring besar pada bagian depan rahangnya yang biasa digunakan untuk pertahanan, jenis ini biasanya mencari makan dengan berenang di kolom air tidak jauh dari dasar perairan. Salariinae (combtooth blennies) merupakan jenis yang memiliki gigi yang digunakan untuk memakan alga. Ikan kelompok ini termasuk ikan yang sulit untuk diidentifikasi karena kebiasaannya yang sering bersembunyi dan gerakannya yang cepat.

125

126

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petroscirtes breviceps Nama Ilmiah: Petroscirtes breviceps Nama Inggris: Shorthead fangblenny/Black banded blenny Nama Lokal: Nomenclater: Valenciennes, 1836 Habitat: Dataran terumbu, laguna, terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang Maksimum 13 cm. Soliter dan kadang berpasangan. Ikan ini memiliki ciri pola 3 garis pada tubuhnya dan memiliki sirip ekor yang tidak berwarna. Umumnya menjadikan lubang cacing tabung, cangkang kerang sebagai tembat berlindung dan bertelur. Berada di daerah berpasir, lamun dan terumbu karang

Salarias Fasciatus Nama Ilmiah: Salarias fasciatus Nama Inggris: Ceram Blenny Nama Lokal: Nomenclater: Blooch, 1786 Habitat: Laguna dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

127

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 14 cm. Seringkali ditemukan menyendiri pada daerah ruble dan rataan terumbu karang. Memiliki warna tubuh yang mirip dengan substrat dasar dan terdapat belang berwarna putih sepanjang tubuhnya.

128

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

BOTHIDAE Left—eyes Flounders Sebelah Famili Bothidae merupakan jenis ikan demersal yang dominan ditemukan di dasar perairan berupa pasir berlumpur. Merujuk dari nama yang diberikan pada kelompok ikan ini yaitu left-eyesmemiliki bentuk tubuh yang unik dimana kedua matanya berada di sisi kiri ikan tersebut. Ikan ini akan mengubur dirinya di dasar perairan untuk menunggu mangsanya kemudian menyergap ikan yang lewat di atas ikan ini.

129

130

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Bothus mancus Nama Ilmiah: Bothus mancus Nama Inggris: Peacock Flounder Nama Lokal: Ikan sebelah Nomenclater: Brousonet, 1782 Habitat: Substrat pasir berlumpur Kedalaman Habitat: 3—6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 45 cm. dikenali dari bintik biru pada seluruh tubuhnya dan jarak antar kedua matanya cukup jauh. Memiliki sirip pectoral yang panjang dengan bukaan mulut yang cukup besar. Ikan ini aktif mencari makan pada siang hari.

Bothus sp. Nama Ilmiah: Bothus sp. Nama Inggris: Nama Lokal: Ikan sebelah Nomenclater: Brousonet, 1782 Habitat: Substrat pasir berlumpur Kedalaman Habitat: 6—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 45 cm. dikenali dari jarak antar kedua matanya cukup jauh dengan bukaan mulut yang cukup besar. Ikan ini aktif mencari makan pada siang hari.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

CHAETODONTIDAE Butterflyfishes Kepe—Kepe Famili Chaetodontidae merupakan jenis ikan karang yang dominan ditemukan di ekosistem terumbu karang. Merujuk dari nama yang diberikan pada kelompok ikan ini yaitu butterflyfishes atau ikan kupukupu, kelompok ikan yang umumnya berukuran kecil dan berwarna-warni ini menghabiskan waktu siang hari untuk mencari makan di daerah terumbu karang dalam daerah terumbu karang dengan luasan tertentu. Banyak ditemui pada kedalaman kurang dari 20 meter dan beberapa spesies di daerah yang lebih dalam. Jenis makanannya adalah invertebrata kecil, karang lunak, algae, karang batu, plankton dan kombinasinya. Ikan ini umumnya mengelompok dan menempati areal yang terbatas. Ikan kepe-kepe mempunyai pola distribusi yang tertutup dalam suatu grup dan pola variasi geografis yang berulang. Banyak ahli sepakat bahwa kelimpahan ikan Chaetodotidae merupakan indikator kondisi terumbu karang dan terdapat hubungan yang positif antara persen penutupan karang hidup dengan kelimpahan jenis ikan Chaetodontidae. Ikan ini merupakan ikan yang amat populer dalam kelompok ikan hias akuarium.

131

132

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Chaetodon adiergastos Nama Ilmiah: Chaetodon adiergastos Nama Inggris: Eye patch Butterflyfish Nama Lokal: Kepe-kepe Nomenclater: Seale, 1910 Habitat: Laguna yang kaya akan terumbu karang, dataran terumbu, dan daerah lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Dikenali dari warna dasar putih pada tubuhnya dengan banyak garis hitam secara diagonal dan warna kuning pada bagian belakang sirip dorsal, sirip anal dan sirip ekor. Pada bagian mata terdapat pola lingkaran berwana hitam. Merupakan pemakan hewan karang hidup, baik berasal dari karang batu maupun karang lunak. Sering ditemukan sendiri atau berpasangan.

Chaetodon melannotus Nama Ilmiah: Chaetodon melannotus Nama Inggris: Black-backed butterflyfish Nama Lokal: Kepe-kepe Nomenclater: Bloch & Scheneider, 1801 Habitat: Laguna yang kaya akan terumbu karang, dataran terumbu, dan daerah lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

133

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Dikenali dari warna dasar putih pada tubuhnya dengan banyak garis diagonal hitam dan warna hitam di bagian belakang. Pada pangkal ekor terdapat warna hitam hampir seperti garis tebal serta titik hitam pada pangkal sirip anal. Merupakan pemakan hewan karang hidup, baik berasal dari karang batu maupun karang lunak. Sering ditemukan sendiri atau berpasangan.

Chaetodon octofasciatus Nama Ilmiah: Chaetodon octofasciatus Nama Inggris: Eight-banded butterflyfishe Nama Lokal: Kepe strip delapan Nomenclater: Bloch, 1787 Habitat: Laguna dangkal yang terlindung, dan terumbu karang dengan kondisi karang yang baik Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Berwarna kuning mendekatai jingga dengan 8 garis hitam vertikal yang berdekatan. Sirip ekor membundar dan transparan. Memiliki varian berwarna dasar putih dengan 8 garis hitam vertikal yang sama, dengan titik hitam di bagian pangkal ekor yang cenderung terlihat samar. Umumnya berlindung di antara karang bercabang, ikan memakan hanya bagian polip karang.

134

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Chaetodon lunula Nama Ilmiah: Chaetodon lunula Nama Inggris: Racoon butterflyfishes Nama Lokal: Kepe Panda Nomenclater: Cuvier, 1831 Habitat: Laguna dangkal yang terlindung, dan terumbu karang dengan kondisi karang yang baik Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Berwarna kuning dan hitam dengan garis hitam vertikal pada bagian mata, dan ujung sirip ekor. Ikan ini mudah dikenali karena terdapat garis putih tebal yang berbentuk vertical di dekat penutup insang. Umumnya berlindung di antara karang bercabang, ikan memakan hanya bagian polip karang dan sering ditemukan berpasangan atau dapat pula sendirian.

Chaetodon lunulatus Nama Ilmiah: Chaeotodon lunulatus Nama Inggris: Redfin Butterflyfish Nama Lokal: Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1824 Habitat: Terumbu karang dengan kondisi baik Kedalaman Habitat: 3 – 20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

135

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Tubuhnya bergaris-garis ungu horizontal dengan guratan (garis) hitam dibagian atas tubuh dibawah sirip punggung. Hal yang jelas juga terlihat pada bagian kepalanya dimana terdapat garis tebal hitam vertikal yang melewati dan menutupi matanya. Warna pucat pada pangkal ekor. Umumnya ditemukan berenang berpasangan.

Chaetodon rafflesi Nama Ilmiah: Chaetodon rafflesi Nama Inggris: Latticed butterflyfish Nama Lokal: Kepe nanas Nomenclater: Bennett, 1830 Habitat: Daerah terumbu karang dengan kondisi baik, laguna dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Berwarna kuning dengan garis abu-abu yang besilangan. Garis tebal berwarna gelap pada bagian pinggir sirip lunak punggung dan sirip ekor. Serta garis vertikal pada bagian kepala melewati mata. Umumnya ditemukan sendiri atau berpasangan.

136

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Chaetodon collare Nama Ilmiah: Chaetodon collare Nama Inggris: White collar butterflyfish Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1787 Habitat: Terumbu karang dengan dasar bebatuan, daerah lereng terumbu dengan kondisi karang yang baik Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 16 cm. Berwarna abu-abu gelap atau coklat gelap dengan warna garis bersilangan yang lebih pucat di bagian tengah tubuh, serta ekor berwarna merah. Terdapat garis putih vertikal dekat dengan mata yang menyerupai ”kerah baju” atau ”Collar”. Pada tahap juvenil ikan ini berwarna coklat gelap dengan garis ”kerah” putih yang jelas. Sering ditemukan dalam pasangan namun dapat pula membentuk kelompok yang besar.

Chelmon rostratus Nama Ilmiah: Chelmon rostratus Nama Inggris: Long-beaked coralfish/ Copper—banded butterflyfish Nama Lokal: Kepe monyong biasa Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Daerah pesisir, daerah terumbu karang, estuari dan daerah dengan air yang keruh Kedalaman Habitat: 1—25 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

137

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Berwarna putih keperakan dengan 3 garis veritikal berwarna jingga pada tubuhnya, serta garis jingga pada mata. Titik hitam pada bagian atas belakang sirip punggung. Bentuk mulutnya agak bulat memanjang kedepan seperti tabung. Umumnya ditemukan berenang sendiri atau berpasangan.

Forcifiger flavissimus Nama Ilmiah: Forcifiger flavissimus Nama Inggris: Longnose butterflyfish Nama Lokal: Kepe monyong asli Nomenclater: Jordan & McGregor, 1898 Habitat: Terumbu karang dekat dengan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—25m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 22 cm. Pada kepalanya terdapat dua bagian warna, bagian atas berwarna coklat kehitaman dan bagian bawahnya berwarna putih. Ujung mulutnya memanjang seperti cerobong (lebih pendek bila dibandingkan dengan Forcipiger longirostris). Sirip dada panjang berbentuk seperti arit. Pada sirip duburnya terdapat bulatan hitan serta sirip ekor transparan. Sering berenang sendiri maupun berpasangan. Umumnya ditemukan di lereng terumbu yang dangkal sampai dalam.

138

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Chaetodon vagabundus Nama Ilmiah: Chaetodon vagabundus Nama Inggris: LinedButterflyfish Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1831 Habitat: Terumbu karang dekat dengan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Memiliki warna dasar putih perak dengan corak garis hitam tipis yang membentuk pola diagonal di sekitar tubuhnya. Pada bagian mata dan sirip dorsal berwarna hitam sedangkan sirip ekor dan sirip anal berwarna kuning cerah. Umumnya ditemukan di lereng terumbu yang dangkal sampai dalam membentuk gerombolan kecil atau berpasangan.

Heniochus varius Nama Ilmiah: Heniochus varius Nama Inggris: Humphead bannerfish Nama Lokal: Kambingan bias Nomenclater: Cuvier, 1829 Habitat: Daerah laguna dengan kondisi terumbu yang baik, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

139

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 19 cm. Berwarna coklat yang membentuk segitiga pada tubuhnya dengan garis diagonal sepanjang sirip punggung hingga pankal ekor. Memiliki sepasang tanduk di bagian atas mata. Hampir serupa dengan jenis Heniohus pleurotaenia. Sering ditemukan berlindung di celah terumbu, berenang berpasangan atau dalam satu kelompok.

Heniochus pleurotaenia Nama Ilmiah: Heniochus pleurotaenia Nama Inggris: Phantom Bannerfish Nama Lokal: Nomenclater: Ahl Habitat: Daerah terumbu karang dengan kondisi baik hingga lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 17 cm. Dikenali dari garis pendek berwarna putih pada bagian perut yang dibatasi oleh dua garis tebal hitam yang berangsur menjadi coklat. Memiliki sepasang tanduk tepat diatas mata. Umumnya ditemukan berenang sendiri atau berpasangan.

140

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Heniochus acuminatus Nama Ilmiah: Heniochus acuminatus Nama Inggris: Longfin bannerfish Nama Lokal: Layaran kuning Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Laguna, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—75 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Badannya berwarna putih mutiara dengan garis hitam vertikal yang tebal sebanyak 2 buah. Garis hitam yang kedua berakhir di bagian belakang sirip anal dekat dengan pangkal ekor. Memiliki sirip punggung yang panjang dan mulut yang lebih panjang dibandingkan dengan ”schooling bannerfish”.

Heniochus diphreutes Nama Ilmiah: Heniochus diphreutes Nama Inggris: Schooling bannerfish Nama Lokal: Nomenclater: Jordan, 1903 Habitat: Daerah luar terumbu karang dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 5—21 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 21 cm. Badannya berwarna putih mutiara dengan garis hitam vertikal yang tebal sebanyak 2 buah. Garis hitam vertikal pada sirip dada dan sirip

Petunjuk pemakaian Identifikasi

141

perut serta garis kedua memanjang dari bagian belakang sirip punggung panjang hingga ujung akhir sirip anal dekat dengan pangkal ekor. Umumnya ditemukan berenang sendiri atau bergerombol.

Hemitaurichthys zoster Nama Ilmiah: Hemitaurichthys zoster Nama Inggris: Black pyramid butterflyfish Nama Lokal: Nomenclater: Bennett Habitat: Bagian terluar terumbu karang. Kedalaman Habitat: 3—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 16 cm. Membentuk piramid berwarna putih yang dibatasi oleh warna coklat kehitaman pada bagian kepala dan bagian belakang tubuhnya. Sirip punggung berwarna kuning sedangkan sirip perut berwarna putih. Sering ditemukan sendiri atau membentuk kelompok besar. Ikan ini merupakan pemakan plankton di kolom perairan dekat dengan permukaan.

Parachaetodon ocellatus Nama Ilmiah: Parachaetodon ocellatuss Nama Inggris: Ocellate coralfish Nama Lokal: Kepe strip empat Nomenclater: Cuvier, 1831 Habitat: Pesisir terumbu karang, dan terumbu karang dengan sponge . Kedalaman Habitat: 5—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

142

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Berwarna putih keperakan dengan 5 garis jingga vertikal melewati mata dan badan. Titik besar pada pangkal ekor dan titik besar hitam di tengah sirip punggung yang berbentuk segitiga. Ditemukan berenang sendiri atau berpasangan.

Chaetodon ephippium Nama Ilmiah: Chaetodon ephippium Nama Inggris: Saddled butterflyfish Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1831 Habitat: Daerah terumbu karang sehat, laguna dan seaward. Kedalaman Habitat: 5—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 23 cm. Berwarna biru keabu-abuan, terdapat blok hitam di bagian belakang atas tubuhnya, berwarna orange pada bawah mulut sampai sirip ventral. Sering ditemukan berpasangan pada saat dewasa tetapi berenang sendirian (soliter) pada saat juvenil. Ikan ini merupakan pemakan polip karang.

Chaetodon speculum Nama Ilmiah: Chaetodon speculum Nama Inggris: Oval-spot butterflyfish Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Terumbu karang, laguna, outer reef. Kedalaman Habitat: 5—30 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

143

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Memiliki bentuk tubuh yang berbentuk oval dengan warna kuning cerah dan terdapat tompel hitam pada tubuhnya. Garis melintang di bagian kepala yang melintasi matanya terlihat jelas. Ditemukan berenang sendiri atau berpasangan, dan lebih pemalu.

144

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

CARANGIDAE Jacks (Trevallys) Kembung Famili Carangidae merupakan jenis ikan perenang cepat di perairan terbuka yang dapat ditemui di ekosistem terumbu karang. Umumnya memiliki tubuh yang berwarna perak, berbentuk seperi cerutu namun pipih secara lateral dengan kepala yang datar, mata dan mulut yang besar serta ekor cagak. Ikan ini umumnya mengelompok dan menempati areal yang luas, karena termasuk ikan pelagis. Akan tetapi terumbu karang termasuk salah satu area mencari makan, biasanya ditermukan di daerah terluar terumbu karang atau lereng terumbu. Pemakan ikan kecil dan krustasea. Ikan kelompok ini memiliki ukuran yang beragam dari ikan pemakan plankton yang berukuran kecil hingga ikan “great trevally” dengan panjang mencapai 165 cm. Termasuk ikan konsumsi yang sangat penting.

145

146

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Selaroides leptolepis Nama Ilmiah: Selaroides leptolepis Nama Inggris: Yellowstipe scad/smooth-tailed trevally Nama Lokal: Kembung Nomenclater: Kuhl & Van Hasselt, 1833 Habitat: Daerah terumbu dan kolom perairan bagian luar kawasan terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 22 cm. Berwarna keperakan dengan garis kuning pucat hingga kuning terang dari mata hingga ekor. Bintik gelap pada bagian ujung tutup insang, satu baris scult dari bagian tengah tubuh hingga ekor. Membentuk kelompok ikan yang besar.

Carangoides bajad Nama Ilmiah: Carangoides bajad Nama Inggris: Orange-spotted trevally Nama Lokal: Nomenclater: Forsskal, 1775 Habitat: Daerah terumbu dan kolom perairan bagian luar kawasan terumbu karang Kedalaman Habitat: 8—70 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 61 cm. Berwarna keperakan dengan bercak kuning terang. Memiliki variasi warna berwarna kuning seluruh tubuhnya. Membentuk kelompok ikan yang besar.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

CAESIONIDAE Fusiliers Ekor Kuning Famili Caesionidae merupakan famili dengan kelompok perenang pelagis cepat dengan bentuk tubuh seperti torpedo dan pipih secara lateral. Termasuk golongan planktivor dengan kebiasaannya bergerombol (schooling) dalam jumlah yang sangat besar saat melakukan kegiatan makan pada siang hari. Pada siang hari kelompok ini sering berada di sekitar terumbu karang. Pada malam hari ikan kelompok ini berlindung di daerah terumbu karang untuk tidur. Termasuk ikan konsumsi penting di beberapa daerah.

147

148

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Caesio lunaris Nama Ilmiah: Caesio lunaris Nama Inggris: Lunar fusilier Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Pelagis (mid-water), bagian atas tepi terumbu karang dan lereng terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Berwarna biru keperakan dengan titik hitam di ujung sirip ekor. Pada fase muda memiliki ekor berwarna kuning dengan titik hitam diujungnya. Ikan ini membentuk kelompok besar yang terkadang bercampur dengan fusilier jenis lain. Sering ditemukan di lereng terumbu yang berhadapan dengan laut lepas.

Caesio xanthonota Nama Ilmiah: Caesio xanthonota Nama Inggris: Yellowtop fusilier/ Yellowback fusilier Nama Lokal: Ekor kuning Nomenclater: Bleeker, 1853 Habitat: Pelagis (mid-water), daerah lereng terumbu karang Kedalaman Habitat: 5—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

149

Karakteristik &Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Berwarna biru keperakan dengan warna kuning pada bagian atas kepala, punggung hingga bagian ekor pada semua ukuran. Umumnya ditemukan dalam kelompok besar dan sering kali bercampur dalam kelompok fusiler lainnya.

Caesio teres Nama Ilmiah: Caesio teres Nama Inggris: Yellow Tail Fusilier Nama Lokal: Ekor kuning Nomenclater: Bleeker, 1853 Habitat: Pelagis (mid-water), daerah lereng terumbu karang Kedalaman Habitat: 5—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik &Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Berwarna biru keperakan dengan warna kuning pada bagian ekor sampai dengan sirip dorsal. Umumnya ditemukan dalam kelompok besar dalam mencari makan dan sering kali bercampur dalam kelompok fusiler lainnya.

Pterocaesio chrysozona Nama Ilmiah: Pteocaesio chrysozona Nama Inggris: Goldband fusiliers Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: laguna, dataran terumbu karang yang berdekatan dengan lereng terumbu. Kedalaman Habitat: 2—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

150

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 21 cm. Dikenali dari warna dasar perak kecoklatan hingga kehijauan pada bagian punggung dan warna pucat pada bagian bawah tubuhnya. Memiliki strip kuning di sisi tubuh dibawah linear lateralis (LL), dan tanda hitam pada ujung sirip ekornya. Membentuk kelompok ketika mencari makan di daerah terumbu karang.

Pterocaesio tile Nama Ilmiah: Pterocaesio tile Nama Inggris: Bluestreak fusiler/ Darkbanded fusiler Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Tepi terumbu karang dengan air yang jernih, dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—60 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 26 cm. Dikenali dari warna perak kebiruan dengan beberapa garis hitam di tubuhnya. Terlihat jelas garis biru dari tutup ingsang hingga ekor serta garis hitam pada di pinggir sirip ekor atas dan bawah. Ikan ini memiliki fase merah, yaitu kemampuan ikan ini untuk merubah warna tubuhnya aslinya menjadi coklat kelam dan warna kemerahan terutama di tubuh bagian bawah. Perubahan ini dilakukan pada saat bersembunyi di terumbu karang, memasuki daerah pembersihan oleh ikan pembersih dan ketika tidur di malam hari. Ikan ini sering ditemukan secara berkelompok, dan terkadang bercampur dengan kelompok fusiler lainnya di lereng terumbu.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

151

Paracaesio xanthura Nama Ilmiah: Paracaesio xanthura Nama Inggris: Yellowtail false fusilier Nama Lokal: Ekor kuning Nomenclater: Bleeker, 1869 Habitat: Pelagis (mid-water), di daerah daratan terumbu karang dan lereng terumbu karang Kedalaman Habitat: 5—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Berwarna kuning di bagian belakang kepala hingga ekor pada semua ukuran. Mirip dengan ikan fusiler namun dibedakan dari titik hitam pada pangkal sirip dada/ pektoral. Membentuk kelompok ketika mencari makanan yang berupa plankton.

152

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

CARCHARHINIDAE Requiem sharks Hiu Karang Famili Carcharhinidae merupakan kelompok ikan hiu karang. Memiliki moncong runcing, sirip dorsal pertama yang berada di atas sirip perut, mata bulat dengan selaput pelindung dan sirip ekor bagian bawah yang lebih pendek dari ekor atas. Beberapa jenis diantaranya masuk dalam kategori berbahaya bagi manusia. Hiu karang dapat dikenali dari posisi sirip, bentuk moncong, warna, dan posisi dari tanda pada sirip. Pada siang hari hiu ini berada di perairan yang keruh dan dalam. Pada malam hari hiu ini umumnya aktif mencari makan. Makanan utamanya adalah ikan yang berukuran lebih kecil dari tubuhnya.

153

154

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Carcharhinus melanopterus Nama Ilmiah: Carcharhinus melanopterus Nama Inggris: Blacktip reef shark Nama Lokal: Hiu Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1842 Habitat: Pelagis (mid-water), laguna, pesisir terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 180 cm. Berwarna abu-abu kecoklatan dengan warna putih pada bagian bawah, titik hitam pada ujung sirip punggung, sirp dada, sirip adal dan sirip ekor bawah. Biasa ditemukan sendiri atau dalam kelompok. Pada umumnya tidak berbahaya, kecuali bila dipancing dengan menggunakan ikan yang di tombak.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

CIRRHITIDAE Hawkfishes Mata Elang Famili Cirrhitidae merupakan jenis ikan karang berukuran kecil, gempal, tidak memiliki gelembung renang dan biasanya berada di bagian dasar perairan. Daerah kekuasaannya adalah diantara karang lunak dan karang batu. Ikan ini selalu berada di atas karang pada daerah terbuka sehingga dapat terlihat jelas, namun bila didekati ikan ini akan segera pergi menjauh ke tempat persembunyiannya. Ikan ini dapat diidentifikasi dari bulu seperti serabut yang terdapat di ujung sirip dorsalnya. Merupakan ikan hermaprodit dan hidup dalam kelompok kecil dengan satu jantan. Umumnya merupakan pemakan ikan kecil dan krustase.

155

156

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Cirrhitichthys oxycephalus Nama Ilmiah: Cirrhitichthys oxycephalus Nama Inggris: Sharp-headed hawkfish/ Pixy hawkfish Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1855 Habitat: Laguna, dan daerah terumbu karang bagian terluar Kedalaman Habitat: 3—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9.5 cm. Berwarna dasar putih dengan bintik merah coklat pada badan, sirip dan pada tutup insang. Gambar diatas merupakan variasi dari spesies ini, pada variasi ini corak tidak selalu sama tergantung dari tempat dan kedalaman ikan ini berada. Ikan pada kedalaman yang lebih tinggi sering berwarna merah muda dengan titik besar yang tidak beraturan berwarna merah marun. Biasa ditemukan sendiri.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

157

Paracirrhites forsteri

Nama Ilmiah: Paracirrhites forsteri Nama Inggris: Freckled Hawkfish Nama Lokal: Nomenclater: Schneider, 1801 Habitat: Laguna, dan daerah terumbu karang bagian terluar Kedalaman Habitat: 3—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Berwarna dasar putih pada bagian perut dan berwarna merah pada bagian punggung dengan garis kuning dekat sirip dorsal. Pada bagian mata sampai dengan insang terdapat bintik merah. Ketiga gambar diatas merupakan variasi dari spesies ini. Ikan ini seringkali ditemukan di terumbu karang yang menjulang pada satu kedalaman sebagai tindakan mengawasi pemangsa.

158

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

CENTRISCIDAE Shrimpfishes/ Razorfishes Piso—piso Famili Centriscidae merupakan kelompok ikan dengan ukuran kecil dan bentuk tubuhnya yang tipis seperti jarum atau pisau, tubuhnya terbungkus kulit transparan yang kaku. Cara berenang yang unik dan sangat berbeda dengan jenis ikan lainnya, yaitu berdiri atau menegak dengan moncong menghadap ke bawah. Mereka berenang berpasangan atau dalam kelompok yang bergerak hampir secara bersamaan. Umumnya pemakan invertebrata kecil.

159

160

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Aeoliscus strigatus Nama Ilmiah: Aeoliscus strigatus Nama Inggris: Shrimpfish/ Razorfish Nama Lokal: Piso-piso Nomenclater: Gunther, 1860 Habitat: Perairan karang dangkal. Kedalaman Habitat: 1—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang Maksimum 15 cm. Bentuk badan yang memanjang dan tipis, berwarna kuning kecoklatan. Mempunyai garis hitam yang melewati mata sampai pangkal ekor. Umumnya ditemukan di perairan karang yang dangkal, dan mereka berenang mengelompok. Ikan ini selalu berenang menghadap kebawah dan gerakannya seolah-olah mengiris air.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

DASYATIDAE & MOBULIDAE Stingrays Pari Famili Dasyatidae memiliki bentuk piringan persegi atau membundar yang biasanya memiliki lebar 1—2 kali panjang ikan. Kepala menyatu dengan piringan dan terdapat lima pasang lubang insang yang terdapat di bagian bawah piringan tersebut. Ekornya memanjang menyerupai cambuk dengan duri beracun pada bagian dorsal. Duri pada ekor ini sangat berbahaya dan dapat menyebabkan luka dalam. Ikan pari terdapat di semua perairan tropis dan subtropis. Habitatnya di daerah pesisir, estuari, pantai, dan mulut sungai. Beberapa spesies juga ditemukan di daerah terumbu karang. Ikan ini sering bersembunyi di pasir, oleh karena itu sangat penting untuk berhati-hati apabila berjalan di daerah berpasir. Apabila ikan ini terinjak ia dapat menggerakkan ekornya dengan ke segala arah untuk membebaskan diri, dan mengakibatkan luka yang cukup dalam bagi yang terkena duri ekornya. Makanannya termasuk kepiting, udang, cacing, moluska, dan ikan yang biasa

161

162

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

terdapat didasar perairan. Ikan ini tidak mengalami perubahan bentuk pada proses pertumbuhannya, ikan juvenil merupakan bentuk mini dari ikan dewasa. Famili Mobulidae termasuk kawanan ikan pari. Ikan ini umumnya besar dan sering melakukan aksi spektakuler ketika dalam proses memangsa plankton. Ukurannya bisa mencapai 7 meter dengan berat hampir 2 ton. Ikan ini tersebar diseluruh perairan tropis.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

163

Taeniura lymma Nama Ilmiah: Taeniura lymma Nama Inggris: Blue-spotted ribbontail ray Nama Lokal: Pari totol biru Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: laguna, daerah terumbu karang, dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 1—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 90 cm. Berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik biru di tubuhnya. Tubuh berbentuk oval pipih dengan ekor bergaris biru dengan panjang 1 ½ kali lebar tubuh ,memiliki 2 duri pada ekor. Umumnya hidup sendiri, sering berada di dasar berpasir, dibawah celah atau lubang terumbu karang.

Manta birostris Nama Ilmiah: Manta birostris Nama Inggris: Manta ray Nama Lokal: Pari manta Nomenclater: Donndorff, 1798 Habitat: laguna, daerah terumbu karang, dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 1—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

164

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 670 cm. Dikenal karena ukurannya yang besar. Termasuk pemakan plankton dan sering bergerombol jika melakukan proses makan. Berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik biru di tubuhnya. Tubuh berbentuk oval pipih dengan ekor bergaris biru dengan panjang 1 ½ kali lebar tubuh ,memiliki 2 duri pada ekor. Umumnya hidup sendiri, sering berada di dasar berpasir, dibawah celah atau lubang terumbu karang.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

ECHENEIDAE Remoras Remora Famili Echeneidae memiliki bentuk badan yang panjang pipih dan membundar di beberapa bagian, sangat mudah dikenali dari lepengan penghisap yang ada pada bagian atas kepala yang merupakan bentuk modifikasi dari sirip dorsal. Sirip dorsal kedua dan sirip anal memiliki bentuk yang serupa dengan letak yang berhadapan di sisi atas dan bawah tubuh. Ikan ini menumpang pada hewan laut lainnya seperti hiu, pari, ikan bertulang keras, penyu, paus, dan lumba-lumba dengan menggunakan lempeng penghisapnya. Ikan ini juga ditemukan menempel pada lambung kapal atau pada tabung penyelam. Ikan ini memakan sisa-sisa makanan yang ditingalkan oleh ikan yang ditumpanginya, dan terkadang memakan parasit jenis krustasea yang menempel di tubuh inangnya.

165

166

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Echeneis naucrates Nama Ilmiah: Echeneis naucrates Nama Inggris: Sharksucker/ Slender suckerfish Nama Lokal: Remora Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Pelagis (mid-water), daerah tepi terumbu karang Kedalaman Habitat: Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum hingga 100 cm. Memiliki tubuh panjang dan pipih dengan alat penghisap di bagian atas kepala. Berwarna dasar abu-abu kehitaman. Garis hitam tebal dengan warna putih pada pinggir atas dan bawahnya, memanjang dari kepala sampai ekor. Biasanya berenang atau menempel pada ikan hiu, penyu, pari manta dan ikan besar lainnya, terkadang berenang bebas. Memiliki kecenderungan untuk menempel pada penyelam. Jika ikan ini menempel pada anda dorong ke arah depan untuk melepaskannya.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

EPHIPPIDAE Batfishes (Spadefishes)

Famili Ephippidae mempunyai badan yang berbentuk bulat dan sangat pipih secara lateral. Pada ikan dewasa, panjang tubuh sama dengan tinggi tubuhnya. Mulutnya berbentuk terminal dan berukuran kecil. Mempunyai satu sirip punggung, sirip pektoral yang pendek, dan sirip anal yang hampir serupa dengan sirip dorsal. Pada proses reproduksi, tahap juvenil akan sangat berbeda dengan tahap dewasa. Habitatnya di perairan terumbu karang dan sering terlihat bergerombol di dekat permukaan untuk mencari makan.

167

168

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Platax pinnatus Nama Ilmiah: Platax pinnatus Nama Inggris: Pinnate spadefish/ Long-finned batfish Nama Lokal: Gebel Kalong Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Daerah terumbu karang dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—25 m Kategori:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Tingkat Bahaya:

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 37 cm. Berwarna perak dengan garis hitam vertikal pada mata dan garis kedua melalui sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada memiliki warna kuning cerah dengan moncong yang agak panjang. Biasanya ditemukan sendiri. Tahap juvenil ikan ini berwarna hitam pekat dengan garis tepi berwarna jingga kemerahan.

Platax teira Nama Ilmiah: Platax teira Nama Inggris: Longfin spadefish/Teira batfish Nama Lokal: Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: Daerah terumbu karang bagian dalam dan tepi terumbu Kedalaman Habitat: 3—25 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

169

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 41 cm. Berwarna perak, memiliki garis vertikal hitam pekat hingga samar melewati mata, dan garis kedua terletak di bagian depan sirip dorsal sampai denga sirip perut. Bintik hitam besar pada bagian bawah tubuh, dekat dengan sirip perut. Umumnya berenang dalam kelompok.

170

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

GOBIESOCIDAE Clingfishes Ikan Bulubabi Famili Gobiesocidate terdiri atas ikanikan berukuran kecil yang memiliki sirip dorsal tanpa duri keras, tidak memiliki sisik di tubuhnya, dan bentuk tubuh umumnya memanjang. Kelompok ini tersebar di seluruh dunia (sebagian besar masih belum terdata) banyak spesies terdapat di perairan dingin dan hanya beberapa spesies terdapat di perairan tropis. Biasa ditemukan diantara duri bulu babi. Ikan ini memakan zooplankton, alga, dan invertebrata bentik.

171

172

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Diademichthys lineatus Nama Ilmiah: Diademichthys lineatus Nama Inggris: Urchin clingfish Nama Lokal: Nomenclater: Sauvage, 1883 Habitat: Landak laut atau karang bercabang di daerah terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 1—5 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 5 cm. Memiliki tubuh yang panjang seperti tabung dengan mulut yang panjang. Berwarna coklat kemerahan dengan sepasang garis horizontal berwarna kuning pada bagian atas tubuh dan dasar sirip dorsal dari mulut hingga pangkal ekor. Umumnya ditemukan berlindung diantara duri landak laut atau diatara cabang karang bercabang. Memakan plankton atau hewan-hewan yang melekat pada duri landak laut.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

GOBIIDAE Gobies Belosoh Famili Gobiidae mempunyai sirip dorsal yang terdiri atas 2 bagian dan sirip ventral yang menyatu atau hampir menyatu, ciri ini yang membedakannya dengan kelompok bleniies.Habitatnya bervariasi dari daerah terumbu karang hingga dataran pasir. Hidupnya dalam liang atau lubang dan melakukan pengintaian di luar liang untuk menghindari predator. Beberapa spesies berasosiasi dengan udang yang dikenal dengan udang gobi. Udang menyediakan tempat untuk bersembunyi sedangkan gobi mengawasi akan ancaman dari predator di sekitarnya. Umumnya termasuk golongan karnivora yang memakan hewan krustase kecil termasuk udang, copepoda, cacing, sponge, dan moluska. Ikan ini juga memakan plankton yang terdapat dekat dengan permukaan dasar perairan.

173

174

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Amblyeleotris guttata Nama Ilmiah: Amblyeleotris guttata Nama Inggris: Black-chest Shrimp-goby Nama Lokal: Belosoh Nomenclater: Fowler, 1938 Habitat: Daerah dangkal dan dataran terumbu karang dengan dasar berpasir. Kedalaman Habitat: 3—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Dapat dikenali dari coraknya dengan titik-titik berwarna oranye. Ikan ini bersimbiosis dengan udang pasir dengan berbagi lubang persembunyian dan mengawasi predator yang mendekati tempat tinggalnya.

Cryptocentrus caeruleomaculatus Nama Ilmiah: Criptocentrus caeruleomaculatus Nama Inggris: Blue-speckled shrimpgoby Nama Lokal: Belosoh Nomenclater: Herre Habitat: Daerah dangkal dan dataran terumbu karang dengan dasar berpasir. Kedalaman Habitat: 0,5—6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Dapat dikenali dari coraknya yang memiliki lebih kurang 8 garis vertikal yang tidak beraturan pada tubuh dengan garis pucat berada diantaranya. Ikan ini bersimbiosis dengan udang pasir dengan berbagi lubang persembunyian dan mengawasi predator yang mendekati tempat tinggalnya.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

175

Cryptocentrus cinctus Nama Ilmiah: Cryptocentrus cinctus Nama Inggris: Banded shrimpgoby/Yellow shrimpgoby Nama Lokal: Gobi Nomenclater: Herre, 1936 Habitat: Daerah dengan dasar pasir atau pasir berlumpur Kedalaman Habitat: 2—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 7 cm. Ikan ini memiliki 3 macam variasi, yaitu 1 variasi berwarna terang atau kuning keemasan dan 2 variasi berwarna gelap. Gambar diatas merupakan salah satu dari variasi gelap. Variasi jenis ini memiliki warna dasar pucat dengan 4—5 garis vertikal berwarna gelap. Bintik berwarna putih atau biru pada bagian kepala, sirip dorsal, pektoral dan ventral. Umumnya ditemukan berpasangan dengan jenis yang sama namun terkadan dapat pula berpasangan dengan jenis dari variasi lainnya.

Valenciennea longipinnis Nama Ilmiah: Valenciennea longipinnis Nama Inggris: Long-finned goby Nama Lokal: gobi Nomenclater: Lay & Bennet, 1839 Habitat: Laguna, daerah terumbu karang terlindung dengan dasar pasir. Kedalaman Habitat: 2—6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

176

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Berwarna putih hingga abu-abu pucat, pada bagian garis laterat tubuh terdapat 5 bintik besar. Sepasang garis di bagian pipi dan tutup insang. Sering ditemukan berpasangan atau sendiri.

Valenciennea sexguttata Nama Ilmiah: Valenciennea sexguttata Nama Inggris: Sixspot goby Nama Lokal: gobi Nomenclater: Valenciennes, 1837 Habitat: Terumbu karang dengan dasar pasir atau patahan karang. Kedalaman Habitat: 3—10 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 11.5 cm. Berwarna putih hingga abu-abu dengan 6 atau lebih titik kebiruan pada bagian pipi. Bintik hitam pada ujung sirip dorsal 1. Sering ditemukan berpasangan. Hidup dalam liang di pasir atau lubang diantara batu.

Amblyeleotris yanoi Nama Ilmiah: Amblyeleotris yanoi Nama Inggris: Flagtail shrimp goby Nama Lokal: Gobi Nomenclater: Aonuma & Yoshino, 1996 Habitat: Terumbu karang dengan dasar pasir atau patahan karang. Kedalaman Habitat: 3—35 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

177

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm. Berwarna putih dengan 5 garis melintang berwarna coklat terang. Sering ditemukan berpasangan. Hidup dalam liang di pasir atau lubang diantara batu, atau diantara rubble.

Amblygobius phalaena Nama Ilmiah: Amblygobius phalaena Nama Inggris: Whit-barred Goby Nama Lokal: Gobi Nomenclater: Valenciennes, 1837 Habitat: Laguna dan daerah terumbu dominan pasir Kedalaman Habitat: 1—3 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Berukuran sampai dengan 14 cm. Berwarna coklat gelap dengan garis-garis di kepala dan garis bar melintang di badan. Bagian badan berwarna bervariasi dari hitam gelap sampai kehijau-hijauan. Terdapat tiga titik hitam di sirip ekor.

178

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Haemulidae Sweetlips Famili Haemulidae memiliki mulut yang lebih kecil, bibir yang lebih tebal, dan sedikit gigi taring. Mempunyai corak yang sangat menarik dengan warna yang cerah dan bervariasi sesuai dengan ukurannya. Dari nama inggrisnya “sweetlips” yang artinya bibir manis menunjukkan keindahan dari bibir ikan menjadi patokan utama dalam mengidentifikasinya. Ikan ini dapat mengeluarkan suara seperti lenguhan yang dihasilkan dari gesekan gigi dikedua rahangnya yang diperbesar dengan gelembung udara. Makanan utama ikan ini adalah krustase yang berada di dasar perairan.Ikan ini aktif pada malam hari (nokturnal), namun pada siang hari ikan ini biasa berenang diam sendiri atau berkelompok di daerah yang dekat dengan terumbu karang.

179

180

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Plectorhincus chaetodonoides Nama Ilmiah: Plectorhincus chaetodonoides Nama Inggris: Harlequin sweetlip/Manyspoted sweetlip Nama Lokal: Brongkelly atau onde-onde Nomenclater: Lacepède, 1800 Habitat: Laguna, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum ikan dewasa 72 cm, namun untuk juvenilnya sekitar 4—10 cm, dan tahap sub-adult 8—20 cm. Berwarna dasar putih kekuningan atau kehijauan, dengan warna putih di bagian perut. Terdapat bintik gelap yang tersebar di kepala, badan dan sirip. Umumnya ditemukan sendiri, di dekat daerah yang memiliki banyak celah.

juvenil

Sub—adult

Petunjuk pemakaian Identifikasi

181

Plectorhincus vittatus Nama Ilmiah: Plectorhincus vittatus Nama Inggris: Oriental sweetlip Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1793 Habitat: Pesisir terumbu, Laguna, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum ikan dewasa 85 cm, namun untuk juvenilnya sekitar 10—15 cm. Berwarna dasar putih dengan garis hitam melintang di bagian perut. Terdapat bintik gelap di sirip ekor, anal dan punggung. Umumnya ditemukan sendiri, atau kelompok kecil. Ikan ini termasuk nokturnal, namun tetap terlihat pada siang hari.

Plectorhincus lineatus Nama Ilmiah: Plectorhincus lineatus Nama Inggris: Oblique-banded Sweetlip Nama Lokal: Nomenclater: Linaeus, 1754 Habitat: Pesisir terumbu, Laguna, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—55 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum ikan dewasa 60 cm, namun untuk juvenilnya sekitar 8—18 cm. Memiliki warna dasar putih dengan corak garis membentuk diagonal. Hampir serupa dengan jenis Plectorhincus vittatus akan tetapi tidak memiliki corak apapun di bagian perutnya. Umumnya ditemukan sendiri, atau kelompok kecil. Ikan ini aktif mencari makan pada malam hari, namun tetap terlihat pada siang hari.

182

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

HETEROCONGRIDAE Garden Eel Famili Heterocongridae memiliki bentuk tubuh seperti tabung dengan sabagian tubuhnya berada di bawah pasir. Termasuk golongan planktifora yang memakan plankton di perairan. Ikan ini sering ditemukan di substrat dasar pasir.

183

184

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Heteroconger hassi Nama Ilmiah: Heteroconger hassi Nama Inggris: Spotted Garden Eel Nama Lokal: Nomenclater: Klausewitz & Eible-Eibesfeldt, 1959 Habitat: Pasir berlumpur Kedalaman Habitat: 10—55 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai diameter tubuh maksimum ikan dewasa 14 mm. Memiliki warna dasar putih kecoklatan dan terdapat pola garis hitam sepanjang tubuhnya. Dikenali dari titik hitam yang berada di belakang penutup insangnya. Ikan ini sering ditemukan bergerombol dalam jumlah besar.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

HOLOCENTRIDAE Soldierfishes & Squirrelfishes Famili Holocentridae memiliki duri pada tutup insangnya yang mengandung racun pada beberapa jenis, walaupun dapat menyebabkan luka namun racun pada duri ini dipercaya tidak akan berbahaya. Umumnya berwarna merah dengan mata yang besar dengan sirip dorsal yang panjang keatas.Merupakan ikan yang mencari makan di waktu malam dan pada siang hari ikan ini hanya berkumpul di dekat atau dalam celah terumbu atau diantara karang bercabang. Umumnya mencari makan di dasar perairan dengan memakan kepiting, udang, dan ikan-ikan kecil.

185

186

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

187

Sargocentron rubrum Nama Ilmiah: Sargocentron rubrum Nama Inggris: Redcoat Squirrelfish Nama Lokal: Brajanata strip Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: Terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—84 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 27 cm. Disepanjang badan terdapat garis putih horizontal sampai batas kepala. Pada bagian bawah mata juga terdapat garis putih. Sirip ekor cagak dengan tepi atas dan bawah berwarna merah, serta sirip perut bergaris putih. Umumnya ditemukan di selasela terumbu massive atau goa, sering ditemukan sendiri maupun dalam kelompok kecil. Termasuk ikan yang aktif mencari makan pada malam hari, pada siang hari ikan cenderung diam dan tidak berenang secara aktif.

188

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Sargocentron caudimaculatum Nama Ilmiah: Sargocentron caudimaculatum Nama Inggris: Tailspot squirrelfish Nama Lokal: Nomenclater: Ruppell, 1838 Habitat: Daerah terluar terumbu karang dengan kondisi baik Kedalaman Habitat: 6—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna dasar merah dengan warna putih keperakan yang tersebar di sebagian tubuh terutama pada bagian tubuh belakang hingga ekor. Garis putih pendek pada bagian atas tutup insang. Sering ditemukan sediri atau dalam kelompok.

Myripristis kuntee Nama Ilmiah: Myripristis kuntee Nama Inggris: Epaulette Soldierfish Nama Lokal: Nomenclater: Valicennes, 1831 Habitat: Daerah terluar terumbu karang dengan kondisi baik Kedalaman Habitat: 6—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

189

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna dasar perak dengan garis hitam vertical di belakang sirip pectoral. Sirip anal, sirip dorsal dan sirip ekor berwarna pucat dengan setiap ujungnya berwarna merah. Ikan ini sering ditemukan sendiri atau berkelompok berdiam diri di atas terumbu karang bercabang.

190

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

LABRIDAE Wrasses Famili Labridae merupakan ikan yang dominan ditemukan di ekosistem terumbu karang dengan ukuran, bentuk, tingkah laku dan warna tubuh yang bervariasi. Semua ikan kelompok ini memiliki mulut dengan tipe terminal dengan mempelihatkan gigi taring depan, berbibir tebal dengan sirip dorsal bersambung yang sederhana. Ikan kelompok ini berenang dengan menggunakan sirip pektoral sebagai sirip utama. Ikan ini pada umumnya memiliki kemampuan untuk berganti jenis kelamin ketika mencapai umur, ukuran atau kiriteria sosial tertentu. Pada proses menuju dewasa sebagian besar wrasses melalui tahap perubahan yang sangat berbeda baik dalam segi warna maupun bentuk tubuh. Perubahan ini ditandai sebagai Fase Juvenil (FJ), Fase Menengah (FM), dan Fase Dewasa (FD) yang mewakili ikan terbesar, tercerah, teragresif, dan dalam jumlah yang tidak banyak.Labriidae umumnya adalah omnivora dengan memakan udang, bintang laut, gastropoda, ikan-ikan kecil dan algae. Ketika siang hari sebagian besar ikan ini berenang terpisah dan

191

192

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

terkadang bercampur menjadi satu kelompok pemangsa di dasar perairan. Ikan ini merupakan ikan yang pertama beristirahat pada sore hari dan ikan yang terakhir bangun pada pagi hari. Mayoritas ikan ini cenderung menetap pada suatu lokasi atau mengelompok di suatu bentuk terumbu tertentu.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

193

Cheillinus fasciatus Nama Ilmiah: Cheillinus fasciatus Nama Inggris: Redbreasted maori wrasse/Redbranded wrasse Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1791 Habitat: Laguna dan daerah terumbu karang dengan dasar pasir dan patahan karang Kedalaman Habitat: 3—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 36 cm. Warna merah jingga pada bagian badan dekat dengan kepala hingga dada. Garis vertikal hitam dan putih bergantian di sepanjang badan hingga ekor. Soliter atau berenang sendiri.

Cheilinus trilobatus Nama Ilmiah: Cheilinus trilobatus Nama Inggris: Tripletail maori wrasse Nama Lokal: Nomenclater: Lacepède, 1802 Habitat: Laguna, terumbu karang dekat dengan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

194

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 45 cm.Tahap dewasa berwarna hijau gelap dengan corak pada kepala berupa garis dan titik berwarna merah muda pada kepala. Dua buah garis tebal berwarna putih pada bagian ekor. Sirip ekor membundar dengan tambahan pada bagian atas dan bawah sirip. Tahap menegah, umunya berwarna putih dengan warna kehijauan pada bagian kepala dan warna kecoklatan di bagian tubuh. Sering terlihat 4 garis tebal vertikal kecoklatan pada tubuh.

Oxycheillinus celebicus Nama Ilmiah: Oxycheilinus celebicus Nama Inggris: Celebes wrasse Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1853 Habitat: Laguna dengan kondisi terumbu karang yang baik, dan daerah terumbu karang tepi Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 24 cm. Memiliki corak berwarna coklat yang tidak beraturan dengan beberapa garis hitam di bagian pangkal ekor. Pada sekitar mata terdapat garis dengan warna merah muda atau jingga. Mulut membetuk moncong yang agak memanjang. Soliter.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

195

Choerodon anchorago Nama Ilmiah: Choerodon anchorago Nama Inggris: Anchor turkfish/Yellow-cheek turkfish Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1791 Habitat: Daerah lamun, daerah berpasir, laguna, terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 38 cm. Berwarna abu-abu pada bagian kepala dan putih di bagian perut dengan tanda hitam yang dikelilingi oleh warna putih di bagian punggung. Ikan ini merupakan ikan soliter.

Halichoeres scapularis Nama Ilmiah: Halichoeres scapularis Nama Inggris: Zigzag wrasse Nama Lokal: Keling Nomenclater: Bennet, 1831 Habitat: Daerah dangkal berpasir dan dasar lamun yang dekat dengan terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Ikan dewasa berwarna hijau pucat dengan garis vertikal di bagian tubuh berwarna biru sampai lavender, pada bagian kepala terdapat pula garis tebal dengan warna yang sama. Terdapat bintik besar berwarna hitam yang

196

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

memudar pada bagian atas badan dekat dengan pangkal sirip pektoral. Pada tahap juvenil seperti terlihat pada gambar memiliki warna dasar putih atau putih kehijauan dengan garis zigzag di bagian tengah tubuhnya dari kepala hingga pangkal ekor. Ditemukan sendiri atau berkelompok di daerah dengan dasar pasir atau patahan karang.

Halichoeres vrolikii Nama Ilmiah: Halichoeres vrolikii Nama Inggris: Indian pinstriped wrasses Nama Lokal: Keling Nomenclater: Bleeker Habitat: Laguna, pasir dan terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 13 cm. Berwana dasar hijau dengan garis hijau gelap di bagian atas tubuhnya dengan tanda garis berwarna putih kehijauan yang berdekatan sebanyak 3—4 buah. Sirip pektoral/dada berwarna kuning. Terdapat garis hijau dan merah jambu di bagian kepala. Umumnya ditemukan berenang sendiri.

Halichoeres chloropterus Nama Ilmiah: Halichoeres chloroterus Nama Inggris: Pastel-green wrasse Nama Lokal: Keling Nomenclater: Bloch, 1971 Habitat: Laguna dan daerah terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 1—10 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

197

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 19 cm. Berwarna hijau pastel dengan titik-titik ungu lavender atau merah muda diatasnya dan terdapat tanda berupa pita ungu di bagian kepala. Soliter. Umumnya ditemukan di daerah terumbu karang yang relatif terlindung dari arus dengan substrat dasar pasir dan patahan karang.

Hologymnosus annulatus Nama Ilmiah: Hologymnosus annulatus Nama Inggris: Ring wrasse/ Ring slender wrasse Nama Lokal: Nomenclater: Lacepède, 1801 Habitat: Daerah terumbu yang terbuka dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 8—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Memiliki tubuh yang panjang dan tipis. Pada tahap dewasa umumnya berwarna hijau hingga hijau kebiruan dengan garis tipis vertikal berwarna ungu di tubuhnya. Tahap Juvenil (gambar) berwarna kuning pucat pada bagian atas tubuh dan coklat gelap pada bagian bawah. Terdapat garis horizontal berwarna coklat gelap dibagian atas dari bagian antara kedua mata hingga bagian atas sirip ekor. Soliter, biasa ditemukan di daerah berpasir dan ditemukan banyak patahan karang.

198

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Labroides dimidiatus Nama Ilmiah: Labroides dimidiatus Nama Inggris: Cleanerfish/Bluestreak Cleaner wrasse Nama Lokal: Ikan pembersih Nomenclater: Valenciennes, 1839 Habitat: Terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 11,5 cm. Fase dewasa (gambar) berwarna putih kekuningan pada bagian kepala dan berwarna kebiruan pada tubuh hingga ekor. Garis hitam dari mulut yang kemudian berangsur-angsur menebal di bagian ekor. Tahap juvenil berwarna biru tua dengan garis biru neon dari mulut hingga bagian atas sirip ekor, dan garis biru neon pada tepi ekor. Sering ditemukan sendiri atau berpasangan. Memiliki daerah sebagai stasiun pembersihan, dan sering berenang dengan gerakan tertentu untuk menarik ikan yang akan dibersihkan.

Thalassoma lutescens Nama Ilmiah: Thalassoma lutescens Nama Inggris: Moon wrasse/ Crescent wrasse Nama Lokal: Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Pelagis (mid—water), laguna, pesisir terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Tahap dewasa berwarna biru atau biru kehijauan. Terdapat garis berwarna lavender atau hijau di bagian kepala. Sirip dada berwarna lavender dengan garis tepi biru. Sirip ekor berbentuk sabit dengan bagian tengah berwarna kuning. Pada tahap menengah sama dengan tahap dewasa namun lebih berwarna hijau. Soliter.

199

200

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

LUTJANIDAE Snappers Kakap Famili Lutjanidae memiliki ukuran sedang dengan bentuk kepala menyerupai segitiga, ekor yang lekukan dangkal, sirip dorsal yang menyambung, moncong yang dengan mulut berada di bagian bawah dengan barisan gigi taring yang rapat berada di bagian depan kedua rahang. Hampir seluruh jenis ikan ini hidup di daerah dangkal hingga kedalaman menengah, akan tetapi beberapa jenis dapat hidup dalam celah-celah batu yang berada pada kedalaman beberapa ratus kaki di bawah permukaan. Sebagian besar jenis ini aktif pada malam hari untuk mencari makanan. Ikan sebagai makanan utama dan terkadang juga memakan jenis cepalopoda, krustasea, dan gastopoda. Ikan ini merupakan ikan yang termasuk dalam ikan konsumsi dan sangat digemari oleh penduduk di berbagai daerah.

201

202

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Lutjanus kasmira Nama Ilmiah: Lutjanus kasmira Nama Inggris: Bluestripe snapper/Blue-stripped seaperch Nama Lokal: Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: Laguna, terumbu karang, dan lereng terumbu terluar Kedalaman Habitat: 1—265 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Berwarna kuning terang dengan 4 garis horizontal berwarna biru neon pada bagian atas tubuh. Bagian perut berwarna putih dengan garis abuabu yang samar. Biasanya berkumpul di daerah terumbu karang.

Lutjanus sebae Nama Ilmiah: Lutjanus sebae Nama Inggris: Red emperor snapper Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1828 Habitat: Perairan dengan dasar berpasir. Kedalaman Habitat: 20—100 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 60 cm. Tahap dewasa berwarna merah umumnya berada di perairan dalam. Tahap juvenil dan menengah(gambar) berwarna putih dengan garis

Petunjuk pemakaian Identifikasi

203

horizontal merah kecoklatan di tengah tubuh, garis diagonal merah kecolatan dari mulut hingga kepala dan garis diagonal di bawah sirip dorsal hingga pankal ekor bagian bawah. Juvenil sering berasosisasi dengan landak laut.

Lutjanus vitta Nama Ilmiah: Lutjanus vitta Nama Inggris: Brownstripe snapper/Striped snapper Nama Lokal: Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1824 Habitat: Daerah luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 10—72 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Tahap dewasa berwarna putih kekuningan dengan garis coklat horizontal yang berada di bawah garis lateral dari mata hingga pangkal ekor. Tahap juvenil (gambar) berwarna putih dengan garis hitam horizontal dari atas mulu melewati mata hingga pangkal ekor. Biasa ditemukan sendiri atau membentuk kelompok.

Macolor niger Nama Ilmiah: Macolor niger Nama Inggris: Black snapper Nama Lokal: Nomenclater: Forsskal, 1775 Habitat: Terumbu karang Kedalaman Habitat: 5—15 m (juvenil), 3—90 m (dewasa) Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

204

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm untuk juvenil, sedangkan dewasa 60 cm. Tahap dewasa berwarna abu—abu kehijauan. Tahap juvenil (Gambar atas) berwarna putih dengan garis hitam horizontal di badan, garis hitam melintang di mata ke mulut, titik—titik putih di punggung. Pada fase juvenile ikan memiliki warna dominan hitam sedangkan pada saat mencapai dewasa ikan tersebut memiliki warna abu—abu kehitaman.

juvenil

Lutjanus gibbus Nama Ilmiah: Lutjanus gibbus Nama Inggris: Humpback snapper Nama Lokal: Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: Laguna, terumbu karang, dan lereng terumbu terluar Kedalaman Habitat: 1—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 55 cm. Berwarna dasar perak dan pada bagian perut berwarna kemerahan. Ekornya berwarna hitam dengan bentuk cagak yang agak membundar pada bagian ujungnya. Sering ditemukan soliter ataupun membentuk kelompok kecil.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

205

Lutjanus sp. Nama Ilmiah: Lutjanus sp. Nama Inggris: snapper Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Terumbu karang, dan lereng terumbu terluar Kedalaman Habitat: 1—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 55 cm. Berwarna dasar perak dan pada bagian perut berwarna kemerahan. Ekornya berwarna hitam dengan bentuk cagak yang agak membundar pada bagian ujungnya. Sering ditemukan soliter.

206

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

LETHRINIDAE Emperors Famili Lethrinidae merupakan ikan dengan ukuran sedang hingga besar serta memiliki kemampuan untuk merubah warna dari corak dengan bintik tidak beraturan ke corak dengan garis dan bintik dan sebaliknya. Sebagian besar anggota kelompok ini hidup di daerah terumbu karang bagian luar dimana mereka dapat memakan invertebrata yang berada di dalam pasir. Beberapa jenis dari kelompok ini adalah pemangsa di waktu malam dan jenis yang berukuran besar biasanya memakan ikan. Sebagian besar ikan dari genur Lethrinus

207

208

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gnathodentex aurolineatus Nama Ilmiah: Gnathodentex aurolineatus Nama Inggris: Stripes large-eye bream Nama Lokal: Nomenclater: Lacepède, 1802 Habitat: Laguna, terumbu karang dangkal, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Berwarna abu-abu atau coklat keperakan dengan bagian agak gelap di tubuh bagia atas. 4-5 garis horizontal coklat atau emas di kedua sisi tubuh. Warna kuning di bawah bagian belakan sirip dorsal. Berenang sendiri atau membentuk kelompok besar.

Monotaxis grandoculis Nama Ilmiah: Monotaxis grandoculis Nama Inggris: Humpnose bigeye bream Nama Lokal: Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: Laguna, daerah terumbu dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—100 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 60 cm. Tahap dewasa (gambar 1) berwarna hitam hingga abuabu, sering dengan sapuan warna kuning di daerah kepala. Titik hitam pada dasar sirip dada. Tahap menengah (gambar 2) hampir sama dengan dewasa namun terdapa 4 garis verikal berwarna pucat pada bagian atas tubuh yang kemudian akan memudar pada tahap dewasa. Tahap juvenil memiliki warna hitam keabu-abuan, atau coklat kehitaman dibagian atas dan garis vertikal yang terlihat jelas. Berenang sendiri atau berkelompok

209

210

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

MULLIDAE Goatfishes Belanak Famili Mullidae berasal dari kata latin ”mullus” yang berarti lunak, hal ini berkaitan dengan dagingnya yang lunak. Ikan-ikan ini dapat mudah dikenali karena adanya dua misai dibawah dagunya menyebabkan ikan ini diberi nama “Goatfishes”. Meskipun misai kadang terlipat dan tak nampak.Ikan ini mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan pipih dengan mulut yang berukuran kecil dan protraktil. Dengan sisik yang berukuran besar dan berbentuk stenoid. Garis rusuknya melengkung. Bagian kepalanya bersisik sampai hidung dan tumpul. Ikan ini mendiami perairan karang dan estuaria.Ikan nokturnal jenis ini pada siang hari umumnya berada dalam kelompok di perairan terbuka atau berlindung di daerah terumbu karang. Beberapa jenis ikan ini merubah warna dengan warna yang sangat berbeda ketika beristirahat di dasar perairan atau pada saat memasuki stasiun pembersihan.Beberapa spesies mencari makan pada siang hari, beberapa spesies lainnya mencari makan pada malam hari, dan sedikit spesies yang mencari makan baik pada siang dan malam hari. Umumnya memakan udang, kerangkerangan dan cacing.

211

212

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

213

Parupeneus macronema Nama Ilmiah: Parupeneus macronema Nama Inggris: Longbarbel goatfish/ Striped-spot goatfish Nama Lokal: Keling jenggot putih Nomenclater: Lacepède, 1801 Habitat: Terumbu karang dengan dasar pasir, patahan karang atau rumput laut. Kedalaman Habitat: 3—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 32 cm. Berwarna Putih kekuningan atau keabu-abuan. Garis memanjang horizontal berwarna coklat gelap dari daerah sekitar mata hingga sirip punggung ke-2. Pada pertengahan pangkal ekor terdapat bintik berwarna hitam. Di dasar sirip punggung ke-2 terdapat garis berwarna hitam. Ditemukan berenang sendiri atau dalam kelompok kecil.

Parupeneusbifasciatus Nama Ilmiah: Parupeneus bifasciatus Nama Inggris: Double-bar Goatfish Nama Lokal: Nomenclater: Lacepede, 1801 Habitat: Perairan pesisir dengan dasar pasir dan patahan karang Kedalaman Habitat: 4—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

214

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Berwarna putih dengang dua garis tebal berwarna hitam di badannya. Terdapat lingkaran berwana hitam pada bagian matanya. Bagian ekor ikan ini membentuk cagak dengan ujung membundar. Sering ditemukan berenang sendiri ataupun berkelompok.

Upeneus tragula Nama Ilmiah: Upeneus tragula Nama Inggris: Freckled goatfish/Bar-tailed goatfish Nama Lokal: Nomenclater: Richardson, 1846 Habitat: Perairan pesisir dengan dasar pasir dan patahan karang Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Berwarna putih dengang bintik dan titik berwarna coklat yang tidak beraturan. Garis coklat hitam dari mulut hingga ekor. Pada bagian ekor terdapat garis-garis hitam. Ikan ini dapat berubah warna menjadi berwarna kuning kecoklatan atau warna merah dengan garis merah tua dari mulut hingga ekor ketika sedang dibersihkan oleh ikan pembersih atau ketika tidur. Dapat berenang sendiri atau berkelompok.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

MONACANTHIDAE Filefishes/Leatherjackets xxxxx Famili Monacanthidae berkerabat dekat dengan kelompok triggerfishes dan pufferfish. Saat duri dorsal ditegakkan, duri ini mirip dengan pengasah penebang kayu yang tidak dapat dikunci pada tempatnya. Ikan ini dapat merubah warna dan corak tubuhnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Filefish sirip lunak sederhana dengan sirip dada relatif kecil, sirip ekor berbentuk kipas, mahkota ramping berada diatas tulang kepala. Mulut terminal kecil dari filefish memiliki gigi khusus gigi seri pada rahang atas dan bawah; di rahang atas ada empat gigi seri dan enam pada seri luar, di rahang bawah, ada 4—6 dalam seri luar.Habitatnya di perairan dangkal seperti terumbu karang dan padang lamun. Umumnya memakan alga dan lamun. Ada juga yang memakan invertebrata seperti tunikata, gorgonian, dan hidrozoa. Beberapa juga memakan polip karang.

215

216

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Acreichthys tamentosus Nama Ilmiah: Acreichthys tamentosus Nama Inggris: Bristle—tailed filefish/Bristle-tailed leatherjacket Nama Lokal: Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Terumbu karang yang terlindung dan padang lamun Kedalaman Habitat: 1—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10 cm. Memiliki corak yang tidak beraturan dengan warna hijau dan putih dengan bentuk tubuh yang pipih. Memiliki beberapa kulit seperti serabut di tubuh dan sirip. Biasa ditemukan di dasar patahan karang atau terumbu karang dangkal.Ikan ini sering ditemukan sendirian dan hidup dengan memakan plankton.

Aluterus scriptus Nama Ilmiah: Aluterus scriptus Nama Inggris: Scrawled filefish/ Scribbled leatherjacket Nama Lokal: Nomenclater: Osbeck, 1765 Habitat: Laguna, daerah terumbu karang pesisir bagian luar Kedalaman Habitat: 2—80 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 75 cm. Berwarna hijau keabu-abuan dengan pola garis biru yang tidak beraturan dan bintik hitam di bagian kepala dan tubuh. Memiliki duri sebagai pengganti sirip dorsan. Ikan ini dapat berkamuflase atau merubah warna tubuhnya menjadi abu-abu atau warna yang lebih gelap (gambar 2) sehingga mirip dengan lingkungan sekitarnya, biasanya dilakukan apabila ia merasa terancam atau pada saat berlindung dari predator. Soliter.

217

218

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

MURAENIDAE Moray eels Kerondong Famili Muraenidae memiliki tubuh tanpa adanya sirip pektoral atau ventral. Sirip dorsal, ekor dan anal menyatu menjadi satu sirip yang panjang dari belakang kepala mengelilingi bagian ekor hingga bagian tengah di bawah perut. Tubuhnya panjang dan tanpa sisik diselubungi oleh lapisan lendir sebagai pelindung. Ikan ini mempunyai ukuran tubuh yang sangat besar, panjang dan kuat, terutama pada rahang dan giginya. Moray selalu membuka mulutnya dengan teratur, tingkah laku seperti ini sering dianggap sebagai bentuk ancaman. Namun sebernarnya gerakan dilakukan untuk mengalirkan air melalui insangnya untuk bernafas. Pada dasarnya Moray tidak agresif walaupun ikan ini dapat menggigit bila merasa terancam. Pada siang hari sebagian besar kelompok ikan ini akan bersembunyi di tempat-tempat gelam. Biasanya mereka hanya memperlihatkan kepala dari dalam lubang. Ikan yang berukuran besar umumnya memakan gurita dan ikan-ikan kecil. Sedangkan beberapa memangsa hewan krustasea

219

220

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

terutama kepiting. Ikan ini merupakan ikan yang termasuk kategori ikan berbahaya. Walaupun dikatakan tidak agresif, gigitannya dapat mengakibatkan luka yang cukup dalam dan memerlukan perawatan serius.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

221

Gymnothorax javanicus Nama Ilmiah: Gymnothorax javanicus Nama Inggris: Giant moray Nama Lokal: Kerondong Nomenclater: Bleeker, 1859 Habitat: Lubang celah terumbu di daerah laguna dan daerah terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 1—46 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 239 cm. Berwarna coklat dengan titik coklat gelap di bagian kepala, tubuh, dan sirip. Lingkarang berwarna hitam pada lubang insang. Merupakan moray berukuran besar yang sering dijumpai. Umumnya ditemukan di celah terumbu, dan hidup sendiri.

Gymnothorax isingteena Nama Ilmiah: Gymnothorax isingteena Nama Inggris: Spotted moray Nama Lokal: Kerondong Nomenclater: Habitat: Celah atau goa di terumbu karang lereng terumbu luar Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

222

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 180 cm. Berwarna dasar putih dengan titik hitam berukuran besar yang tidak beraturan, biasanya titik tersebut menyatu membentuk tanda melingkar. Kepala biasanya menyembul dari celah terumbu.Hidup dengan memangsa ikan-ikan lebih kecil yang melewati sarangnya.

Gymnothorax fimbriatus Nama Ilmiah: Gymnothorax fimbriatus Nama Inggris: Fimbriatedmoray Nama Lokal: Kerondong Nomenclater: Habitat: Celah atau goa di terumbu karang lereng terumbu luar Kedalaman Habitat: 7—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 80 cm. Berwarna dasar putih dengan titik hitam berukuran besar yang tidak beraturan. Beberapa bagian spot hitam memanjang. Bagian kepala kekuningan.

Rhinomuraena quaesita Nama Ilmiah: Rhinomuraena quaesita Nama Inggris: Ribbon eel Nama Lokal: Kerondong Nomenclater: Habitat: Celah atau goa di terumbu karang lereng terumbu luar Kedalaman Habitat: 1—57 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

223

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Berwarna biru terang dengan sirip dorsal kuning dan sungut di bagian kepala berwarna kuning. Biasanya berpasangan atupun sendiri. Untuk betina berwarna kuning polos seluruh tubuhnya. Spesies ini termasuk protandrous hermaprodite (jantan berubah menjadi betina).

224

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

NEMIPTERIDAE Spinecheeks/ Coral Breams Famili Nemipteridae merupakan kelompok ikan berukuran kecil hingga sedang dan memiliki mulut terminal yang kecil dengan panjang tidak melewati batas mata, satu sirip dorsal dan ekor cagak. Mereka hidup di daerah terumbu karang, dengan hamparan pasir, dan patahan karang. Walaupun ikan ini umumnya berkelompok , sebagian besar merupakan ikan yang hidup soliter dan pemangsa hewanhewan bentik dengan berenang mengambang dekat dengan di dasar perairan.

225

226

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Pentapodus trivittatus Nama Ilmiah: Pentapodus trivittatus Nama Inggris: Three-striped whiptail Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1791 Habitat: Daerah terumbu karang dan laguna Kedalaman Habitat: 2 —30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Berwarna abu-abu pada setengah bagian keatas, bagian bawah kepala dan badan berwarna putih. Garis-garis vertikal putih di bawah sirip dorsal. Warna putih atau warna pucat di tengah badan kemudian menjadi garis putih di bagian ekor. Hidup soliter atau berpasangan.

Scolopsis affinis Nama Ilmiah: Scolopsis affinis Nama Inggris: Pale monocle bream Nama Lokal: Nomenclater: Peters Habitat: Laguna dan daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 5—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Tubuh ikan ini memiliki warna abu-abu muda dengan ekor berwarna kuning muda. Memiliki 3—4 baris horizontal titik-titik hitam pada bagian punggung. Soliter atau berkumpul dalam kelompok kecil. Sering ditemukan pada bagian bawah perairan dengan dasar pasir.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

227

Scolopsis bilineata Nama Ilmiah: Scolopsis bilineatus Nama Inggris: Bridled monocle bream Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1793 Habitat: Terumbu karang dengan dasar pasir dan patahan karang Kedalaman Habitat: 2—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna dasar putih, warna abu-abu gelap dan sedikit kuning di bagian kepala dan tubuh atas dengan garis tebal putih dibatasi 2 garis hitam melengkung dari mulut hingga sirip dorsal bagian belakang. Tiga garis kuning di kepala bagian atas. Soliter atau membentuk kelompok kecil.

Scolopsis ciliata Nama Ilmiah: Scolopsis ciliatus Nama Inggris: Whitestreak monocle bream Nama Lokal: Nomenclater: Lacepède, 1802 Habitat: Hamparan pasir di terumbu karang, laguna dengan terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna abu-abu coklat dengan 2—4 baris horizontal titik-titik jingga pada sisi tubuh. Garis tebal putih pada dasar sirip dorsal merupakan ciri

228

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

khusus yang dimiliki jenis ikan ini. Ikan ini sering ditemukan soliter atau berkelompok dalam mencari makan. Biasa ditemukan di dekat permukaan pasir.

Scolopsis lineata Nama Ilmiah: Scolopsis lineatus Nama Inggris: Striped monocle bream/Lined monocle bream Nama Lokal: Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1824 Habitat: Laguna, hamparan pasir dekat dengan terumbu karang, dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 1—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman pada tubuh bagian atas dengan 2—3 garis putih horizontal dan garis pendek vertikal yang tidak beraturan. Soliter atau dalam kelompok.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

POMACANTHIDAE Angelfishes Famili Pomacanthidae merupakan ikan dengan ukuran kecil hingga besar dan memiliki corak tubuh yang berwarna-warni. Biasa ditemukan di perairan tropis wilayah Indo-pasifik, famili ini didominasi oleh spesies berukuran kecil dari genus Centropyge. Angelfishes sangat bergantung pada perlindungan dari terumbu karang besar, gua, dan celah-celah terumbu. Ikan ini sering ditemukan pada daerah dengan pertumbuhan karang yang baik atau dipenuhi oleh batu-batuan. Makanan ikan jenis Centropyge adalah alga sebagai makanan utama, jenis Pomacanthus memakan sponge, alga, dan invertebrata bentik. Beberapa spesies berkumpul di kolom air untuk memakan zooplankton yang umumnya adalah tunicate pelagis.

229

230

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Centropyge eibli Nama Ilmiah: Centropyge eibli Nama Inggris: Blacktail anglefish/Eibl’s angelfish Nama Lokal: Enjiel abu doreng Nomenclater: Klausewitz, 1963 Habitat: Daerah terumbu karang dalam kondisi baik. Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 11 cm. Berwarna abu-abu muda dengan garis tipis vertikal berwarna coklat ke jingga. Ekor berwarna hitam dengan garis tepi biru. Lingkaran jingga pada mata, dan garis jingga pendek di dasar sirip pektoral. Ikan jenis ini sering kali ditemukan soliter atau berpasangan.

Chaetodontoplus mesoleucus Nama Ilmiah: Chaetodontoplus mesoleucus Nama Inggris: Vermiculated anglefish Nama Lokal: Enjiel Kalong atau Marmut Nomenclater: Bloch, 1787 Habitat: Terumbu karang dengan kondidi baik, dan terumbu karang bagian dalam Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

231

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Berwarna abu-abu gelap atau hitam pada bagian belakang tubuh, dan gradasi putih pada bagian depan tubuh. Ekor berwarna kuning atau abu-abu. Warna kuning di pada bagian depan sirip dorsal. Garis vertikal hitam melewati mata. Soliter atau berpasangan.

Pomacanthus sexstriatus Nama Ilmiah: Pomacanthus sexstriatus Nama Inggris: Six-banded anglefish Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1831 Habitat: Laguna, dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—60 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 46 cm. Berwarna putih kecoklatan dengan warna biru di ujung sisik dan 6 garis vertikal berwarna gelap. Kepala berwarna biru gelap dengan garis vertikal dibelakan mata. Titik-titik biru pada sirip dorsal bagian belakang, sirip anal dan sirip ekor.Biasa ditemukan sendiri atau berpasangan. Tahap juvenil berwarna hitam dengan 5—6 garis putih vertikal.

Pomacanthus navarchus Nama Ilmiah: Pomacanthus navarchus Nama Inggris: MajesticAnglefish Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1831 Habitat: Laguna dan terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 5—50 m

232

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna kuning jingga dan biru dengan garis vertical pada pangkal sirip pektoral. Di setiap ujung siripnya memiliki garis tipis berwarna putih.Seringkali ikan ini berenang secara Soliter atau berpasangan ketika mencari makan sponge dan tunicate.

Pygoplites diacanthus Nama Ilmiah: Pygoplites diacanthus Nama Inggris: Regal anglefish Nama Lokal: Nomenclater: Boddaert, 1772 Habitat: Laguna dan terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 3—48 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 25 cm. Berwarna kuning jingga dengan 7—8 garis putih vertikal dengan tepi garis biru tua. Warna hitam di bagian mata. Garis jingga dan biru pada sirip anal dan ekor berwarna kuning. Soliter atau berpasangan. Memakan sponge dan tunicate.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

233

Pomacanthus imperator Nama Ilmiah: Pomacanthus imperator Nama Inggris: Emperor angelfish Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Terumbu karang Kedalaman Habitat: 6—60 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Berwarna campuran biru dengan garis kuning pada tubuh, ekor berwarna kuning. Masker berwarna biru gelap yang menutupi mata. Soliter.

234

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

POMACENTRIDAE Damselfishes Giru Famili Pomacentridae adalah salah satu ikan karang yang cukup menonjol. Sebagian besar ikan kelompok ini berukuran kecil dengan warna yang bervarisasi dari coklat, abu-abu dan hitam sampai kompinasi warna cerah seperti jingga, kuning, dan biru neon. Secara umum ikan ini memiliki ciri satu lipatan bibir pada kedua sisi mulutnya, satu sirip dorsal yang hingga bagian belakang tubuh, garis lateral yang terpisah dan ekor yang cagak atau lunate. Memiliki keberagaman dalam kesukaan akan tempat tinggal, cara makan, dan tingkah lagu. Makanan ikan kelompok ini beragam terdapat beberapa jenis termasuk herbivora pemakan alga, sebagian sebagai planktivora, dan beberapa memakan sebagai omnivora yang memakan plankton, alga, dan invertebrata bentik. Termasuk dalam kelompok ini ikan dari subfamili Anemonfishes (Amphiprioninae), ikan ini merupakan satu-satunya kelompok yang memiliki kekebalan terhadap sengatan anemon sehingga dapat hidup diantara tentakel

235

236

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

anemon. Berkembang biak dengan cara meletakkan telurnya. Baik ikan jantan atau keduanya membersihkan daerah sarang di dasar perairan dan melakukan pembuahan dalam sarang tersebut. Pembuahan umumnya terjadi pada siang hari.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

237

Amphiprion akallopisos Nama Ilmiah: Amphiprion akallopisos Nama Inggris: Skunk anemonefish/ Skunk striped anemonfish Nama Lokal: Giro pelet Jakarta Nomenclater: Bleeker Habitat: Anemone di daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10 cm. Berwarna jingga bercampur merah muda. Garis putih di punggungnya dari kepala (tidak dari mulut) sampai ekor. Sirip-sirpnya berwarna orange, kecuali sirip ekornya transparan dengan bentuk membundar. Sering ditemukan bersimbiosis dengan anemon jenis Hetractris magnifica dan Stichodactyla mertensii.

Amphiprion ephippium Nama Ilmiah: Amphiprion ephippium Nama Inggris: Red saddleback anemonefish Nama Lokal: Tompel Jakarta Nomenclater: Bloch, 1790 Habitat: Anemon dapa terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 2—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

238

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm. Berwarna merah atau jingga kemerahan dengan sebagian daerah berwarna hitam bagian belakang tubuh (tidak mempunyai garis). Tahap juvenil berwarna jingga kemerahan dengan garis di bagian kepala. Biasa berasosiasi dengan anemon tentakel gelembung Entacmea quadricolor.

Amphiprion clarkii Nama Ilmiah: Amphiprion clarkii Nama Inggris: Clark’s anemonfish Nama Lokal: Giro pasir kuning bulat Nomenclater: Bennett, 1830 Habitat: Anemon di daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—55 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm. Berwarna kehitaman atau jinggal, dengan sepasang garis vertikal berwarna putih kebiruan pada belakang kepala dan bagian tengah tubuh, garis kedua di tengah tubuh tebal. Sirip ekor berwarna jingga atau kuning biasa dengan garis tepi yang samar. Sirip lainnya berwarna jingga atau kuning. Dapat hidup dengan 10 jenis anemon yang berbeda.

Amphiprion ocellaris Nama Ilmiah: Amphiprion ocellaris Nama Inggris: False clown anemonefish/ Anemon demoiselle Nama Lokal: Klonfis Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Anemon pada daerah terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 3—15 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

239

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Badannya mempunyai warna dasar kuning kecoklatan dengan tiga garis vertikal berwana putih yaitu di kepala, tubuh, dan pangkal ekor. Garis putih di tubuh melebar membentuk segitiga kearah sirip pektoral sehingga mirip bentuk celana dalam. Garis tipis berwarna hitam di tepi semua sirip. Ikan ini hidup berasosisasi dengan anemon.

Premnas biaculeatus Nama Ilmiah: Premnas biaculeatus Nama Inggris: Spinecheeked anemonfish Nama Lokal: Balong Jakarta Nomenclater: Bloch, 1790 Habitat: Anemon pada daerah terumbu karang yang terlindung, lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—18 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm untuk jantan, dan 16 cm untuk betina. Jantan berwarna merah terang atau merah kecoklatan dengan 3 garis tipis melengkung dan vertikal berwarna putih atau abu-abu di belakang kepala, bagian tengah tubuh. Betina umumnya berwarna lebih gelap dengan garis yang sama dan memiliki ukuran tubuh beberapa 2—3 kali lebih besar dari jantan. Hidup diantara tentakel anemon.

240

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Amblyglyphidodon aureus Nama Ilmiah: Amblyglyphidodon aureus Nama Inggris: Golden damsel Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 12—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Berwarna kuning terang atau keemasan termasuk sirip. Terdapat tanda biru di sekitar mata, memiliki ujung sirip yang panjang pada sirip dorsal dan sirip anal. Biasa ditemukan sendiri atau berpasangan.

Amblyglyphidodon curacao Nama Ilmiah: Amblyglyphidodon curacao Nama Inggris: Staghorn damsel Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1787 Habitat: Laguna dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 11,5 cm. Berwarna dasar putih kehijauan atau hijau pucat dengan 3 garis vertikal tebal berwarna hijau tua. Bagian tengah tubuh dapat berwarna kuning. Biasa ditemukan dalam kelompok dan sering berlindung di antara karang bercabang jenis Acropora.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

241

Amblyglyphidodon leucogaster Nama Ilmiah: Amblyglyphidodon leucogaster Nama Inggris: White-belly damsel Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker Habitat: Laguna, dan terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 2—45 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 13 cm. Berwarna abu-abu dengan sisik yang lebih pucat pada bagian tengah. Sirip perut berwarna kuning. Garis pinggir berwarna hitam pada sirip dorsal, anal dan sirip ekor.

Abudefduf bengalensis Nama Ilmiah: Abudefduf bengalensis Nama Inggris: Bengal sergeant/Narrow-banded sergeant major Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1787 Habitat: Terumbu karang di laguna dan pesisir Kedalaman Habitat: 1—6 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

242

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 17 cm. Berwarna putih atau abu-abu pucat dengan 6-7 garis vertikal berwarna hitam. Merupakan satu-satunya ikan jenis Abudefduf yang memiliki ekor dengan ujung membundar.

Abudefduf vaigiensis Nama Ilmiah: Abudefduf vaigiensis Nama Inggris: Indo-pacific sergeant/ Sergeant major Nama Lokal: Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1825 Habitat: Terumbu karang bagian luar atau lereng terumbu Kedalaman Habitat: 1—12 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 19 cm. Berwarna abu-abu dengan 5 garis vertikal berwarna hitam keunguan atau biru, termasuk garis pada pangkal ekor. Ekor berwarna hitam atau putih. Sering terlihat warna kuning pada bagian atas tubuh. Biasa ditemukan membentuk kelompok pada saat mencari makan dan menjaga sarang di celah batuan.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

243

Abudefduf sexfasciatus Nama Ilmiah: Abudefduf sexfasciatus Nama Inggris: Sciscorstail sergeant Nama Lokal: Nomenclater: Lacepède, 1802 Habitat: Daerah pesisir terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Berwarna dasar putih dengan 5 garis vertikal, dan garis tepi hitam tebal pada ekor. Biasa hidup berkelompok, memakan plankton yang terdapat di kolom perairan.

Chromis dimidiata Nama Ilmiah: Chromis dimidiata Nama Inggris: Indian Half-and-half chromis/ Twotone chromis Nama Lokal: Nomenclater: Klunzinger Habitat: Terumbu karang luar, dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 7 cm. Berwarna coklat gelap atau kehitaman di bagian kepala dan setengah dari badan. warna putih di separuh badan bagian belakang dan ekor. Dibedakan dari jenis Pacific half-and-half chromis (C. Iomelas) berdasarkan lokasinya. Berenang sendiri atau dalam kelompok.

244

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Chromis margaritifer Nama Ilmiah: Chromis margaritifer Nama Inggris: Bicolor chromis Nama Lokal: Nomenclater: Fowler Habitat: Terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan daerah berwarna putih pada bagian belakang badan setelah ujung sirip dorsal dan ekor. Titik hitam pada pangkal sirip pektoral. Soliter atau dalam kelompok.

Chromis viridis Nama Ilmiah: Chromis viridis Nama Inggris: Blue-green chromis Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier,1830 Habitat: Laguna, daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Berwarna biru atau hijau pucat tanpa tanda apapun. Membentuk kelompok besar diatas hamparan terumbu karang bercabang, dan terkadang berlindung diantara karang bercabang.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

245

Chromis ternatensis Nama Ilmiah: Chromis ternatensis Nama Inggris: Ternate chromis Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1856 Habitat: laguna, daerah terumbu karang dengan hamparan karang Acropora Kedalaman Habitat: 2—15 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Berwarna coklat dengan bagian berwarna putih keperakan hingga putih kebiruan dibagian bawah tubuh. Garis tepi berwarna hitam pada sirip ekor. Biasa ditemukan dalam kelompok yang besar.

Chrysiptera parasema Nama Ilmiah: Chrysiptera parasema Nama Inggris: Goldtail demoiselle Nama Lokal: Nomenclater: Fowler, 1918 Habitat: Daerah terumbu karang yang terlindung Kedalaman Habitat: 3—16 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

246

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 6 cm. Berwarna biru terang pada bagian kepala hingga belakang tubuh, warna kuning pada ekor dan bagian pangkal ekor serta sirip ventral. Hidup secara berkelompok dan berlindung diantara karang bercabang.

Chrysiptera unimaculata Nama Ilmiah: Chrysiptera unimaculata Nama Inggris: Onespot demoiselle Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Dataran terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—2 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang max. 8 cm pada fase dewasa dan 3—4 untuk fase juvenil. Fase dewasa (gambar) berwarna coklat pucat atau abu-abu pada bagian kepala dengan bagian belakang tubuh berwarna lebih gelap. Terkadang terdapat variasi yang berwarna gelap di seluruh tubuh. Sirip pektoral berwarna putih kekuningan. Dan bitik hitam besar pada pangkal belakang sirip dorsal. Fasejuvenil berwarna putih kekuningan dengan garis horizontal berwarna biru neon dari mulut hingga akhir sirip dorsal dengan bintik hitam di bagian sirip dorsal. Serta bintik hitam pada pangkal belakang sirip dorsal. Biasa hidup sendiri atau dalam kelompok kecil.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

247

Neoglyphidodon melas Nama Ilmiah: Neoglyphidodon melas Nama Inggris: Black damsel Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Laguna, dan lereng terumbu. Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm pada tahap dewasa, 3—4 cm pada tahap juvenil. Tahap dewasa berwarna hitam tanpa ada tanda khusus. Mirip dengan Javanese damselyang memiliki warna lebih pucat. Tahap juvenil (gambar) berwarna biru pucat dengan garis tebal berwarna kuning pada bagian kepala hingga ujung sirip dorsal dan di tepi atas sirip ekor. Pada awalnya dikenal sebagai spesies yang berbeda sampai ditemukan tahap menengah ikan ini. Biasa ditemukan pada daerah yang terdapat banyak karang lunak.

Neoglyphidodon nigroris Nama Ilmiah: Neoglyphidodon nigroris Nama Inggris: Yellowtail damsel/Behn’s damsel Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1830 Habitat: Terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 2—23 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

248

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 11 cm pada fase dewasa, dan 3—4 cm pada fase juvenil. Fase dewasa berwarna coklat dengan gradasi warna kuning pada bagian belakang tubuh, ekor dan perpanjangan sirip dorsal. Garis vertikal bervarna gelap pada tutup insang, bintik hitam pada pangkal sirip pektoral. Fase juvenil (gambar) berwarna kuning dengan sepasang garis horizontal dari mulut hingga bagian belakan sirip dorsal dan pangkal ekor. Bintik hitam pada pangkal sirip pektoral. Hidup secara soliter atau dalam kelompok kecil.

Neopomacentrus azysron Nama Ilmiah: Neopomacentrus azysron Nama Inggris: Yellowtail demoiselle Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1877 Habitat: Daerah terumbu karang di dengan banyak celah. Kedalaman Habitat: 1—12 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Berwarna biru atau abu-abu dengan titik gelap kebiruan di bagian telinga. Bintik hitan di bagian pangkal atas sirip pektoral. Berenang dengan berkelompok.

Neopomacentrus violascens Nama Ilmiah: Neopomacentrus violascens Nama Inggris: Violet demoiselle Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1848 Habitat: Daerah terumbu karang dengan substrat dasar lunak Kedalaman Habitat: 5—25 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

249

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 7 cm. Berwarna coklat dengan warna kuning pada ekor dan ujung akhir sirip dorsal. Bintik besar hitam pada bagian telinga dan pada dasar sirip pektoral. Biasa ditemukan pada dermaga atau dekat dengan kapal yang karam.

Pomacentrus alexanderae Nama Ilmiah: Pomacentrus alexanderae Nama Inggris: Alexander’s damsel Nama Lokal: Nomenclater: Everman & Seale, 1907 Habitat: Laguna, terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 5—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Berwarna abu-abu dengan bitik hitam pada pangkal sirip pektoral. Garis tepi berwarna hitam pada bagian belakang sirip dorsal. Biasa ditemukan dalam kelompok, merupakan jenis yang sering ditemukan di sepanjang pesisir.

Pomacentrus nigromanus Nama Ilmiah: Pomacentrus nigromanus Nama Inggris: Black-fin damsel Nama Lokal: Nomenclater: Weber, 1931 Habitat: Laguna, terumbu karang bagian luar Kedalaman Habitat: 5—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

250

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Berwarna abu-abu dengan bitik hitam pada pangkal sirip pektoral. Garis tepi berwarna hitam pada bagian belakang sirip dorsal. Hampir serupa dengan jenis Pomacentrus alexanderae, dengan pembeda terdapat warna hitam pada tepi sirip anal dan terdapat warna kuning pada ujung belakang sirip dorsal. Biasa ditemukan dalam kelompok, merupakan jenis yang sering ditemukan di sepanjang pesisir.

Pomacentrus molluccensis Nama Ilmiah: Pomacentrus molluccensis Nama Inggris: Lemon damsel Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1853 Habitat: Laguna, terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—14 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 7 cm. Berwarna kuning terang, dengan atau tanpa titik hitam di dasar sirip pektoral. Garis tepi berwarna hitam pada sirip anal. Biasanya berkelompok di sekeliling terumbu karang hidup.

Pomacentrus proteus Nama Ilmiah: Pomacentrus proteus Nama Inggris: Colombo damsel Nama Lokal: Nomenclater: Allen Habitat: Daerah pesisir dengan dasar batuan, dan daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—10 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

251

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10 cm. Tahap dewasa (gambar)berwarna kuning kecoklatan dengan bintik biru pada ujung akhir sirip dorsal, 2 garis horizontal berwarna biru dari mulut hingga bagian belakang kepala. Tahap juvenil berwarna biru pada bagian kepala dan atas tubuh dengan warna gradasi kuning pada bagian bawah tubuh, tanda berwarna biru neon pada kepala dan bitik hitam dengan lingkaran biru di bagian akhir sirip dorsal. Hidup secara soliter atau dalam kelompok kecil.

Pomacentrus taeniometopon Nama Ilmiah: Pomacentrus taeniometopon Nama Inggris: Blackish damsel Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker Habitat: Daerah mangrove atau terumbu karang dekat dengan mangrove Kedalaman Habitat: 1—4 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum tahap dewasa 10 cm, tahap juvenil 3—4,5 cm (gambar). Ikan dewasa berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan ekor kekuningan. Memiliki tanda garis berwana biru neon pada bagian kepala dan ujung belakang sirip dorsal. Tahap juvenil berwana coklat gelap atau kehitaman pada warna dasar dengan garis biru neon pada bagian kepala hingga ekor dan bintik melingkar biru neon pada akhir sirip dorsal. Ekor berwana jingga. Ditemukan sendiri atau membentuk kelompok kecil.

252

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Dascyllus carneus Nama Ilmiah: Dascyllus carneus Nama Inggris: Indian dascyllus Nama Lokal: Dakocan putih Nomenclater: Fischer Habitat: Terumbu karang bagian dalam dan luar Kedalaman Habitat: 5—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 7 cm. Bagian kepala pendek dengan tubuhnya yang agak mebulat. Berwarna putih dengan garis vertikal berwarna gelap di bagian belakang kepala melewati sirip pektoral. Biasa ditemukan berkelompok dan berlindung di celah-celah terumbu karang bercabang apabila merasa terancam.

Dascyllus trimaculatus Nama Ilmiah: Dascyllus trimaculatus Nama Inggris: Three-spot dascyllus Nama Lokal: Dakocan hitam Nomenclater: Rüppell, 1828 Habitat: Rataan terumbu karang, terumbu karang dengan dasar batuan Kedalaman Habitat: 3—55 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

253

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 14 cm. Kepala pendek dengan bentuk tubuh agak membulat. Ikan dewasa berwarna hitam dengan titik putih pada bagian tengah atas tubuh dibawah sirip dorsal. Pada tahap menengah terkadang bintik putih tidak tampak sehingga terlihat berwarna hitam pada seluruh bagian tubuh dengan garis sisik yang terlihat samar. Tahap juvenil berwarna hitam dengan 2 bitik putih di kepala dan dibagian atas tubuh ikan tahap juvenil biasa ditemukan hidup dengan anemon dan bersama dengan ikan jenis Amphiprion. Biasanya berenang berkelompok.

Dascyllus aruanus Nama Ilmiah: Dascyllus aruanus Nama Inggris: Humbug dascyllus Nama Lokal: Zebra Jakarta Nomenclater: Linneaus, 1758 Habitat: Laguna dan terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—12 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 cm. Berwarna putih dengan 3 garis hitam vertikal yang tebal yaitu pada kepala, tengah badan dan ujung badan dekat pangkal ekor. Sirip ventral atau perut berwarna hitam. Bintik besar berwarna putih di antara mata. Hidup dalam kelompok dan berlindung di celah-celah karang bercabang ketika merasa terancam.

254

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Dischistodus prosopotaenia Nama Ilmiah: Dischistodus prosopotaenia Nama Inggris: Honeyhead damsel Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1852 Habitat: Laguna, terumbu karang bagian dalam dengan dasar pasir atau lumpur Kedalaman Habitat: 1—12 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Fase dewasa berwarna emas kecoklatan pada bagian kepala. dengan garis putih tebal di bagian tengah badan dan ekor berwarna putih. Daerah berwarna hitam pada bagian belakang tubuh dan akhir sirip dorsal. Fase juvenil berwarna putih dengan dua bagian vertikal berwarna hijau pada kepala dan bagian belakang tubuh dengan bintik hitam besar pada bagian belakang sirip dorsal. Soliter atau dalam kelompok kecil.

Dischistodus melanotus Nama Ilmiah: Dischistodus melanotus Nama Inggris: Blackvent damsel Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker, 1853 Habitat: Laguna dan terumbu karang bagian dalam Kedalaman Habitat: 1—10 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

255

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm. Berwarna putih dengan warna coklat tua pada kepala dan bagian atas tubuh. Bintik besar warna pucat di tutup insang. Bintik hitam besar pada bagian perut di depan sirip ventral. Biasa ditemukan sendiri atau dalam kelompok kecil.

256

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

PSEUDOCHROMIDAE Dottybacks Famili Pseudochromidae terdiri dari ikan berukuran kecil yang sebagian besar berwarna cerah, memiliki tubuh yang panjang dan pipih secara lateral dengan satu sirip dorsa, sirip anal, rahang yang dipenuhi oleh gigi kecil. Warna dari ikan ini cenderung bervariasi dalam satu spesies, yang umumnya dipengaruhi oleh jenis kelamin dari individu. Hidup di celahcelah terumbu karang. Pergantian jenis kelamin terjadi dalam famili ini. Pada waktu memijah, ikan betina meletakkan telur-telur yang kemudian dilindungi oleh jantan dengan mengangkat telurtelur tersebut dengan mulutnya untuk di campur dan mendapatkan proses aerasi yang merata pada setiap telur. Makanan ikan ini adalah krustasea kecil termasuk zooplankton dan cacing polichaeta.

257

258

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Oxycercichthys velifera Nama Ilmiah: Oxycercichthys velifera Nama Inggris: Sailfin dottyback Nama Lokal: Nomenclater: Lubbock, 1980 Habitat: Bagian luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 12—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm. Fase dewasa ikan ini memiliki tubuh berwarna kekuningan dan pada bagian kepala berwarna biru pucat. Terdapat pola bundaran berwarna biru gelap pada sisi depan sirip dorsal dengan warna sirip dorsal berwarna biru pucat dan bergradasi warna menjadi kuning pada ujung sirip ekornya. Sering kali ditemukan di rataan terumbu karang dan substrat berpasir.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

PTERELEOTRIDAE Dartfishes Famili Ptereleotridae merupakan ikan kecil dengan tingkah laku yang anggun atau elegan, berbentuk panjang dengan dua bagian sirip dorsal, sirip anal yang panjang, dan mulut yang kecil. Pada umumnya ikan-ikan ini mengambang sendiri, berpasangan atau dalam kelompok kecil tepat diatas dasar perairan dimana mereka biasa mendapatkan makanannya berupa zooplankton dari larva hewan yang baru saja dikeluarkan oleh induknya. Ketika didekati ikan ini akan bersembunyi kedalam lubang-lubang yang terdapat diantara batu-batu.

259

260

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Ptereleotris evides Nama Ilmiah: Ptereleotris evides Nama Inggris: Twotone dartfish/Sportail godgeon Nama Lokal: Roket biasa Nomenclater: Jordan & Hubbs, 1925 Habitat: Laguna yang terbuka, bagian luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 2—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 13,5 cm. Bentuk seperti anak panah (dart), berwarna abuabu kebiruan pada bagian kepala dan hingga setengah badan bagian depan, ekor berwarna pucat dengan garis tepi hitam. Umumnya ditemukan berpasangan dan berbagi liang pasir.

Ptereleotris hanae Nama Ilmiah: Pteleotris hanae Nama Inggris: Threadfin dartfish/ Filamen dartfish Nama Lokal: Nomenclater: Jordan & Snyder, 1901 Habitat: Daerah terumbu karang dengan dasar pasir atau patahan karang Kedalaman Habitat: 3—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm. Berwarna abu-abu kebiruan hingga hijau kebiruan pada tubuh bagian kepala biru gelap di bagian badan dan ekor. Memiliki sirip ekor dengan 1—6 filamen. Sering ditemukan sendiri atau berpasangan. Ikan ini berlindung dalam liang atau celah batu bersama-sama dengan”shrimp goby”.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

261

Nemateleotris magnifica Nama Ilmiah: Nemateleotris magnifica Nama Inggris: Fire dartfish Nama Lokal: Roket Nomenclater: Habitat: Diseitar batuan dan rubble, bagian luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 6—60 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 8 m. Bentuk seperti anak panah (dart), berwarna putih pada bagian kepala dan hingga setengah badan bagian depan, setengah badan kebagian sampai ekor berwarna coklat kemerahan. Umumnya ditemukan berpasangan dan berbagi liang pasir.

262

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

PINGUIPEDIDAE Sandperches Famili Pinguipedidae mempunyai bentuk yang memanjang.Hidup dengan menggali lubang di pasir dalam satu kelompok dengan satu jantan pemimpin dominan, dan menguasai suatu daerah sebagai area kekuasaannya. Beberapa spesies pada kelompok ini telah terbukti bersifat hermaprodit, yang dapat merubah jenis kelamin mereka dari betina menjadi jantan seiring dengan umur. Ikan ini sangat mudah untuk didekati dan terkadang berada di tepat di bawah penyelam untuk mengawasi aktivitas penyelam.

263

264

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Parapercis hexophthalma Nama Ilmiah: Parapercis hexophthalma Nama Inggris: Speckled sandperch Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier, 1829 Habitat: Laguna, terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 8—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 28 cm. Betina (gambar) berwarna putih dengan punggung warna abu-abu, terdapat banyak garis, titik dan bercak berwarna gelap. Bintik hitam besar pada bagian tengah ekor. Jantan memiliki garis warna gelap pada bagian pipi. Hidup soliter atau dalam kelompok kecil. Umumnya berada daerah dengan dasar pasir atau patahan karang.

Parapercis millepunctata Nama Ilmiah: Parapercis millepunctata Nama Inggris: Black-dotted sandperch Nama Lokal: Nomenclater: Gunther Habitat: Dataran terumbu, laguna, terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

265

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Ikan jenis ini memiliki corak bercak-bercak berwarna putih sepanjang tubuhnya. Pada bagian kepala terdapat bercak berwarna coklat kejinggaan dan bercak putih pada bagian ekor. Pada jantan dewasa terdapat lingkaran hitam di sirip dada dekat dengan operculum, sedangkan pada betina berwarna coklat.

Parapercis tetracantha Nama Ilmiah: Parapercis tetracantha Nama Inggris: Reticulated sandperch/Blackbarred sandperch Nama Lokal: Nomenclater: Lacepède Habitat: Dataran terumbu, laguna, terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 12—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 26 cm. Berwarna dasar putih dengan 7—8 garis pada bagian punggung yang terhubung dengan daris pada bagian badan. Bitik hitam dibagian bawah mulut dan dibawah mata. 3 baris titik hitam pada sirip dorsal. Hidup soliter atau dalam kelompok kecil. Biasa ditemukan pada dasar pasir atau patahan karang yang dekat dengan terumbu karang.

Parapercis maculatus Nama Ilmiah: Parapercis maculatus Nama Inggris: Harlequin sandperch Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Dataran terumbu, laguna, terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 5—25 m

266

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Berwarna dasar putih dengan 6 garis pada bagian punggung berwarna merah kecoklatan yang terhubung dengan garis pada bagian badan. Hidup soliter atau dalam kelompok kecil. Biasa ditemukan pada dasar pasir atau patahan karang yang dekat dengan terumbu karang.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

PEMPHERIDAE Sweepers Famili Pempheridae dikenal juga dengan nama sebutan bulls-eyes yang berarti mata banteng yang sangat mudah dikenali dari bentuk tubuh yang tipis dan bentuk seperti kapak. Ikan ini cenderung berada dalam kelompok di dalam gua dan di daerah bayangan struktur terumbu karang pada waktu siang hari. Pada sore dan malam hari ikan ini menyebar untuk mencari makanan berupa larva baru yang menjadi zooplankton di daerah perbatasan atau pinggir terumbu karang.

267

268

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Phemperis vanicolensis Nama Ilmiah: Phemperis vanicolensis Nama Inggris: Vanikoro sweeper Nama Lokal: Nomenclater: Cuvier Habitat: Laguna dan terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 20 cm. Berwarna coklat perunggu dengan titik hitam pada ujung sirip dorsal dan garis tepi berwarna hitam pada bagian pinggir sirip anal. Hidup secara berkelompok dalam gua-gua atau celah-celah terumbu.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SOLENOSTOMIDAE Ghostpipefish Famili Solenostomidaemengacu pada satu genus yaitu Solenostomus. Ikan jenis ini berbeda dengan family Syngnathidae karena betina ikan ini mengandung dan membawa telurtelurnya di dalam sirip ventral yang dapat berubah menjadi kantong. Ikan ini sering terlihat di substrat berpasir dan melayang di dekat gorgonian ataupun crinoids dengan kepala berada di bawah. Ikan ini memiliki bentuk sirip ventral yang gepeng di kedua sisinya sedangkan ekornya berbentuk pipih yang terbuka secara vertical. Corak warnanya yang mirip dengan substrat menyebabkan ikan ini sulit ditemukan. Mulut dari ikan ini berbentuk corong yang panjang yang berfungsi mencari makanan berupa krustacea kecil. Siklus hidup ikan jenis termasuk singkat, sehingga sering kali ditemukan berkumpul ketika musim kawin.

269

270

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Sphyraena fosteri Nama Ilmiah: Sphyraena fosteri Nama Inggris: Ornate Ghost Pipefish Nama Lokal: Nomenclater: Pallas, 1770 Habitat: Substrat ruble berpasir Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 15 cm.Memiliki berbagai variasi warna, dikenali dari filament yang menempel di seluruh tubuhnya sehingga terlihat seperti duri. Sering ditemukan melayang dekat dengan krinoid ataupun gorgonian. Termasuk hewan karnifora dan aktif mencari makan di siang hari.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SPHYRAENIDAE Barracudas Alu—alu Famili Sphyraenidae merupakan ikan berukuran besar berwarna keperakan dengan kedua rahang yang panjang dan gigi taring depan yang tajam, dua sirip dorsal pendek yang terpisah jauh, dan ekor cagak yang lebar yang menandakan ikan ini termasuk dalam tipe ikan pelagis. Ikan ini adalah pemangsa yang terlihat menakutkan walaupun mereka hanya menimbulkan sedikit ancaman bagi para penyelam. Beberapa serangan yang pernah dilakukan ikan ini karena melibatkan kegiatan penombakan ikan atau kegiatan pemberian makan ikan. Beberapa spesies membetuk kelompok besar berbentuk spiral yang terkadang mengizinkan seorang penyelam yang waspada untuk memasuki daerah dengan kumpulan tersebut. Ikan jenis Great Barakuda merupakan ikan terbesar dari famili ini dapat mencapai panjang hingga 180 cm, terkadang terlihat soliter di daerah terumbu karang dan sering menghampiri penyelam karena rasa ingin tahu. Ikan ini memangsa ikan yang lebih kecil dengan mengambil posisi menyerang sebelum memangsa korbannya atau menggiring mangsanya terlebih dahulu sebelum melakukan penyerangan.

271

272

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Sphyraena fosteri Nama Ilmiah: Sphyraena fosteri Nama Inggris: Bigeye barracuda Nama Lokal: Alu-alu Nomenclater: Cuvier, 1829 Habitat: Terumbu karang dan lereng terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—300 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 65 cm. Berwarna perak dengan tubuh panjang silindris dan rahang bawah yang lebih besar dengan gigi yang telihat. Pada ujung sirip dorsal terdapat titik berwarna putih dan titik hitam pada pangkal sirip pektoral. Membetuk kelompok.

Sphyraena jello Nama Ilmiah: Sphyraena jello Nama Inggris: Pickhandle barracuda/ Giant seapike Nama Lokal: Alu-alu Nomenclater: Cuvier, 1829 Habitat: Laguna, terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—60 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 150 cm. Berwarna perak dengan ekor berwarna kekuningan. Memiliki bentuk tubuh yang panjang seperti silinder, rahang bawah yang lebih besar memperlihatkan gigi yang tajam. Terdapat sekitar 20 garis vertikal di sepanjang tubuh. Cenderung berkelompok namun sering terlihat sendiri pada ikan yang telah mencapai ukuran yang cukup besar.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SCOMBRIDAE Tunas & Makarels Tuna & Makarel Famili Scombridae merupakan jenis ikan perenang cepat yang memiliki tubuh seperti cerutu untuk perenang cepat pada perairan dengan dua sirip dorsal yang dapat terlipat serta sirip tambahan diantara sirip dorsal kedua dan sirip anal dengan sirip ekor yang berbentuk sabit. Tubuh bagian atas memiliki beragam warna dari perak hingga biru atau kehijauan dengan warna keputihan pada bagian perut. Ikan kelompok ini merupakan ikan pelagis yang diciptakan untuk kecepatan dan ketahanan mereka dalam berenang, ikan ini juga merupakan pemangsa utama dari cumicumi dan ikan-ikan yang lebih kecil yang umumnya terdapat di daerah dekat permukaan laut di daerah laut terbuka. Pada perairan kepulauan seribu ikan ini merupakan salah satu ikan konsumsi penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan di wilayah tersebut.

273

274

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Gymnosarda unicolor Nama Ilmiah: Gymnosarda unicolor Nama Inggris: Dogtooth tuna Nama Lokal: Tuna Nomenclater: Ruppell, 1836 Habitat: Perairan karang, dan perairan terbuka dekat dengan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 1—60 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 180 cm. Berwarna perak dengan tubuh memanjang tanpa adanya tanda khusus pada dibagian badan. Namun terdapat warna pucat di bagian ujung sirip punggung/dorsal dan anal. Memiliki satu garis lateral lineal. Merupakan jenis tuna yang sering ditemukan di daerah terumbu.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SERRANIDAE Groupers Kerapu Famili Serranidae memiliki tubuh yang kuat dan kompak dan mulut yang besar dengan barisan gigi taring yang lebih dari satudengan kisaran ukurandari beberapa centimeter sampai lebih dari dua meter. Berwarna coklat, merah, hitam atau abu-abu dan sering terdapat bintik-bintik berwarna gelap pada bagian tubuhnya. Umumnya pada jenis yang kecil akan mencapai masa dewasa dalam waktu satu tahun, sedangkan jenis yang berukuran lebih besar membutuhkan waktu bertahun-ahun untuk mencapai tahap kematangan seksual. Masa pemijahan umumnya bersifat musiman dan tergantung dari pergerakan bulan. Sebagian besar ikan yang berukuran besar beruaya dalam waktu tertentu untuk melakukan permijahan dalam kelompok besar di suatu daerah tertentu. Parasit sangat banyak terdapat pada ikan ini, sehingga kerapu sering menghabiskan waktu yang lama untuk berada di stasiun pembersihan di dalam daerah kekuasaannya. Ikan famili ini merupakan karnivora dan pemburu soliter di dasar

275

276

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

perairan.Ikan ini memakan ikan-ikan dan invertebrata dengan ukuran yang lebih kecil dari mulutnya yang melewatinya. Ikan ini mendiami lapisan atas terumbu karang dan membentuk schooling. Biasanya menghindar ke bawah terumbu karang apabila mendapat gangguan. Termasuk jenis ikan konsumsi yang banyak digemari orang.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

277

Cephalopholis miniata Nama Ilmiah: Cephalopholis miniata Nama Inggris: Coral RockCod Nama Lokal: Nomenclater: Forsskal,1775 Habitat: Laguna dan terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Pada fase juvenile seluruh tubuh ikan ini berwarna dasar coklat tua dan coklat muda dengan bintik berwarna biru dan pada bagian ujung sirip pectoral bergradasi menjadi warna merah. Setelah menjadi dewasa tubuh ikan ini berubah menjadi warna biru tua dan berwarna kuning pada bagian sirip dorsal hingga ujung sirip ekornya. Hewan ini cenderung soliter dan memangsa ikan yang sesuai dengan bukaan mulutnya.

Ephinephelus fasciatus Nama Ilmiah: Epinephelus fasciatus Nama Inggris: Blacktip grouper/Black-tipped cod Nama Lokal: Nomenclater: Forsskål, 1775 Habitat: Laguna dan terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—160 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

278

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Berwarna merah muda dengan garis vertikal berwarna merah gelap. Bagian kepala berwarna merah kecoklatan dengan 2 garis berwarna lebih pucat pada bagian dahi. Bintik hitam pada duri sirip dorsal. Variasi lain pada jenis ini berwarna dasar putih dengan bagian kepala coklat gelap dan bintik hitam pada duri sirip dorsal. Soliter.

Epinephelus longispinis Nama Ilmiah: Epinephelus longispinis Nama Inggris: Longspine grouper Nama Lokal: Nomenclater: Kner Habitat: Terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—70 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 50 cm. Berwarna coklat keabu-abuan dengan bercak berukuran besar. Bintik-bintik berwarna coklat di kepalan dan tubuh. Tiga buah bercak besar berwarna gelap pada sirip dorsal dengan warna pucat diantaranya. Soliter.

Epinephelus merra Nama Ilmiah: Epinephelus merra Nama Inggris: Honeycomb grouper Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1793 Habitat: Laguna, terumbu karang terlindung Kedalaman Habitat: 1—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

279

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 32 cm. Berwarna dasar putih dengan bintik berbentuk poligon tersebar di seluruh bagian tubuh dengan warna coklat yang bervariasi. Tidak terdapat tanda khusus. Soliter ditemukan pada kedalaman 1—50 m namun sering dijumpai pada kedalaman 20 m.

Epinephelus quoyanus Nama Ilmiah: Epinephelus quoyanus Nama Inggris: Longfin grouper/long-finned rockcod Nama Lokal: Nomenclater: Valenciennes, 1849 Habitat: Terumbu karang dengan dasar berlumpur Kedalaman Habitat: 1—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 38 cm. Berwarna dasar putih dengan bintik berbentuk poligon rapat pada tubuh dengan warna coklat yang bervariasi. Terdapat garis diagonal pada bagian dada di bawah tutup insang. Garis tepi tebal berwarna gelap pada sirip anal. Soliter.

Epinephelus macrospilos Nama Ilmiah: Epinephelus macrospilos Nama Inggris: Snubnose grouper Nama Lokal: Nomenclater: Bleeker,1855 Habitat: Terumbu karang dengan dasar berpasir dan laguna Kedalaman Habitat: 1—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

280

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 43 cm. Berwarna dasar putih dengan bintik berbentuk poligon dengan warna coklat yang bervariasi. Ikan ini sering ditemukan berdiam diri diatas terumbu karang menunggu mangsanya. Soliter.

Epinephelus boenak Nama Ilmiah: Epinephelus boenak Nama Inggris: Dusky-banded Cod/Chocolate hind Nama Lokal: Nomenclater: Bloch, 1790 Habitat: di daerah rataan terumbu Kedalaman Habitat: 10—20 m Kategori:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Tingkat Bahaya:

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 30 cm. Jenis ikan ini memiliki warna dasar coklat dan terdapat garis vertical di sepanjang tubuhnya. Memiliki sirip dada yang berbentuk membundar dengan warna hitam pucat. Memiliki bentuk mulut superior, dimana jenis makanan ikan ini adalah ikan-ikan kecil sesuai dengan bukaan mulutnya.

Variola louti Nama Ilmiah: Variola louti Nama Inggris: Common lyre-tall Cod Nama Lokal: Nomenclater: Forsskal, 1775 Habitat: Rataan terumbu yang terlindung Kedalaman Habitat: 7—20 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

281

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. pada fase juvenile ikan ini memiliki cirri garis putih tegas dari mulut sampai dengan pangkal sirip dorsal. Warna tubuh ikan ini adalah merah kecoklatan dengan warna kuning pucat di setiap ujung sirip dorsal, sirip anal dan sirip ekornya. Sering ditemukan sendiri ataupun membentuk gerombolan kecil.

282

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

283

SCARIDAE Parrotfishes Ikan Kakaktua Famili Scaridae merupakan ikan yang masih berhubungan dekat dengan ikan jenis wrasses (Labridae). Kedua kelompok Ikan ini berenang dengan menggunakan sirip pektoral dan mempunyai kemampuan untuk berubah jenis kelamin dari betina menjadi jantan, umumnya memiliki dua corak warna atau lebih dalam satu spesies, dan memiliki sistem sosial dan pemijahan yang kompleks. Kelompok ini memiliki gigi seperti paruh yang dapat menggerus alga yang menempel di terumbu karang yang sudah mati. Dalam prosesnya tidak jarang struktur karang juga termakan oleh ikan ini. Oleh karena itu sejumlah besar endapan kalsium karbonat ikut tercerna dan hampir 75 persen makanan yang termakan adalah endapan ini yang kemudian oleh sistem dalam tubuhnya endapan anorganik ini akan dikembalikan ke lingkungan terumbu karang dalam bentuk pasir.

Fakta: Keberadaan ikan ini membantu proses pembentukan pasir pantai di daerah terumbu karang. Menurut perkiraan sekumpulan ikan kakaktua berukuran besar dapat menghasilkan lebih dari 5.000 pound atau sekitar 2.268 kilogram sedimen per tahun.

284

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Bolbometopon muricatum Nama Ilmiah: Bolbometopon muricatum Nama Inggris: Humphead Parrotfish Nama Lokal: Ikan jenong Nomenclater: Valenciennes, 1840 Habitat: Bagian luar terumbu karang Kedalaman Habitat: 8—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 1,2 m. dikenali dari punuk di antara kedua matanya. Berwarna hijau keabu-abuan dan terdapat bercak putih di depan matanya.

Scarus flavipectoralis Nama Ilmiah: Scarus flavipectoralis Nama Inggris: Yellowfin parrotfish Nama Lokal: Kakaktua Nomenclater: Schultz, 1958 Habitat: Laguna dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 8—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 41 untuk fase akhir dan 26 untuk fase menengah. Fase dewasa akhir berwarna biru atau hijau dengan dua warna yaitu warna muda pada bagian depan dan warna gelap pada bagian belakang tubuh. Garis hijau dari mulut hingga tutup insang melewati bagian bawah mata. Terdapat sapuan berwarna kuning di bagian tengah

Petunjuk pemakaian Identifikasi

285

pangkal sirip ekor. Ditemukan soliter atau dalam kelompok. Fase menengah berwarna hijau muda kekuningan atau abu-abu muda dengan bagian ekor yang lebih berwarna gelap. Sirip pektoral berwarna kuning terang. Pada fase ini umumnya ditemukan berkelompok.

Scarus tricolor Nama Ilmiah: Scarus tricolor Nama Inggris: Three-colour parrotfish Nama Lokal: Kakaktua Nomenclater: Bleeker, 1847 Habitat: Laguna dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 6—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 40 cm. Fase menengah berwarna hitam dengan bagian sirip anal dan kepala yang lebih berwarna kuning cerah. Pada fase dewasa berubah warna menjadi putih abu-abu dengan sirip dorsal yang berwarna ungu dan terdapat garis biru disepanjang ujung sirip dorsalnya.Dikenali dari ekornya yang berbentuk bulan sabit dan berwarna ungu pucat dengan terdapat garis hitam di ujungnya. Pada fase ini umumnya ditemukan berkelompok atau soliter

Hipposcarus longiceps Nama Ilmiah: Hipposcarus longiceps Nama Inggris: Pacific-longnose parrotfish Nama Lokal: Nomenclater: Valenciennes, 1840 Habitat: Laguna, terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 2—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

286

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 60 cm. Fase dewasa akhirmemiliki moncong yang panjang, berwarna abu-abu kekuningan dengan warna pucat vertikal pada sisik. Warna kuning pada dasar sirip ekor. Ekor berbentuk sabit pendek pada ujungnya. Pada malam hari sering terdapat bercak-bercak tidak beraturan berwarna putih pada bagian kepala dan badan (gambar). Fase juvenil berwarna putih mengkilap dengan garis jingga dari mata hingga ekor dan di ujung garis pangkal ekor terdapat titik hitam.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SIGANIDAE Rabbitfishes Beronang Famili Siganidae umumnya berukuran sedang, dengan tubuh berbentuk oval dan memiliki mulut terminal yang kecil, garis lateral yang menyambung dan duri sirip dorsa, anal dan ventral yang beracun, yang dapat menyebabkan luka dalam. Kebiasaan makan ikan ini adalah jenis tumbuhan laut seperti lamun, alga dengan rakus. Termasuk ikan ekonomis penting bagi masyarakat pesisir.

287

288

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Siganus canaliculatus Nama Ilmiah: Siganus canaliculatus Nama Inggris: White-spotted rabbitfish Nama Lokal: baronang Nomenclater: Park, 1797 Habitat: Dataran padang lamun Kedalaman Habitat: 4m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 29 cm. Berwarna abu-abu atau coklat kekuningan dengan banyak titik putih kebiruan (berubah menjadi corak ketika sedang beristirahat). Terkadang terdapat tanda hitam dibelakang bukaan tutup insang. Pada saat beristirahat di dasar dapat berubah menjadi berwarna coklat dengan corak dan garis berwarna gelap. Juga dipenuhi oleh titik-titik berwarna coklat muda dan biru di seluruh tubuh. Sering terlihat bercak gelap di belakang bagian bukaan insang. Biasa berkelompok pada saat makan. Sangat sering dijumpai pada padang lamun.

Siganus vulpinus Nama Ilmiah: Siganus vulpinus Nama Inggris: Foxface rabbitfish Nama Lokal: Baronang Nomenclater: Schlegel & Muller, 1845 Habitat: Laguna, terumbu karang dengan kondisi baik, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—30 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

289

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 24 cm. Berwarna kuning pada bagian badan tanpa ada corak apapun. Bagian kepala berwarna putih dengan garis tebal hitam dari mulut hingga pangkal sirip dorsal dan warna hitam di bagian dada dekat dengan pangkal sirip pektoral. Hidup secara soliter atau berkelompok.

Siganus puellus Nama Ilmiah: Siganus puellus Nama Inggris: Masked rabbitfish Nama Lokal: Baronang Nomenclater: Schlegel, 1852 Habitat: Laguna, terumbu karang dengan kondisi baik, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 24 cm. Berwarna kuning pada bagian badan d, bagian kepala berwarna putih dengan garis tebal hitam dari mulut hingga pangkal sirip dorsal dan warna hitam di bagian dada. Hidup secara soliter atau berkelompok.

290

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Siganus vermiculatus Nama Ilmiah: Siganus vermiculatus Nama Inggris: Maze Rabbitfish Nama Lokal: Baronang Nomenclater: Valenciennes, 1835 Habitat: Laguna, terumbu karang dengan kondisi baik, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Pada fase dewasa seringditemukan di perairan yang berarus bagian kepala berwarna putih dengan garis tebal hitam dari mulut hingga pangkal sirip dorsal dan warna hitam di bagian dada. Hidup secara soliter atau berkelompok.

Siganus argenteus Nama Ilmiah: Siganus argenteus Nama Inggris: Schooling Rabbitfish Nama Lokal: Baronang Nomenclater: Valenciennes, 1835 Habitat: Laguna, terumbu karang dengan kondisi baik, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 45 cm. Berwarna biru pucat hingga biru keperakan. Di tubuhnya terdapat banyak bintik dan garis berwarna kuning pucat. Ekornya membentuk cagak yang runcing. Ditemukan sering berkelompok pada daerah tepi luar.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SCORPAENIDAE Scorpionfishes & Lionfishes Lepu Ayam Famili Scorpaenidae mempunyai duri acun yang berasal dari kantung yang berada di ujung dari kedua duri tersebut. Akibat yang dapat ditimbulkan dari racun ini sangat beragam mulai dari rasa tidak nyaman yang terus menerus hingga terkadang membutuhkan perawatan yang serius. Perendaman bagian yang terluka dalam air panas dapat mengurangi rasa sakit. Sebagian besar spesies ini hidup secara soliter dan menangkap mangsanya dengan jebakan dimana ikan ini dapat merubah warna untuk berkamuflase atau menyesuaikan diri dengan dengan lingkungan di sekitarnya. Lain halnya dengan lionfishes yang memiliki sirip seperti bulu ayam biasanya mengambang atau diam didasar perairan atau dalam celah-celah pada waktu siang hari. Pada malam hari ikan ini menjadi pemburu yang aktif mencari krustasea dan ikan kecil. Beberapa spesies ikan ini sangat mudah untuk dikenali, namun sering terdapat kemiripan antar spesies terutama saat berada di dasar yang cukup menyulitkan dalam pengidentifikasian.

291

292

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Pterois volitans Nama Ilmiah: Pterois volitans Nama Inggris: Common lionfish/ Red firefish Nama Lokal: Lepu ayam Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Laguna dan terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 38 cm. Tahap dewasa (gambar 1) tubuh dipenuhi oleh banyak garis seperti pita berwarna coklat kemerahan atau kehitaman dengan garis putih diantaranya. Sirip pektoral dan punggung seperti bulu ayam dengan garis gelap dan terang berselingan. Pada sirip anal dan ekor terdapa bitik-bitik berwarna hitam. Fase juvenil (gambar 2) memiliki corak yang sema dengan ikan dewasa namun dengan warna yang lebih gelap. Sirip pektoral lebih panjang dan tipis dibandingkan dengan fase dewasa. Ikan ini pada kedua fasenya umum dijumpai soliter atau dalam kelompok kecil. Pada siang hari biasa ditemukan di gua atau di celah-celah terumbu. Ikan ini memiliki racun pada siripnya, masih tetap berbahaya walaupun ikan ini sudah mati.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

293

Pterois kodipungi Nama Ilmiah: Pterois kodipungi Nama Inggris: Kodipungi lionfish Nama Lokal: Lepu ayam Nomenclater: Bleeker, 1852 Habitat: Daerah estuari, terumbu karang dengan dasar pasir dan lumpur. Kedalaman Habitat: 3—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Berwarna dasar pucat dengan pita merah vertikal dengan lebar yang bervariasi. Memiliki sirip pektoral yang panjang dan terpisah satu dengan lainnya. Sedikit bintik hitam pada sirip dorsal, anal dan ekor. Ditemukan sendiri terutama dekat dengan dasar berpasir atau berlumpur.

Pterois radiata Nama Ilmiah: Pterois radiata Nama Inggris: Clearfin lionfish Nama Lokal: Lepu ayam Nomenclater: Cuvier, 1829 Habitat: Laguna dan terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 3—16 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

294

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 24 cm. Memiliki garis seperti pita lebar vertikal ditubuhnya dengan diselingi oleh garis putih tipis. Garis horizontal pada pangkal ekor. Memiliki filamen yang panjang pada sirip pektoral dengan selaput pada daerah dekat dengan pangkal sirip. Soliter.

Dendrochirus zebra Nama Ilmiah: Dendrochirus zebra Nama Inggris: Zebra lionfish Nama Lokal: Nomenclater: Quoy & Gaimard, 1825 Habitat: Terumbu karang dan daerah pesisir berbatu yang terlindung Kedalaman Habitat: 3—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Berwarna putih dengan garis—garis tubuh berwarna coklat yang tebal. Jari-jari berwarna putih pada sirip pektoral, selaput sirip coklat melingkar dengan filamen pendek pada ujung sirip. Soliter atau dalam kelompok kecil. Merupakan ikan yang mencari makan pada malam hari.

Scorpaenopsis possi Nama Ilmiah: Scorpaenopsis possi Nama Inggris: Pos’s scorpionfish Nama Lokal: Lepu Nomenclater: Habitat: Daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—40 m

Petunjuk pemakaian Identifikasi

Kategori: Tingkat Bahaya:

295

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 22 cm. Memiliki moncong yang pendek, dan sirip pektoral dengan 17 tulang sirip, tidak ada bulu serabut pada bagian mata. Umumnya berada di dasar dan tersamar dengan lingkungan sekitarnya.

Taenianotus triacanthus Nama Ilmiah: Taenianotus triacanthus Nama Inggris: Leaf scorpionfish Nama Lokal: Lepu Nomenclater: Habitat: Daerah terumbu karang Kedalaman Habitat: 1—40 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10 cm.Kepala dan badan yang sangat kompres. Biasanya berdiam diatas karang. Terdapat antena diantara pada bagian mata. Umumnya berada di dasar dan tersamar dengan lingkungan sekitarnya.

296

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SYNANCEIIDAE Stonefishes Lepu Batu Famili Synanceiidae merupakan kelompok ikan yang diketahui memiliki racun yang paling mematikan. Racun neurotoxin ikan genus Synanceia dihasilkan pada bagian dasar sirip dorsal dan disuntikkan melalui lubang yang terdapat pada duri sirip dorsal. Ikan mematikan ini memiliki tubuh yang bulat dan gempal dengan panjang lebih besar dari panjang telapak kaki orang dewasa. Korban yang terkena umumnya berjalan di daerah perairan tropis yang dangkal tanpa sepatu, dan tidak melihat ikan ini karena tersamar sebagai batu yang teselubung alga.

297

298

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Synanceia verrucosa Nama Ilmiah: Synanceia verrucosa Nama Inggris: Reef stonefish Nama Lokal: Lepu batu Nomenclater: Bloch & Schneider, 1801 Habitat: Dataran terumbu dan lereng terumbu Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 35 cm. Memiliki bentuk kepala cenderung bulat namun warna dan tampilan sangat sulit di jelaskan karena tertutup oleh alga sehingga mirip dengan batu yang tertutup alga. Kulitnya berkerut-kerut dan membuatnya hampir tidak tampak berbeda dengan latar belakangnya seperti batuan karang ataupun pasir. Umumnya ditemukan sendiri. Memiliki racun yang mematikan pada duri sirip punggungnya. Dapat membenamkan diri dalam pasir.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

SYNGNATHIDAE Pipefishes & Seahorses Famili Syngnatidae mempunyai bentuk tubuh memanjang, sepeti pipa, berukuran kecil, tanpa gurat sisi namun memiliki segmen-segmen belingkar di sepanjang tubuhnya. Mulutnya berbentuk seperti tabung, berukuran kecil dan tidak bergigi. Sangat sulit menemukannya di alam karena ukurannya yang sangat kecil. Ikan ini mempunyai satu sirip punggung tampa duri dan tidak mempunyai sirip perut. Beberapa spesies tidak mempunyai sirip ekor. Sirip tidak banyak digunakan dan mengalami degenerasi. Ikan ini termasuk yang sangat malas bergerak. Pada kelompok ikan yang disebut “Pipefishes” umunya berada di dasar perairan untuk mencari mangsa. Sedangkan kelompok “Seahorses” umumnya menempel pada batang dekat dengan dasar dimana mereka berkamuflase dengan lingkungan sekitar. Sistem reproduksi pada kelompok ini adalah betina meletakkan sekitar 50—500 telur di dalam kantung perut jantan dimana pembuahan akan berlangsung. Telur pada ikan Pipefishes akan menempel pada bagian luar perut jantan dimana telur tersebut dapat terlihat dengan jelas.

299

300

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Corythoichthys sp. Nama Ilmiah: Corythoichthys sp Nama Inggris: Pipefish Nama Lokal: Tangkur laut Nomenclater: Habitat: Laguna, pasir dan terumbu karang Kedalaman Habitat: 3—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 18 cm. Berwarna dasar putih dengan corak berwarna coklat yang membentuk garis vertikal disepanjang tubuh dengan diselingi warna putih. Pola tersebut semakin renggang pada bagian belakang. Mulut berwarna merah. Ditemukan pada dasar berpasir atau patahan terumbu karang.

Corythoichthys intestinalis Nama Ilmiah: Corythoichthys intestinalis Nama Inggris: Messmate pipefish Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Laguna dan terumbu karang dalam dengan dasar dominan pasir Kedalaman Habitat: 1—3 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Berukuran sampai dengan 18 cm. Berwarna dasar putih dengan garis melintang berwarna hitam. Berwarna agak kabur dan menyatu dengan dasar pasir putih. Kadang ditemukan berpasangan.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

301

Trachyrhamphus longrostris Nama Ilmiah: Trachyrhamphus longirostris Nama Inggris: Slender Pipefish Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Laguna dan terumbu karang dalam dengan dasar dominan pasir Kedalaman Habitat: 1—3 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Berukuran sampai dengan 40 cm. Ditemukan berpasangan. Berwarna abu abu kecoklatan. Kadang ditemukan berpasangan di atas substrat berpasir atau berlumpur.

Dunckercampus dactyliophorus Nama Ilmiah: Dunckercampus dactyliophorus Nama Inggris: Ringed pipefish Nama Lokal: Nomenclater: Habitat: Laguna dan terumbu karang dalam dengan dasar dominan pasir Kedalaman Habitat: 1—55 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Berukuran sampai dengan 18 cm. Berwarna merah marun dengan garis melintang berwarna hitam. Ekornya berwarna merah menyala dengan garis pinggir putih. Kadang ditemukan berpasangan.

302

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Petunjuk pemakaian Identifikasi

TETRAODONTIDAE Puffers Buntal Famili Tetraodontidae mempunyai rahang yang kuat dan dua buah gigi yang kuat pada setiap rahangnya. Ikan yang hanya bergigi empat buah merupakan alasan pemberian nama kelompok famili ini menjadi Tetraodontidae yang berarti empat gigi. Ikan ini mempunyai bentuk badan yang bulat dengan kulit yang kuat, tidak bersisik dan tidak berduri. Ketika terancam ikan ini memiliki kemampuan untuk membesarkan ukuran tubuhnya dengan memasukkan air kedalam bagian tengah dari perutnya. Hal ini dilakukan untuk membuat takut predator yang mendekatinya. Famili ini dibagi atas dua subfamili yaitu puffer besar dalam Tetraodonitinae dan puffer kecil yang juga disebut sebagai Tobies dalam Chantigasterinae. Daging ikan kelompok ini mengandung racun alkaloid yang disebut tetrodoxin, yang kemungkinan sangat mematikan apabila termakan. Racun ini terdapat pada gonad, liver dan jaringan tubuh, namun konsentrasinya akan berubahubah tergantung pada perubahan siklus reproduksinya. Diketahui bahwa konsentrasi racun paling tinggi adalah pada saat bertelur. Ikan ini termasuk karnivora, dan karena ikan ini berenang lamban maka ia juga dapat melakukan penyamaran untuk mendekati mangsanya.

303

304

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Arothron mappa Nama Ilmiah: Arothron mappa Nama Inggris: Map puffer Nama Lokal: Buntal Nomenclater: Lesson, 1830 Habitat: Laguna, terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 4—30 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 60 cm. Berwarna abu-abu dengan tekstur tubuhnya betupa garis labirin hitam. Bagian perut berwarna putih atau kekuningan, bercak berwarna hitam tidak beraturan di bagian perut dan dasar sirip pektoral. Bagian matanya terdapat garis radial yang berpusat di mata. Soliter.

Arothron meleagris Nama Ilmiah: Arothron meleagris Nama Inggris: Guineafolw puffer Nama Lokal: Buntal Nomenclater: Lacepède Habitat: Dasar batuan di daerah terumbu karang, laguna, dan terumbu karang bagian luar. Kedalaman Habitat: 1—20 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Petunjuk pemakaian Identifikasi

305

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 50 cm. Berwarna hitam dengan titik-titik kecil berwarna putih di seluruh bagian tubuh. Soliter. Makanan utamanya adalah hewan karang pada ujung karang bercabang, invertebrata, dan alga. Sering ditemukan berada di antara celah-celah batu karang. Ikan yang sudah berukuran besar dapat menjadi agresif bila merasa terancam.

Arothron nigropunctatus Nama Ilmiah: Arothron nigropunctatus Nama Inggris: Black-spotted toadfish/ Blackspotted puffer Nama Lokal: Buntal anjing Nomenclater: Bloch & Schneider, 1801 Habitat: Laguna, terumbu karang dengan kodisi baik dan terumbu karang luar. Kedalaman Habitat: 3—25 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 33 cm. Memiliki kombinasi warna dasar yang bermacammacam. Ciri yang tetap adalah bagian mata dan mulut berwarna hitam. Terdapat titik-titik hitam tersebar di tubuhnya. Soliter.

Canthigaster peterii Nama Ilmiah: Canthigaster peterii Nama Inggris: Indian toby Nama Lokal: Buntal Nomenclater: Habitat: Laguna, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 1—35 m

306

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10,5 cm. Berwarna coklat atau jingga dengan bintik-bintik putih, biru kehijauan di tubuhnya, garis biru mendatar yang sama pada bagian moncong dan punggung. Tedapat bulatan hitam di bagian pangkal sirip dorsal (punggung). Jenis makanannya adalah alga, kadang-kadang koral, dan invertebrata di dasar.

Canthigaster valentini Nama Ilmiah: Canthigaster valentini Nama Inggris: Black—saddled toby Nama Lokal: Buntal falentini Nomenclater: Bleeker, 1853 Habitat: Laguna, daerah terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 1—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 9 cm. Berwarna dasar putih dengan bintik—bintik berwarna coklat muda pada tubuh,dan 4 garis tebal yang melintang di kepala punggung hingga perut dan batang ekor, Warna ekor kuning. Mirip dengan sala satu jenis file fish (Paraluteres prionurus). Biasa ditemukan di area campuran antara karang, batuan dan patahan karang (rubble). Soliter atau berkumpul dalam kelompok kecil.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

307

Canthigaster compressa Nama Ilmiah: Canthigaster compressa Nama Inggris: Fine-spotted Pufferfish Nama Lokal: Buntal Nomenclater: Marion de Proce, 1822 Habitat: Laguna, daerah terumbu karang terbuka Kedalaman Habitat: 1—50 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 12 cm. Berwarna dasar putih dan coklat dengan pola bintikbintik berwarna putih tipis. Pada pangkal sirip dorsal terdapat garis berwarna biru dengan warna dasar coklat tua. Warna kuning terdapat pada sirip ekor dan ujung sirip dorsal. Soliter atau berkumpul dalam kelompok kecil.

Canthigaster peterii Nama Ilmiah: Canthigaster peterii Nama Inggris: Indian toby Nama Lokal: Buntal Nomenclater: Habitat: Laguna, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 1—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10,5 cm. Berwarna coklat atau jingga dengan bintik-bintik putih, biru kehijauan di tubuhnya, garis biru mendatar yang sama pada bagian moncong dan punggung. Tedapat bulatan hitam di bagian pangkal sirip dorsal (punggung). Jenis makanannya adalah alga, kadang-kadang koral, dan invertebrata di dasar.

308

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Canthigaster peterii Nama Ilmiah: Canthigaster peterii Nama Inggris: Indian toby Nama Lokal: Buntal Nomenclater: Habitat: Laguna, dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 1—35 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 10,5 cm. Berwarna coklat atau jingga dengan bintik-bintik putih, biru kehijauan di tubuhnya, garis biru mendatar yang sama pada bagian moncong dan punggung. Tedapat bulatan hitam di bagian pangkal sirip dorsal (punggung). Jenis makanannya adalah alga, kadang-kadang koral, dan invertebrata di dasar.

Petunjuk pemakaian Identifikasi

ZANCLIDAE Moorishidol Famili Zancilidae hanya mempunyai satu spesies dalam satu kelompok famili, kelompok ini yang sangat dekat dengan famili Acanthuridae. Dikenali dari garis hitam, putih dan kuning pada tubuhnya dan sirip dorsal dengan dengan perpanjangannya yang khas menjadikan ikan ini sebagai ikan yang sangat mudah dikenali diantara jenis ikan karang di perairan Indo-pasifik.. Perbedaan yang terlihat dalam jenis ini adalah mocongnya lebih bulat, dan tidak memiliki senjata (blade) pada pangkal ekornya. Hidup disekitar perairan karang dengan mempunyai arus yang cukup, sampai pada kedalaman 182 meter. Kebiasaan berenangnya sendiri, namun kadang dalam sekawanan besar. Makanannya adalah sponges. Ikan ini sangat sulit dirawat di akuarium.

309

310

Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu

Zanclus cornutus Nama Ilmiah: Zanclus cornutus Nama Inggris: Morish idol Nama Lokal: Ikan morish Nomenclater: Linnaeus, 1758 Habitat: Laguna dan terumbu karang luar Kedalaman Habitat: 3—180 m Kategori: Tingkat Bahaya:

Indikator

Target

Mayor

Akuarium

Gigit

Sengat

Beracun

Sayat/duri tajam

Karakteristik & Tingkah Laku: Mempunyai panjang maksimum 16 cm. Warna dasar putih dengan sapuan warna kuning dibagian dorsal, tiga garis hitam vertikal pada bagian belakang kepala, belakang tubuh dan ekor. Mempunyai sirip punggung yang mirip dengan umbul-umbul. Moncong yang panjang dan terdapat warna kuning di antara kedua matanya. Soliter, namun kadang dalam kelompok besar. Makanan utama adalah sponge.

Proses Fotografi & Identifikasi Hasil fotografi di buku ini menggunakan kamera Canon Powershot S50, yang telah dikumpulkan penulis sejak tahun 2003. Dari hasil foto ikan tersebut kemudian dilakukan proses identifikasi nama ilmiah, nama inggris dan nomenclater dengan merujuk pada beberapa sumber buku identifikasi yaitu: 1.

Gerald Allen, Roger Steene, Paul Humann and Ned Deloach (2003) Reef Fish Identification - Tropical Pacific

2.

Gerry Allen (1999) A Field Guide for Anglers and Divers: Marine Fishes of South-East Asia

3.

Lieske & Myers (2001) Reef fishes of the World

4.

Randall JE, GR Allen and RC Steene (1990) Fishes of the Great Barrier reef and Coral Sea

FishBase: www.fishbase.com Untuk keterangan habitat dan karakteristik ikan pada masingmasing famili dan spesies beberapa disadur dari buku tersebut dan juga tambahan dari pengalaman penulis.

Indeks Nama Ilmiah A Abudefduf, bengalensis, sexfasciatus, vaiginensis, Acanthurus albipectoralis, leucosternon, lineatus, Acreichthys, tamentosus, Aeoliscus, strigatus, Aluterus, scriptus, Amblyglyphidodon, aureus, curacao, leucogaster, Amphiprion, akallopisos, ephippium, clarkii, ocellaris, Apogon, chrysopomus, compresus, bandanensis,

exostigma, Archamia, zosterophora, Arothron mappa, meleagris, nigropunctatus, Aulostomus, chinensis, B Balistodes, viridenscens, C Caesio, lunaris, xanthonota, Canthigaster, petersii, valentini, Carcharhinus, melanopterus, Centropyge, eibli, Chaetodon, collare, lunutatus,

314

Indeks nama ilmiah

melannotus, octofasciatus, rafflesi, Chaetodontoplus, mesoleucus, Cheilinus, fasciatus, trilobatus, Cheilodipterus, macrodon, Chelmon, rostratus, Choerodon, anchorago, Chromis, dimidiata, margaritifer, ternatensis, viridis, Cirrhitihthys, zoxycephalus, Corythoichtys, sp, Cryptocentrus, caeruleomaculatus, cinctus, Crysiptera, parasema, unimaculatus, Ctenochaethus, striatus, D Dascyllus, aruanus, carneus, trimaculatus, Dendrocirus,

zebra, Diademichthys, lineatus, Dischistodus, melanotus, prosopotaienia, E Echeneis, naucrates, Epinephelus, fasciatus, longispinis, merra, quoyanus, sexmaculata, F Forcifiger, flavissimus, G Gnathodentex, aurolineatus, Gymnosarda, unicolor, Gymnothorax, isingteena, javanicus, H Halichoeres, chloropterus, scapularis, vrolikii, Hemitaurichthys, zoster, Heniocus,

Indeks nama ilmiah

acuminatus, diphreutes, pleurotaenia, varius, Hipposcarus, longiceps, Hologymnosus, annulatus, L Labroides, dimidiatus, Lutjanus, kasmira, sebae, vitta, M Monotaxis, grandoculis, N Naso vlamingii Neoglyphidodon melas nigroris Neopomacentrus azysron O Odonus niger Ogilbyina velifera Oxycheillinus celebicus

P Paracaesio xanthura Parachaetodon ocellatus Parapercis hexophthalma millepunctata tetracantha Parupeneus macronema Pentapodus trivittatus Petroscirtes breviceps Phemperis vanicolensis Platax pinnatus teira Plectorhincus chaetodonoides Pomacanthus sexstriatus Pomacentrus alexanderae molluccensis proteus taeniometopon violascens Premnas biaculeatus Pseudobalistes fuscus Ptereleotris evides Ptereleotris hanae

315

316

Indeks nama ilmiah

Pterocaesio, chrysozona, tile, Pterois, kondipungi, radiata, volitans, Pygoplites, diacanthus, R Rhinecanthus, verruccosus, S Sargocentron, caudimaculatum, rubrum, Scarus, chameleon, flavipectoralis, Scolopsis, affinis, bilineatus, ciliatus, lineatus, Scorpaenopsis, possi, Selaroides, leptolepis, Siganus, canaliculatus, vulpinus, Spaeramia, nematoptera, Sphyraena, fosteri, jello, Synanceia, verrucosa,

T Taeniura, lymma, Thalassoma, lutenscens, U Upeneus, tragula, V Valenciennea, longipinnis, sexguttata, Z Zanclus, cornutus

Indeks Nama Umum A Anemonefish, Clark’s, False clown, Red saddleback, Skunk, Skunk-striped, Spinecheeked, Angelfish, Blacktail, Eibi’s, Regal, Six-banded, Vermiculatus, B Bannerfish, Humphead, Longfin, Phantom, Schooling, Barracuda, Bigeye, Pickhandle, Batfish, Long-finned, Teira, Blenny,

Black banded, Bream, Bridled monocle, Humpnose bigeye, Lined monocle, Pale monocle, Striped monocle, Stripes large-eye, Whitestreak monocle, Bristletooth, Lined, Butterflyfish, Black pyramid, Black-backed, Copper-banded, Eight-banded, Latticed, Longnose, Redfin, White collar, C Cardinalfish, Banda, Eight-lined, Gridled, Narrow-strippe, Pajama,

318

Indeks nama umum

Split banded, Spot gill, Spotted gill, Three saddle, Tiger, Chromis , Bicolor, Blue-green, Indian half and half, Ternate, Twotone, Cleanerfish, Clingfish, Urcin, Cod, Black-tipped, Coralfish, Long-beaked, Ocellate, D Damsel, Alexander’s, Behn’s, Black, Blackish, Blackvent, Colombo, Golden, Lemon, Staghorn, White-belly, Yellowtail, Dartfish , Filamen, Threadfin, Twotone, Dascyllus,

Honeyhead, Humbug, Indian, Three-spot, Demoiselle, Anemone, Goldtail, Onespot, Violet, Yellowtail, Dottyback, Sailfin, F Fangblenny, Shorthead, Filefish, Bristle-tailed, Scrawled Firefish, Red, Flutemouth, Painted, Fusilier, Bluestreak, Darkbanded, Goldband, Lunar, Yellowback, Yellowtail false, Yellowtop, G Goatfish, Bar-tailed, Freckled, Longbarbel, Striped-spot,

Indeks nama umum

Goby, Long-finned, Sixspot, Godgeon, Sportail, Grouper, Blacktip, Honeycomb, Longfin, Longspine, Saddle, Sixspot, H Hawkfish, Pixy, Sharp-headed, L Leatherjacket Bristle-tailed, Scribbled, Lionfish , Clearfin, Common, Kodipungi, Zebra, M Moray, Giant, Spotted, Moris, Idol, P Parrotfish, Chameleon,

Pacific-longnose, Yellowfin, Picassofish, Blackpatch, Pipefish , Puffer, Blackspotted, Guineafolw, Map, R Rabbitfish, Foxface, White-spotted, Ray, Blue-spotted ribbontail, Razorfish, Reef Shark, Blacktip, Rockcod, Longfinned, S Sandperch, Blackbarred, Black-dotted, Reticulated, Speckled, Scad, Yellowstripe, Scorpionfish, Pos’s, Seaperch, Bluestripped, Seapike , Giant, Sergeant, Bengal,

319

320

Indeks nama umum

Indo-pacific, Sciscorstail, Sergeant-major, Narrow-banded, Sergeant-major, Sharksucker, Shrimpfish, Shrimpgoby, Banded, Blue-speckled, Yellow, Snapper, Bluestripped, Brownstriped, Red emperor, Striped, Spadefish, Longfin, Pinnate, Squirrelfish, Redcoat, Tailspot, Stonefish, Reef, Suckerfish, Slender, Surgeonfish, Blue-lined, Powder-blue, Striped, Whitefin, Sweeper, Vanikoro, Sweetlip, Harlequin, Manyspotted,

T Toadfish, Blackspotted, Toby, Back-saddled, Indian, Trevally, Smooth-tailed, Triggerfish, Blue, Moustache, Redtooth, Rippled, Titan, Trumpetfish, Tuna, Dogtooth, Turkfish, Anchor, Yellow-cheek, U Unicornfish, Bignose, W Whiptail, Three-striped, Wrasse, Bluestreak cleaner, Celebes, Crescent, Indian pinstriped, Moon, Pastel green, Redbranded, Redbreasted maori, Ring,

Indeks nama umum

Ring slender, Tripletail maori, Zigzag

321

Daftar Istilah A Acantaster plancii: dikenal dengan nama bulu seribu yang termasuk dalam kelompok Echinodermata yang berarti kulit landak Alga: ganggang–kelompok tumbuhan sederhana yang dapat berfotosintesis, organ-organ reproduksinya terdiri atas satu sel; kadang terdiri dari banyak sel yang berbentuk filamen. Umumnya merupakan tumbuhan air termasuk didalamnya rumput laut (seasweed) Alkaloid (racun): kelompok senyawa organik yang bersifat basa dan pahit seta sebagian besar terdapat dalam tumbuhan dan memiliki aktifitas famakologi yang kuat, misalnya morfin, nikotin, atropin, kokain, kinin Analisa: Penyelidikan atau pemeriksaan suatu peristiwa atau sesuatu dengan mencari sebab atau penguraikan satu persatu Anemon: Hewan berongga atau Coelenterata dengan lenganlengan atau umbai-umbai yang disebut tentakel yang sangat banyak mengelilingi permukaan di sekeliling mulutnya berguna untuk mendapatkan dan memasukkan makanan, dinding tentakel juga dilengkapi dengan sel penyengat yang sangat kecil Anal (sirip): Sirip dubur ikan, atau disebut juga sirip dubur Anorganik: Tidak organik, tidak berasal dari sisa-sisa mahluk hidup

324

Daftar Istilah

Asia tenggara: Kawasan negara-negara yang terletak di sebelah tenggara benua Asia termasuk didalamnya negara Vietnam, Laos, Kambodia, Burma, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Timor Leste. Asosiasi: hubungan atau berhubungan Acropora: Spesies karang yang banyak di jumpai di ekosistem terumbu karang Atlantik: Laut luas yang terletak di antara Benua Amerika Utara dan Eropa serta antara Benua Afrika dan Amerika Selatan, merupakan lautan yang meliputi seperlima dari luas planet bumi 2.405

B Bagan: Salah satu alat tangkap ikan yang dipasang mengapung ditengah laut dengan bentuk segi empat dan terbuat dari bambu, ditengahnya terdapat jaring Barrier reef: Terumbu penghalang Bentik: Berhubungan dengan dasar perairan, seperti sungai, danau, atau laut Bentos: Hewan hidup pada permukaan dasar perairan Blade: bagian dari ikan yang terletak di dekat ekor seperti bilah pisau Blast fishing: Penangkapan ikan dengan menggunakan bom Bioerosi: Erosi yang disebabkan lansung oleh kegiatan mahluk hidup Bioluminescens: Bioluninesensi–cahaya yang dihasilkan oleh mahluk hidup, disebut juga sebagai cahaya berpendar

Daftar Istilah

325

Bulu Babi: Hewan laut termasuk dalam kelompok Echinodermata yang berarti kulit landak, bulu babi merupakan salah satu famili dari kelompok ini yaitu Echinoidea memiliki bentuk bulat dengan duri tajam pajang dan pendeka menonjol dari tubuhnya; hidup sebagai bentos di dekat pantai sering juga disebut sepagai landak laut.

C Cagar alam: Suatu jenis suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas baik alam hewani maupun alam nabati yang perlu dilindungi untuk kepentingan kebudayaan dan ilmu pengetahuan Cretaceous: Creta-Jaman kapur, salah satu dari tiga periode dalam masa Mesozoikum, diperkirakan mulai 130 juta tahun yang lalu. Pada zama ini muncul tumbuhan berbungan, hewan invertebrata yang melimpah dan dinosaurus yang berperisai dan bertanduk masih lazim pada masa ini. 4.192 Crustacea: Kelas hewan yang memiliki tubuh dan kepala tertutup oleh lapisan rangka luar (eksoskeleton) misalnya udang, kepiting, lobster. 4.193 Cryptofauna: hewan yang sulit dibedakan secara morfologi

D Dekomposer: Jasad renik atau hewan tanah yang menguraikan bahan organik menjadi bahan-bahan sederhana, misalnya dalam pembentukan kompos Degenerasi: Kemunduran atau kemerosotan generasi Densitas: Kerapatan atau banyaknya individu dalam setiap unit area yang didiami

326

Daftar Istilah

Dinoflagellata: Salah satu jenis fitoplankton atau plankon tumbuhan tingkat rendah yang dalam jaring makanan perairan berperan sebagai prosdusen. Distribusi: Penyebaran suatu individu atau populasi dalam suatu area Distribusi spasial: Penyebaran dengan memperhatikan pola yang daerah yang ditempati suatu individu Diurnal: Sifat atau kebiasaan mahluk hidup untuk aktif pada waktu siang hari Dorsal (sirip): Sirip punggung ikan atau disebut juga sirip punggung Domestik: Dalam negeri Dominansi: Dominan – Kemenonjolan suatu jenis dalam satu komunitas karena ukuranm kelimpahan atau liputan sehingga mempengaruhi kondisi jenis lain

E Efisien: Cermat, tepat, paling sesuai dan tepat untuk tujuan yang dimaksud Ekosistem: Komunitas mahluk hidup dan lingkungan fisiknya yang berinteraksi sebagai satu satuan ekologi, mencakup aspek biologis, fisika dan kimia dari suatu biotop Eksploitasi: Pemanfaatan suatu sumber daya atau interaksi antara dua mahluk dengan satu pihak mengambil keuntungan dari yang lain Eksternal: Daerah luar Ekstrim: Ekstrem – Paling ujung, atau bersifat paling berbeda dari yang terdapat atau terjadi pada umumnya

Daftar Istilah

327

El-nino: Endapan: longgokan atau tumpukan bermacam-macam mineral yang terbentuk secara alamiah sebagai akibat dari salah satu proses geologi 5.113 Eocene: Eosen – kurun waktu dalam geologi, merupakan subdivisi zaman tersier berlangsung sejak dari 54 sampai 38 juta tahun yang lalu Epibentik: Epibentos – sekumpulan mahluk hidup yang hidup pada permukaan dasar laut, sungai, atau danau Estimasi: Perkiraan Estuaria: Estuari – mulut muara sungai di tepi pantai yang merupakan zona perpindahan antara sungai dan laut. Daerah estuari merupakan daerah perairan tempat air tawar yang berasal dari sungai bercampur dengan air asin dari laut. Evolusi: Perubahan kumulatif ciri mahluk hidup atau populasi dari generasi ke generasi

F Faktor: Agen penyebab sesuatu yang dapat teramati Famili: Suku – Salah satu tingkatan dalam sistem klasifikasi atau sistem penggolongan mahluk hidup. 9.2 Botani Fase: Suatu tahap atau stadium yang khas Filamen: Lempengan sel 16.42 Talus Fin: Sirip Fisiologis: Fisiologi – cabang biologi yang mendalami proses normal dan fungsi metabolisme serta kegiatan hidup lain dari mahluk hidup

328

Daftar Istilah

Frekuensi: Jumlah kejadian yang menemukan suatu jenis terdapat dalam sederatan cuplikan ????????? Fringing reef: Terumbu tepi -

G Gastropoda: Salah satu kelas dalam filum moluska atau hewan bertubuh lunak yang mencakup keong atau siput. Ciri hewan ini adalah kepala dengan alat peraba (tentakel), kaki berotot, dan kubah atau cangkang dibagian punggung yang berisi organ-organ dalam Genus: Marga – Salah satu tingkatan dalam klasifikasi mahluk hidup yang disusun oleh Carolus Linnaeus, berada satu tingkat di atas jenis 9.2 Klasifikasi Gelembung renang: Gonad: Organ reproduksi pada hewan, berfungsi untuk menghasilkan gamet atau sel kelamin, seperti ovari dan testis Gorgonian: Gugusan: Serangkaian atau sekelompok Gurita: Hewan yang sekerabat dengan cumi-cumi namun tubuhnya membulat dengan lengan tentakel atau alat peraba yang berjumlah 8 buah, sama panjang, dan dilengkapi dengan alat penghisap yang berbentuk cincin di setiap lengan

H Habitat: Lokasi, tapak atau tipe khusus lingkungan tempat mahluk biasanya tumbuh dan hidup secara alami

Daftar Istilah

329

Harem (biologi): Sejumlah atau sekumpulan hewan betina yang di kawini oleh satu jantan yang biasanya menguasai satu daerah atau satu kelompok Herbivor/ Herbivorous: Pemakan tumbuhan Hermafrodit: hewan yang mempunyai dua macam alat kelamin jantan dan betina pada satu individu Hermatipe: Terumbu karang yang hewan polipnya besimbiosis dengan ganggang Hidrologi: Suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari gerakan dan distribusi air di bumi. Juga berhubungan dengan asalusul terjadinya, sirkulasi, sifat-sifat fisik, dan susunan kimia air. 6.419 Hindia (samudra): Lautan ketiga terbesar di dunia. Memiliki luas 73.600.000 km2, lautan ini mencakup Laut Merah, Teluk Persia, dan secara umum mencakup seperlima dari luas lautan di dunia. Terletak di lautan sebelah selatan Indonesia, terhubung dengan Samudra Pasifik yang dibatasi oleh Kelpulauan Indonesia Timur

I Identifikasi: Proses pengenalan takson biologi dengan membandingkannya melalui penelaahan atau batasan konsep takson lain, atau menyamakannya dengan contoh spesien yang sudah diketahui identitassebelumnya Ikhtiofauna: Keseluruhan jenis ikan yang ada disuatu daerah Imunitas: Bersifat imun – bersifat kebal atau terbebas dari kemungkinan sakit karena tidak dapat terinfeksi Inang: Mahluk hidup yang menyediakan pakan atau naungan bagi mahluk hidup lain

330

Daftar Istilah

Indeks: Angka atau formula yang menunjukkan perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lainnya Indikator: Penanda atau pengukur perubahan mutu lingkungan atau penilaian keadaan dan kemampuan suatu kondisi Individu: Bagian populasi yang hidup mandiri, secara fisiologi bersifat autonomi, bebas, dan tak mempunyai hunungan organik dengan sesamanya Indo-pasifik: Infauna: Total kehidupan hewan dalam suatu endapan Infeksi: Masuknya parasit pada inang serta terjelmanya hubungan antara inang dan parasit Inkubasi: Penyimpanan telur dalam keadaan yang sangat menguntungkan untuk penetasannya Insang: Organ pernapasan pada binatang air tertentu seperti ikan Interaksi: Hubungan mempengaruhi

timbal-balik,

atau

hubungan

saling

Invertebrata: Kelompok hewan yang tidak memiliki tulang punggung atau tulang belakang, contoh amoeba, cacing, siput, lalat, bintang laut

J Jetty: Dermaga atau tembok yang terdapat dilaut yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan dari ombak dan gelombang laut Juvenil: Tahap anak-anak atau muda, umumnya tahap dimana hewan menetas dari telur atau sesaat setelah di lahirkan oleh induknya

Daftar Istilah

331

K Kalsium karbonat: Kamuflase: Penyamaran dengan memadukan warna atau bentuk tubuh dengan lingkungannya Kanibal: Kanibalisme – pemangsaan oleh jenisnya sendiri Karang batu: Hewan karang yang menghasilkan endapan kalsium karbonat yang disebut juga sebagai terumbu Karang lunak: Hewan karang yang tidak menghasilkan terumbu Karnivor: Pemakan daging, umumnya menjadi konsumen sekunder atau tersier Kawanan: Sejumlah besar ikan yang sejenis yang berenang bersama-sama Keanekaragaman: Jumlah total jenis dalam suatu daerah, komunitas, atau cuplikan Kecerahan: Kelimpahan: Jumlah keseluruhan individu atau takson dalam suatu kawasan, volume, populasi atau komunitas; biasanya dinyatakan dalam suatu jenjang nilai atau angka, contoh 1= jarang sekali sampai dengan 5=berlimpah Kematangan seksual: Kepulauan: Gugusan beberapa pulau Keseragaman: Kesukaan: Preferensi – bersifat disukai dan dipilih oleh mahluk hidup Koloni: Sekumpulan satu jenis individu yang hidup bersama pada suatu area

332

Daftar Istilah

Kompetisi: Interaksi simultan antara dua atau lebih mahluk hidup terhadap suatu jenis sumber daya Kompleks: Pernyataan untuk menunjukkan kerumitan dari suatu kondisi Komunitas: Suatu kelompok yang terjadi secara alami dan terdiri dari berbagai jenis mahluk hidup yang menempati suatu lingkungan bersama-sama dan saling berinteraksi Konsumsi: Makan atau pengambilan energi oleh individu Koralivor: Pemakan hewan karang

L Labirin: Struktur, tempat atau pola yang memiliki banyak jalan dengan jalur berliku-liku. 9.265 Laguna: Merupakan daerah teluk di pantai yang hampir seluruhnya dikitari gundukan pasir atau karang laut. 9.272 Lamun: Larva: Bentuk pradewasa dari mahluk hidup yang mengalami metamorfosa atau perubahan untuk mencapai bentuk dewasanya Lateral: Posisi yang menunjukkan letak pada bagian sisi Laut merah: Jalur air yang memisahkan bagian timur laut Afrika dari Semenanjung Arab. 9.325 Lavender (warna): Leeward: Lift net: Limbah:

Daftar Istilah

333

Linear lateral (garis): Liver: Hati – Organ tubuh bagian dalam yang berfungsi untuk menyaring darah Logaritma: Berasal dari kata Yunani logos berarti penalaran, dan aritmos berarti bilangan. Suatu fungsi dalam matematika yang menjelaskan bentuk lain dari an=b dapat ditulis sebagai alog b=n; n disebut logaritma dari b, dengan bilangan pokok a 9.413 Logaritma natural: Logaritma alam – logaritma yang mempunyai bilangan pokok e suatu bilangan tak rasional tak berulang yang nilainya dekat dengan 2,71828. elog b lazim ditulis sebagai ln b 9.414

M Majemuk: Maldives: Maladewa – Sebelumnya dikenal sebagai republik maldives, sebuah negara di Samudra Hindia, terletak di sebelah barat daya India dan Sri Lanka dengan luas negara yang cukup terbatas kira-kira kurang dari setengah luas DKI Jakarta. 10.65 Maladewa Mancanegara: Luar negeri Manta tow: Massive (karang): Mayor (ikan): Mesozoic: Mesozoikum – era pertengahan dalam sejarah geologi ilmu bumi, berlangsung antara era Palaeozoikum dan Sonozoikum atau 190 – 60 juta tahun yang lalu; terbagi atas periode Trias, Jura, dan Kapur; ditandai oleh merajalelanya dinosaurus dan melimpahnya Gymnospermae; serta disebut sebagai era sekunder

334

Daftar Istilah

Mid-water: Daerah kolom perairan pada laut lepas Minimalisasi: Proses untuk mengurangi atau membuat menjadi sedikit Moluska: Filum hewan bertubuh lunak mencakup siput, remis, gurita dan lain-lain; sering memiliki cangkang keras sebagai pelindung dan kaki otot Monitoring: Pengamatan Monogami: Strategi perkembangbiakan hewan dengan pasangan khusus, yakni satu jantan hanya melakukan perkawinan dengan satu betina. Mukus: Sekresi berupa cairan pekat yang dikeluarkan oleh selaput berminyak yang melapisi permukaan suatu organ Muroami:

N Neon (warna): Neon merupakan unsur berupa gas mulia yang terdapat dalam atmosfer sebanyak 18 bagian per sejuta. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak bereaksi dengan unsur lain. Neon digunakan sebagai pengisi lampu pijar dan lampu TL. Warna yang sering ditimbulkan adalah merah jingga terang, namun bila ditambahkan beberapa tetes merkurium akan berubah menjadi warna biru terang. warna terang inilah yang sering disebut sebagai warna neon 11.80 gas mulia Nokturnal: Memiliki sifat melakukan kegiatan atau aktifitas pada waktu malam hari Nomenclator: Nomenklator - Urutan nama ilmiah yang dikumpulkan untuk tujuan tata nama dan digunakan dalam taksonomi

Daftar Istilah

335

O Observer: Pengamat, seseorang yang melakukan pengamatan Omnivor: Pemakan campuran baik bahan makanan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan Orang ikan: Orang yang bertugas untuk mengamati ikan karang pada suatu kegiatan pengamatan ekosistem terumbu karang Orang karang: Orang yang bertugas untuk mengamati hewan karang pada suatu kegiatan pengamatan ekosistem terumbu karang Oval: Bentuk menyerupai lingkaran namun lonjong, atau jari-jari tegak lurus pada lingkaran tersebut tidak sama panjang

P Paleocoene: Paleozoikum - Era tua dalam sejarah geologi bumi, berlangsung antara era Protorozoikum dan Mesozoikum atau 550 – 190 juta tahun yang lalu, ditandai dengan perkembangan hewan invertebrata dan ikan sampai munculnya reptilia serta melimpahnya tumbuhan paku yang mejadi batobara; disebut juga sebagai era primer Parameter: Dalam matematika atau statistika, parameter merupakan tetapan atau besaran yang nilainya berubah-ubah; merupakan suatu besaran yang tidak diketahui nilainya pada suatu populasi ?????? 12.168 matematika Parasit: Mahluk yang hidup pada atau di dalam tubuh mahluk lain serta merugikan bagi inang dengan salah satunya memperoleh makanan dari inangnya, dengan atau tanpa membawa kematian kepada inangnya Pari manta:

336

Daftar Istilah

Pasif: Tidak banyak bergerak, bersifat diam dan menunggu Pasifik (samudra): Samudra terbesar dan terdalam di dunia yang membentang dari daerah antartika di kutub selatan hingga daerah artik di kutub utara. Luas samudra ini adalah sepertiga dari luas bumi 12.232 Pektoral (sirip): Sirip dada ikan, atau disebut juga sirip dada Pelagik: Mahluk yang hidup dan menghuni pada bagian kolom perairan di sungai, laut atau danau Pelvic (sirip): Bagian panggul, pada ikan pelvic fin atau sirip pelvic merupakan sepasang sirip yang terdapat di perut atau dikenal juga dengan nama ventral fin Pembuahan: Bersatunya sperma dan sel telur yang memungkinkan terbentuknya organisme baru Pemijahan: Proses reproduksi, perkawinan, atau pertemuan sel telur dan sel jantan untuk menghasilkan organisme baru Penaksiran: Perkiraan, atau memperkirakan Penyu: Hewan reptilia berkarapas yang hidup di laut, seperti kurakura penyu juga memiliki tempurung pada bagian punggungnya 12.424 Penyusup: Hewan atau mahluk yang tidak dikehendaki kehadiran atau keberadaannya di suatu daerah yang dikuasai oleh hewan atau mahluk lain Permanen: tetap Pesisir: Daerah di yang berada di antara daratan dan lautan dimana pengaruh ekosistem darat masih terdapat pada daerah laut, dan pengaruh ekosistem laut terlihat pada daerah daratan Pisces: Kelompok Ikan

Daftar Istilah

337

Piscivores: Piscivor – Kelompok pemakan ikan Planktivores: Planktivor – Kelompok pemakan plankton Plankton: Tumbuhan dan hewan renik yang hidup melayang-layang atau terapung bebas dalam air karena terbawa oleh arus Planktonik: Memiliki sifat melayang-layang dan terapung bebas di dalam air Pocilopora: Polichaeta (cacing): Poligami: Kondisi reproduksi dimana satu jantan melakukan perkawinan dengan beberapa betina dalam waktu yang berdekatan Poligon: Segi banyak, merupakan bentuk datar yang tertutup terdiri atas garis-garis lurus yang membatasi bentuk itu. Contoh segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, segi sepuluh, dsb 13.307 Polip: Salah satu bentuk dasar dari hewan Cnidaria (hydra, uburubur, karang laut), satu lubang saluran pencernaan saja dan tentakel dengan sel yang dapat menyengat ; bentuk polip mempunyai sumbu utama tubuh yang lebih besar daripada diameternya, dengan tentakel dan mulut menghadap atas.4.164 Populasi: Kelompok individu suatu jenis mahluk hidup yang mendiami suatu daerah tertentu pada suatu masa Porites: Predator: Binatang yang berburu dan membunuh hewan lain sebagai makanannya Predasi: Proses alam yang bersifat makan memakan hewan lain Preferensi: Kesukaan

338

Daftar Istilah

Prey: Mangsa Proporsi: Bagian atau ukuran atau perbandingan Protektif: Bersifat melindungi Protraktil:

Q

R Radial (garis): Jari-jari lingkaran atau garis-garis yang terpusat pada satu titik Rantai makanan: Urutan mahluk hidup pada atua trofik bertahap dalam komunitas yang memungkinkan terjadinya pemindahan energi melalui proses makan memakan. Jalan energi terfiksasi oleh produsen promer (tubuhan berhijau daun) diteruksn ke herbivor, karnivor (konsumen sekunder dan tersier) serta ke detritus Razor: Pisau Reef: Terumbu Reef flat: Reef crest: Reef slope: Lereng terumbu Reklamasi: Kegiatan atau proses memperbaiki daerah atau areal yang tidak terpakai mendadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia; contoh pembuatan tanggultanggul di daerah laut untuk dimanfaatkan untuk keperluan penduduk 14.137 Rentan: Sifat yang tidak imun atau kebal

Daftar Istilah

339

Replikasi: Replika- tiruan Reproduksi: Proses yang dialami oleh hewan dan tumbuhan untuk menghasilkan individu-individu baru dengan bertujuan untuk melestarikan jenisnya Resort: Respon: Kegiatan atau perubahan pola perilaku mahluk hidup sebagai akibat rangsangan atau perubahan keadaan lingkungan Ritual: Kebiasaan gerakan atau tingkah laku yang tersusun atau terpola, biasa dilakukan untuk menunjukkan maksud tertentu. Contoh untuk menarik perhatian pasangan beberapa jenis burung sering melakukan ritual tarian yang khas Roll meter: Alat pengukur yang dijadikan sebagai panduan dalam pengamatan Rubble: Patahan karang

S Sabak: Batu tulis atau batu yang dapat digunakan untuk menulis karena memiliki butiran yang sangat halus. (sabak yang digunakan sebagai alat tulis saat menyelam sebenarnya tidak terbuat dari bahan ini, namun menggunakan papan dengan materi acrilic berwana putih. apabila permukaannya kasar, bahan ini dapat digunakan untuk menulis di dalam air sekalipun; namun karena sifat bahan yang keras, para pemakai sering menyebutnya dengan sabak sebagai papan yang dapat dipakai untuk menulis) Sampling: Pengambilan contoh Schooling: Sekumpulan besar, atau kelompok besar individuindividu yang saling berdekatan

340

Daftar Istilah

Sedimen: endapan daei satu tempat dari hasil penguraian mekanis dan kimiawi batuan tua, pecahan batuan maupun penumpukan sisa organisme 14.463 Segmen: Setiap satuan dari suatu rangkaian yang pada dasarnya mempunyai susunan atau struktur yang sama Sensus visual: sistem pendataan ikan secara kasat mata atau visual Sesil: Sifat yang menetap dan melekat pada suatu substrat atau tempat di dasar latu yang dimiliki oleh suatu organisme. Bentuk hewan sesil sering menyerupai tumbuhan contoh. Anemon laut. 14.570 Sianida (racun): Salah satu jenis racun yang tergolong dalam racun sistemik yakni racun yang menyerang sistem syaraf dan organ penting lainnya seperti ginjal, hati dan jantung. 15.13 /14.15 racun Simbion: Salah satu pelaku simbiosis Simbiosis: Kondisi hidup bersama dari dua mahluk hidup yang berbeda jenis Sinkronisasi: Penyamaan Sistematika: Ilmu mengenai taksonomi (penamaan, penelaahan, pengelompokan) mahluk hidup dengan memperhatikan kekerabatan dan evolusinya secara esperimental (biosistematika) Snorkeling: Salah satu kegiatan manusia di air dengan menggunakan alat bantu untuk memudahkan bernafas berupa snorkel, umumnya kegiatan ini dilakukan di permukaan perairan Soliter: Bersifat sendiri Sotong: sejenis cumi-cumi Sperma: Sel kelamin jantan

Daftar Istilah

341

Spesies: Jenis hewan atau tumbuhan yang telah diidentifikasikan oleh para ilmuwan karena kesamaan sifatnya Sponge: Spons Stasiun (pembersihan): lokasi dimana ikan pembersih (ex. Labroides dimiatus) melakukan pembersihan pada ikan-ikan lainnya Stenoid (sisik): salah satu jenis sisik pada ikan Streamline: Bentuk dengan permukaan yang tidak memiliki gesekan yang kecil dengan medium yang melaluinya seperti udara atau air Struktur: Susunan jaringan, organ atau tubuh Subfamili: sistem klasifikasi organisme Substrat: Endapat permukaan atau media tempat mahluk melekat atau tumbuh Subtropis: Daerah yang ditandai dengan adanya empat musim yang terjadi, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Terletak di antara 23,5o – 66,5o lintang utara atau lintang selatan 15.279 Survey: Penelitian atau peninjauan

T Target (ikan): ikan yang menjadi target oleh nelayan, umumnya ikan konsumsi Tekstur: Ukuran, susunan dan penampakan tiap-tiap komponen suatu substansi atau bentukan Tentakel: Organ-organ yang ramping dan lentur umumnya pada hewan invertebrata berfungsi sebagai organ peraba, penangkap, atau untuk perekat

342

Daftar Istilah

Terminal (mulut): Teritori: Teritorial – daerah dalam kisaran penjelajahan yang dihuni secara eksklusif oelh sekelompok hewan sejenis yang dipertahankan atau diisyaratkan agar tidak diganggu oleh kelompok lainnya Tertiary: Tersier - Periode pertama era Senozoikum, berlangsung antara 60 – 1 juta tahun yang lalu, umumnya dibagi-bagi atas beberapa bagian; ditandai oleh terbentuknya gunung-gunung, perkembangan serta dominansi binantan menyusui serta tumbuhan bunga yang banyak ditemui pada saat sekarang Terumbu: Agregasi bahan rangka karbonat yang terangkat cukup tinggi dari dasar laut dan mempengaruhi pengendapan setempat ???? Terumbu karang: Terumbu yang dihasilkan oleh hewan karang Tetrodixin: Tipologi: Pendekataan penelitian taksonomi berdasarkan asumsi bahwa semua anggota suatu satuan taksonomi bersesuaian dengan bagan morfologi tertentu tanpa adanya variasi bermakna Topografi: Semua bentuk dan sifat permukaan suatu daerah geografi, baik alami maupun buatan manusia Transek: Garis atau jalur sempit yang digunakan untuk keperluan survei sebaran, keterdapatan mahluk hidup sepanjang suatu daerah atau dalam percobaan atau pengamatan lainnya Transek kuadrat: metode pemantauan terumbu karang menggunakan kuadrat ukuran tertentu misalnya 1 x 1 m persegi Transek menyinggung: metode pemantauan terumbu karang menggunakan rol meter dengan menyinggung permukaan substrat dasar dengan ukuran panjang tertentu misalnya 50 m, 100 m dan seterusnya

Daftar Istilah

343

Transek sabuk: metode pemantauan terumbu karang menggunakan rol meter dengan menyinggung permukaan substrat dasar dengan ukuran panjang tertentu misalnya 50 m, 100 m dan seterusnya, dengan luasan sisi kiri dan kanan transek seluas 1 m atau disesuaikan dengan tujuan penelitian Tropik: Zona di antara tropik cancer dan tropik capricorn, atau zona dimana terdapat iklim yang memiliki suhu, kelembapan dan curah hujan yang tinggi

U

V Variasi: Penyimpangan penampilan individu suatu kelompok yang dapat disebabkan oleh perbedaan lingkungan tempat individu tersebut hidup, atau karena adanya perbedaan sifat genetika dan bukan disebabkan oleh perbedaan umur, kelamin, atau posisi dalam daur hidup Ventral (sirip): Sirip perut ikan, atau disebut juga sirip perut Vertebrata: Golongan hewan yang mempunyai tulang punggung atau tulang belakang Vertikal: bersifat tegak lurus Vital: Sangat penting atau diperlukan untuk hidup

W Windward: daerah yang banyak terkena pengaruh angin sepanjang tahun Workshop: Lokakarya -

344

Daftar Istilah

X

Y

Z Zigzag: Garis atau jalur yang berkelok-kelok tajam Zona: Daerah dalam kawasan biogeografi Zoogeografi: Bagian biogeografi yang menelaah semua seluk-beluk penyebaran hewan di muka bumi Zooplankton: Golongan hewan dalam plankton; istilah kolektif untuk organisme nonfotosintesis yang ada di dalam kelompok mahluk hidup plankton Zooxanthellae:

Daftar Pustaka Adrim M, Hutomo M, Suharti SR. 1991. Chaetodontid fish community structure and its relation to reef degradation at the Seribu Islands reefs, Indonesia. Proceeding of the regional symposium on living resources in coastal areas: 163—174. Adrim M, Hutomo M. 1989. Species composition, distribution and abundance of Chaetodontidae along reef transects in the Flores Sea. Netherlands Journal of Sea Research, 23(2): 85— 93 Alder J, Sloan N, Uktolseya H (1994) Advances in marine protected area management in Indonesia: 1988-1993. Ocean & Coastal Management 25: 63—75. Alder J, Sloan NA, Uktolseya H (1994) A comparison of management planning and implementation in three Indonesian marine protected areas. Ocean & Coastal Management 24: 179— 198. Alexander DE (1990) Drag coefficients of swimming animals: effect of using different reference areas. Biol Bull 179:186 Alino PM, Sammarco PW, Coll JC. 1988. Studies of the feeding preferences of Chaetodon melannotus (Pisces) for soft corals (Coelenterata: Octocorallia). Procedings of the 6th International Coral Reef Symposium, Australia (3) 31—36

346

Daftar Pustaka

Allen GR (1991) Damselfishes of the world. Hans A. Baensch, Melles, Germany. Allen GR (2008) Conservation hotspots of biodiversity and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems. 18: 541—556 Allen GR, Adrim M (2003) Coral Reef Fishes of Indonesia. Zoological Studies 42: 1-72 Allen GR, Steene RC. 1990. Reefs Fishes on The Indian Ocean. Marine Science and Technology. Perth Australia. Allen GR, Werner TB (2002) Coral Reef Fish Assessment in the ‘Coral Triangle’ of Southeastern Asia. Environmental Biology of Fishes 65: 209—214 Allen GR. 1980. Butterfly and angelfishes of the world. Volume 2. New York: Wiley-Interscience. 145—352pp. Allen GR. 2000. Marine Fishes of South-East Asia. Singapore: Periplus Editions (HK) Ltd. 292 pp. Allendorf FW (1986) Genetic Drift and the Loss of Alleles Versus Heterozygosity. Zoological Biology 5: 181—190 Almany G, Connolly S, Heath D, Hogan J, Jones G, McCook L, Mills M, Pressey R, Williamson D (2009) Connectivity, biodiversity conservation and the design of marine reserve networks for coral reefs. Coral Reefs 28: 339—351 Almany GR, Berumen ML, Thorrold SR, Planes S, Jones GP (2007) Local replenishment of coral reef fish populations in a marine reserve. Science, 316: 742−744. Alwany M, Thaler E, Stachowitsch M. 2003. Food selection in two coralivorous butterflyfishes, Chaetodon austricus and C. trifascialis, in the Northern Red Sea. Marine Ecology, 24 (3): 165—167

Daftar Pustaka

347

Andi IS, Sukimin S, Yonvitner, Zairion, Ernawati Y. 2005. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Departemen Manajemen Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Andrews C (1990) The ornamental fish trade and fish conservation. Journal of Fish Biology 37: 53—59 Arvedlund M, Nielsen LE (1996) Do the anemonefish Amphiprion ocellaris (Pisces: Pomacentridae) imprint themselves to their host sea Anemone Heteractis magnifica (Anthozoa: Actinidae)? Ethology 102: 197—211 Baker AC, Starger CJ, McClanahan TM, Glynn PW (2004) Coral reefs: corals’ adaptive response to climate change. Nature 430:741 Barnes DR. 1980. Invertebrate zoology (4th ed.). Tokyo: HoltSaunders International Editions. 1089p. Bawole R, Eidman M, Bengen DG, Suharsono. 1999. Distribusi spasial ikan Chaetodontidae dan peranannya sebagai indikator kondisi terumbu karang di perairan Teluk Ambon. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, VI(1):1—13. Bazin E, Glémin S, Galtier N (2006) Population size does not influence mitochondrial genetic diversity in animals. Science 312:570—572 Beebee T, Rowe G (2008) An introduction to Molecular Ecology. Second Edition. Oxford University Press Bell JD, Galzin R. 1984. Influence of live coral cover on coral reef fish communities. Marine Ecology Progress Series (15): 265—274 Benson AA, Mucatine L. 1974. Wax in coral mucus: energy transfer from corals to reef fishes. Limnology Oceanography (19): 810—814

348

Daftar Pustaka

Bentzen P, Taggart CT, Ruzzante DE, Cook D (1996) Microsatellite polymorphism and the population structure of Atlantic cod (Gadus morhua) in the northwest Atlantic. Canadian Journal Fisheries Aquatic Science 53: 2706—2721 Berumen ML, Pratchett MS, McCormick MI. 2005. Within-reef differences in diet and body condition of coral-feeding butterflyfishes (Chaetodontidae). Marine Ecology Progress Series (287): 217—227. Bianchi G, Gislason H, Graham K, Hill L, Jin X, Koranteng K, Manickchand-Heileman S, Payá I, Sainsbury K, Sanchez F, Zwanenburg K (2000) Impact of fishing on size composition and diversity of demersal fish communities. ICES Journal of Marine Science 57: 558—571 Birkeland C, Dayton PK (2005) The importance in fishery management of leaving the big ones. Trends in Ecology and Evolution 20: 356−358. Birkeland C. 1997. Life and death of coral reefs. Australia: Chapman and Hall publishers. Blum SD. 1989. Biogeography of the Chaetodontidae: an analysis of allopatry among closely related spesies. Environmental Biology of Fishes, 25(1-3):9—31. Botsford LW, Micheli F, Hastings A (2003) Principles for the design of marine reserves. Ecological Applications 13: 25−31 Bouchon-Navaro Y, Bouchon C, Harmelin-Vivien ML. 1985. Impact of coral degradation on a Chaetodontid fish assemblage. Proceedings of the 5th International Coral Reef Congress, Tahiti (5): 427—432 Bouchon-Navaro Y, Bouchon C. 1989. Correlations between chaetodontid fishes and coral communities of the Gulf of Aqaba (Red Sea). Environmental Biology of Fishes (25): 47— 60

Daftar Pustaka

349

Bozec YM, Doledec S, Kulbicki M. 2005. An analysis of fish-habitat associations on disturbed coral reefs: chaetodontid fishes in New Caledonia. Journal of Fish Biology (66): 966—982. BPS (2010) Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Brock RE. 1982. A critique of the visual census method for assessing coral reef fish populations. Bulletin of Marine Science, 32(1): 269—276 Brown BE, Suharsono. 1990. Damage and recovery of coral reefs affected by El Nino related seawater warming in the Thousand Islands, Indonesia. Coral Reefs (8): 163—170 Bryant D, Burke L, McManus J, Spalding M. 1998. Reefs at risk. ICLARM and UNEP. Pp.56. Buchheim J (2012). A quick course in ichtyology. Odyssey expeditions. http://www.marinebiology.org/fish.htm Bunce L, Townsley P, Pomeroy R, Pollnac R (2000) Socioeconomic manual for coral reef management. Global Coral Reef Monitoring Network (GCRMN), Australian Institute of Marine Science (AIMS), Townsville, Australia Burges WE. 1978. Butterfly Fishes of The World. T. F. H. Publication. Nepture City. Burke L, Reytar K, Spalding M, Perry A (2011) Reefs at Risk Revisited. World Resources Institute (WRI), Washington, DC, USA Burke L, Selig E, Spalding M. 2002. Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara. World Resources Institute. Buston PM (2004) Territory inheritance in clownfish. Proceedings of the Royal Society of London: Biological Letters 271 (Suppl.): S252—S254.

350

Daftar Pustaka

Buston PM, Bogdanowicz SM, Wong A, Harrison RG (2007) Are clownfish groups composed of close relatives? An analysis of microsatellite DNA variation in Amphiprion percula. Molecular Ecology 16: 3671—8 Buston PM, Fauvelot C, Wong MY, Planes S (2009) Genetic relatedness in groups of the humbug damselfish Dascyllus aruanus: small, similar-sized individuals may be close kin. Molecular Ecology, 18: 4707−4715. Carreras-Carbonell J, Macpherson E, Pascual M (2007) High selfrecruitment levels in a Mediterranean littoral fish population revealed by microsatellite markers. Marine Biology 151: 719—727 Castro P, Huber ME. 2000. Marine Biology (3rd Edition). Sydney: The MacGraw Hill companies. Cesar H. 1996. The economic value of Indonesian coral reefs. The World Bank. July 1996. pp:1—9. Chabanet P, Ralambondrainy H, Amanieu M, Faure G, Galzin R. 1997. Relationships between coral reef subtrata and fish. Coral Reefs (16): 93—102 Charlesworth D, Charlesworth B (1987) Inbreeding depression and its evolutionary consequences. Annual Review of Ecology and Systematics, 18: 237−268. Choat JH, Bellwood DR. 1991. Reef Fishes : Their History and Evolution. P : 34—66 in P. F. Sale (ed). The Ecology of the Fishes on Cral Reefs. Academic Press. California. Chou LM. 2000. Southeast Asian Reefs - Status Update: Cambodia, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand and Vietnam. In: C. Wilkinson, editor. 2000. Status of Coral Reefs of the World: 2000. AIMS Cape Ferguson, Queensland, and Dampier, Western Australia. pp.117—129.

Daftar Pustaka

351

Chozin M (2008) Illegal but Common: Life of Blast Fishermen in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia. Ohio University. Ohio Cleary, D.F.R., Suharsono, & Hoeksema, B.W., 2006. Coral diversity across a disturbance gradient in the Pulau Seribu reef complex off Jakarta, Indonesia. Biodiversity and Conservation, 15, 3653—3674. Cooley SR, Kite-Powell HL, Doney SC (2009) Ocean acidification’s potential to alter global marine ecosystem services. Oceanography 22: 172—181 Coremap (2010) Coral Reef Rehabilitation and Management Program. www.coremap.or.id Cowen RK, Paris CB, Srinivasan A (2006) Scaling of Connectivity in Marine Populations. Science, 311: 522−527 Cox, E. F., 1994. Resource use by Corallivorous Butterflyfishes (Family Chaetodontidae) in Hawaii. Bull Mar Sci 54: 535— 545 Crosby MP, Gibson GR, Potts KW, editor. 1996. A coral reef symposium on practical reliable, low cost monitoring methods for assessing the biota and habitat conditions of coral reefs. January 26—27 1995. Office of Ocean and Coastal Resource Management, National Oceanic and Atmospheric Administration. Silver Spring. MD. Crosby MP, Reese ES. 1996. A manual for monitoring coral reefs with indicator species: Butterflyfishes as indicator of change on Indo Pacific reefs. Office of Ocean and Coastal Resource Management, National Oceanic and Atmospheric Atmospheric, Silver Spring, MD. 45 pp. Dankel D, Skagen D, Ulltang Ø (2008) Fisheries management in practice: review of 13 commercially important fish stocks. Reviews in Fish Biology and Fisheries 18: 201—233

352

Daftar Pustaka

De Innocentiis S, Sola L, Cataudella S, Bentzen P (2001). Allozyme and microsatellite loci provide discordant estimates of population differentiation in the endangered dusky grouper (Epinephelus marginatus) within the Mediterranean Sea, Molecular Ecology 10: 2163—2175 de Vantier LM, Suharsono, Budiyanto A, Tuti Y, Imanto P, Ledesma R. 1998. Status of coral communities of Pulau Seribu, 19851995. In: Soemodihardjo S, editor. 1998. Proc. Coral Reef Evaluation Workshop Pulau Seribu, Jakarta, Indonesia. Oct. 1998. UNESCO, Indonesian Institute of Sciences (LIPI), Research and Development Center for Oceanology. Pp.1— 24. de Vantier LM. 1996. Decadal regional decline of coral reefs of the Thousand Islands, Indonesia: A case study in human impact. Report on the Coral reef management workshop for Pulau Seribu. No.12: 95. den Hartog JC. 1977. The marginal tentacles of Rhodactis sanctithomae (Corallimorpharia) and the sweeper tentacles of Montastrea cavernosa (Scleractinia) their cnidom and possible function. in: D.L. Taylor (ed.). Proceedings of Third International Coral Reef Symposium: Biology. Rosenstiel School of Marine and Atmospheric Science, Miami, Florida. (1): 463—470 Ditlev H. 1980. A Field Guide to the Reef Building Coral of the Indo Pasific. Kalampenborg: Scandinavian Science Press Ltd. DKP (2006) Pedoman umum pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 121pp. Doherty PJ, Planes S, Mather P (1995) Gene flow and larval duration in seven species of fish from the Great Barrier Reef. Ecology 76: 2373—2391

Daftar Pustaka

353

Dulvy NK, Sadovy Y, Reynolds JD (2003) Extinction vulnerability in marine populations. Fish and Fisheries 4: 25—64 Echols JM, Shadily H. 1975. Kamus Inggris – Indonesia. New York. Cornel University Edinger EN, Jompa J, Limmon GV, Widjatmoko W, Risk MJ (1998) Reef degradation and coral biodiversity in picentre: Effects of land-based pollution, destructive fishing practices and changes over time. Marine Pollution Bulletin 36: 617-630 Edinger EN, Risk MJ (2000) Reef classification by coral morphology predicts coral reef conservation value. Biological Conservation 92: 1—13 Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Pustaka Nusatama. England PR, Osler GHR, Woodworth LM, Montgomery ME, Briscoe DA, Frankham R (2003) Effects of intense versus diffuse population bottlenecks on microsatellite genetic diversity and evolutionary potential. Conservation Genetics 4: 595—604 English S, Wilkinson C, Baker VJ. 1997. 2nd ed. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australia: ASEAN-Australia Marine Science Project. 368+xii pp. Ensiklopedi Indonesia. 1990. Jakarta. PT. Cipta Adi Pusaka Erdmann M (1995) The ABC guide to coral reef fisheries in southwest Sulawesi, Indonesia. NAGA The ICLARM quarterly. Erdmann MV. 1996. Destructive fishing practices in the Pulau Seribu Archipelago. Report on the coral reef management workshop for Pulau Seribu. No.10 Estradivari, Syahrir, M., Susilo, N., Yusri, S., & Timotius, S., 2007. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu (2005—2005). Yayasan TERANGI, Jakarta. 87+ix hal.

354

Daftar Pustaka

Fairweather PG (1991) Implications of ‘supply-side’ ecology for environmental assessment and management. Trends in Ecology & Evolution 6: 60—63 Fautin DG (1992) Anemonefish recruitment: the roles of order and chance. Symbiosis 14: 143—160. Fautin DG, Allen GR (1994) Anemonefishes and their Host Sea Anemones, Tetra Press, Germany Fauvelot C, Planes S (2002) Understanding origins of present-day genetic structure in marine fish: biologically or historically driven patterns? Marine Biology 141: 773—788 Ferse, S. C. A., 2008. Artificial reef structures and coral transplantation: fish community responses and effects on coral recruitment in North Sulawesi/Indonesia. Dissertation. University of Bremen, Bremen, Germany FishBase. 2005. www.fishbase.org Fisher R (2005) Swimming speeds of larval coral reef fishes: impacts on self-recruitment and dispersal. Marine Ecology Progress Series 285: 223—232 Fisher R, Bellwood DR (2003) Undisturbed swimming behaviour and nocturnal activity of coral reef fish larvae. Marine Ecology Progress Series 263: 177—188 Fox H, Pet J, Dahuri R, Caldwell R (2003) Recovery in rubble fields: long-term impacts of blast fishing. Marine Pollution Bulletin 46:1024—1031 Frankham R (1995) Conservation genetics. Annual Review Genetics 29: 305—327 Fricke H, Fricke S (1977) Monogamy and sex change by aggressive dominance in coral reef fish. Nature, 266:830−832.

Daftar Pustaka

355

Froese, R. and D. Pauly. Editors. 2011.FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version García De León FJ, Chikhi L, Bonhomme F (1997) Microsatellite polymorphism and population subdivision in natural populations of European sea bass Dicentrarchus labrax (Linnaeus, 1758). Molecular Ecology 6: 51—62 Garza JC, Williamson EG (2001). Detection of reduction in population size using data from microsatellite loci, Molecular Ecology 10: 305—318 Gerlach G, Atema J, Kingsford MJ, Black KP, Miller-Sims V (2007) Smelling home can prevent dispersal of reef fish larvae. Proceedings of the National Academy of Sciences U S A 104: 858—63 Gladfelter, W. B., Ogden, J. C., & Gladfelter, E. H., 1980. Similarity and Diversity Among Coral Reef Fish Communities: A Comparison between Tropical Western Atlantic (Virgin Islands) and Tropical Central Pacific (Marshall Islands) Patch Reefs. Ecol 61: 1156—1168 Glaser M, Baitoningsih W, Ferse SCA, Neil M, Deswandi R (2010) Whose sustainability? Top-down participation and emergent rules in marine protected area management in Indonesia. Marine Policy. 34: 1215—1225. Glynn PW. 1985. Corralivore population sizes and feeding effects following El-Nino (1982-1983) associated coral mortality in Panama. Proceedings of the 5th International Coral Reef Congress, Tahiti (4): 183—188 Gomez ED, Yap HY. 1988. Monitoring Reef Condition. In: Kenchington RA, Hudson BET, editor. Coral Reef management handbook. Jakarta: UNESCO Regional office science and technology for southeast asia. Pp 187—195

356

Daftar Pustaka

Han Y-S, Sun Y-L, Liao Y-F, Liao IC, Shen K-N, Tzeng W-N (2008) Temporal analysis of population genetic composition in the overexploited Japanese eel “Anguilla japonica”. Marine Biology 155: 613—621 Harmelin-Vivien ML, Bouchon-Navaro Y. 1981. Trophic relationships among Chaetodontid fishes in the Gulf of Aqaba (Red Sea). Proceedings of the 4th International Coral Reef Symposium, Manila (2): 537—544 Hauser L, Adcock GJ, Smith PJ, Bernal RamÃrez JH, Carvalho GR (2002) Loss of microsatellite diversity and low effective population size in an overexploited population of New Zealand snapper (Pagrus auratus). Proceedings of the National Academy of Sciences 99: 11742-11747 Hauser L, Carvalho GR (2008). Paradigm shifts in marine fisheries genetics: ugly hypotheses slain by beautiful facts, Fish and Fisheries 9: 333—362 Hedrick, P.W., Miller, P.S., 1992. Conservation genetics: techniques and fundamentals. Ecol. Applic. 2, 30±46. Heino M, Godø OR (2002) Fisheries-Induced Selection Pressures in the Context of Sustainable Fisheries. Bulletin of Marine Science 70: 639—656 Hixon MA. 1991. Predation as a process structuring coral reef fish communities. In: Sale PF (ed). The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press. San Diego. Holbrook SJ, Schmitt RJ (2005) Growth, reproduction and survival of a tropical sea anemone (Actiniaria): benefits of hosting anemonefish. Coral Reefs. 24: 67−73. Hourigan TF, Tricas TC, Reese ES. 1988. Coral reef fishes as indicators of environmental stress in coral reefs, pp. 107—135. In: Soule DF, Kleppel GS, editor. Marine Organisms as Indicators. New York: Springer Verlag.

Daftar Pustaka

357

Hughes T, Bellwood D, Connolly S (2002) Biodiversity hotspots, center of endemecity, and the conservation of coral reefs. Ecological Letters 5:775—784 Hughes, T.P., Baird, A.H., Bellwood, D.R., Card, M., Connolly, S.R., Folke, C., Grosberg, R., Hoegh-Guldberg, O., Jackson, J.B.C., Kleypas, J., Lough, J.M., Marshall, P., Nystro¨m, M., Palumbi, S.R., Pandolfi, J.M., Rosen, B., & Roughgarden, J., 2003. Climate change, human impacts, and the resilience of coral reefs. Science 301, 929e933. Hutomo M, Suharsono, S Martosewojo. 1985. Ikan Hias Indonesia dan Kelestarian Terumbu Karang. Balai Penelitian Biologi Laut LON-LIPI. Jakarta. Hutomo M. 1986. Coral Reef Fish Resources and Their Relation to Reef Condition : Some Case Studies in Indonesian Waters. Biotrop spec. publ (19): 67—78. Hutomo, M. & Adrim, M. 1985. Distribution of reef fish along transects in Bay of Jakarta and Kepulauan Seribu. In: Human induced damaged to coral reefs. Unesco Reports in Mar. Sci. 40:135—156 ImageJ. 2003. Image Processing and Analysis in Java. http://rsb. info.nih.gov Jennings S, Greenstreet SPR, Reynolds JD (1999) Structural change in an exploited fish community: a consequence of differential fishing effects on species with contrasting life histories. Journal of Animal Ecology 68: 617—627 Jones AG, Ardren WR (2003) Methods of parentage analysis in natural populations. Molecular Ecology, 12: 2511−2523 Jones AM, Gardner S, Sinclair W (2008) Losing ‘Nemo’: bleaching and collection appear to reduce inshore populations of anemonefishes. Journal of Fish Biology 73: 753—761

358

Daftar Pustaka

Jones GP, Milicich MJ, Emslie MJ, Lunow C (1999) Self-recruitment in a coral reef fish population. Nature 402: 802—804 Jones GP, Planes S, Thorrold SR (2005) Coral Reef Fish Larvae Settle Close to Home. Current Biology, 15:1314−1318. Jordan CEA (1992) A model of a rapid start swimming intermediate Reynold number: undulatory locomotion in the chaetognath Sagitta elegans. J Exp Biol 163:119 KAPOOR, V.C. 1998. Principles and practices of animal taxonomy. Science Publishers. Kenchington E, Heino M, Nielsen EE (2003) Managing marine genetic diversity: time for action? ICES Journal of Marine Science 60: 1172—1176 Khalaf, M. A., & Kochzius, M., 2002. Changes in trophic community structure of shore fishes at an industrial site in the Gulf of Aqaba, Red Sea. Mar Ecol Prog Ser 239: 287—299 Kingsford MJ, Leis JM, Shanks A, Lindeman KC, Morgan SG, Pineda J (2002) Sensory environments, larval abilities and local selfrecruitment. Bulletin of Marine Science 70: 309—340 Knittweis L, Kraemer W, Timm J, Kochzius M (2009) Genetic structure of Heliofungia actiniformis (Scleractinia: Fungiidae) populations in the Indo-Malay Archipelago: implications for live coral trade management efforts. Conservation Genetics 10: 241—249 Kuiter RH. 1992. Tropical Reef. Fishes of the Western Pacific Indonesia and Adjacent Waters. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lacy, R.C., 1997. Importance of genetic variation to the viability of mammalian populations. J. Mamm. 78, 320±335. Lande R (1988) Genetics and demography in biological conservation. Science 241: 1455—1460

Daftar Pustaka

359

Leberg PL (2002). Estimating allelic richness: Effects of sample size and bottlenecks, Molecular Ecology 11: 2445—2449 Leis MJ. 2002. Environmental Biology of Fishes 65 (2): 199—208. Lester SE, Ruttenberg BI (2005) The relationship between pelagic larval duration and range size in tropical reef fishes: a synthetic analysis. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences 272: 585—591 Lipcius RN, Eggleston DB, Schreiber SJ, Seitz RD, Shen J, Sisson M, Stockhausen WT, Wang HV (2008) Importance of Metapopulation Connectivity to Restocking and Restoration of Marine Species. Reviews in Fisheries Science, 16:101−110. Lowe-McConnel RH. 1987. Ecological Studies in Tropical Fish Communities. New York: Cambridge University Press. xii+382pp. Luckhurst BE. 1978. Analysis of The Influence of Substrate Variables on Coral Reef Communities. Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. New York: John Wiley and Sons, Inc. 337+xviii pp. Madduppa HH, Subhan B, Suparyani E, Siregar AM, Arafat D, Tarigan SA, Alimuddin, Khairudi D, Rahmawati F, Bramandito A (2013) Dynamics of fish diversity across an environmental gradient in the Seribu Islands reefs off Jakarta. Biodiversitas 14: 17—24. Subhan S, Soedharma D, Arafat D, Madduppa HH, Rahmawati F, Ervinia A, Bramandito A, Khaerudi D, Ghozali AT (2012) The Effect Of Light On Survival And Growth Rate Of Transplanted Soft Coral Lobophytum Strictum (Octocoralia: Alcyonacea) In Recirculation System. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan 3(1): 37—44

360

Daftar Pustaka

Madduppa HH, Ferse SCA, Aktani U, Palm HW (2012a) Seasonal trends and fish-habitat associations around Pari Island, Indonesia: setting a baseline for environmental monitoring. Environmental Biology of Fishes 95: 383—398 Madduppa HH, Agus SB, Farhan AR, Suhendra D, Subhan B (2012b) Fish biodiversity in coral reefs and lagoon at the Maratua Island, East Kalimantan. Biodiversitas 13: 145—150 Madduppa HH. 2006. Kajian Ekobiologi Ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam mendeteksi kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta (Tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Manthacitra VS, Sudara S, Satumanatpan S. 1991. Chaetodon octofasciatus as indicator species for reef condition. Proceedings of the 5th regional Symposium in Coastal Areas, Manila. Pp:135—138 Mariscal RN and Bigger CH. 1977. Possible ecological significance of octocoral epithelial ultrastructure. In: D.L. Taylor (ed.) Proceedings of Third International Coral Reef Symposium Biology. Rosenstiel School of Marine and Atmospheric Science, Miami, Florida. (1): 127—134. Mariscal RN. 1974. Scanning electron microscopy on the sensory ephitelia and nematocysts of coral and a corallimorpharian sea anemone. Cameron, A.M., B.M. Cambell, A.B. Cribb, R.Endean, J.S. Jell, O.A. Jones, P. Mather and F.H. Talbot (eds.). Proceedings of the Second International Coral Reef Symposium. The Great Barrier Reef Committee, Brisbane, Australia. (1): 519—532 Markert BA, Breure AM, Zechmeister HG, editor. 2003. Bioindicators & Biomonitors: Principles, Concepts, and Applications. Amsterdam: Elsevier. xviii+997pp

Daftar Pustaka

361

Merlijn AG (1989) The role of middlemen in small-scale fisheries: A case study of Sarawak, Malaysia. Development and Change 20: 683−700. Miller JA, Shanks AL (2004) Evidence for limited larval dispersal in black rockfish (Sebastes melanops): implications for population structure and marine-reserve design. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 61: 1723—1735 Mitchell J (2005) Queue selection and switching by false clown anemonefish, Amphiprion ocellaris. Animal Behaviour 69: 643−652. Montgomery WLT. Gerrodette dan L. D. Marshall. 1980. Coral and Community Structure of Sommero Island, Batangas, Phillippines. Proc. Fourth Int. Coral Reef Symp. Vol 2. Moosa MK. 2001. Terumbu Karang Indonesia dan permasalahan yang dihadapi. Makalah Seminar Nasional Terumbu Karang Indonesia. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta Mous PJ, Pet JS, Arifin Z, Djohani R, Erdmann MV, Halim A, Knight M, Pet-Soede L, Wiadnya G (2005). Policy needs to improve marine capture fisheries management and to define a role for marine protected areas in Indonesia, Fisheries Management and 12: 259—268 Moyer JT, Nakazono A (1978) Protandrous hermaphroditism in Six Species of the anemonefish genus Amphiprion in Japan. Japanese Journal of Ichthyology 25: 101−106. Munday PL, Dixson DL, Donelson JM, Jones GP, Pratchett MS, Devitsina GV, Døving KB (2009) Ocean acidification impairs olfactory discrimination and homing ability of a marine fish. Proceeding of the National Academy of Science (PNAS) 106:1848—1852

362

Daftar Pustaka

Musick JA, Harbin MM, Berkeley SA, Burgess GH, Eklund AM, Findley L, Gilmore RG, Golden JT, Ha DS, Huntsman GR, McGovern JC, Parker SJ, Poss SG, Sala E, Schmidt TW, Sedberry GR, Weeks H, Wright SG (2000) Marine, estuarine, and diadromous fish stocks at risk of extinction in North America (Exclusive of Pacific Salmonids). Fisheries 25: 6—29 Myers N, Mittermeier RA, Mittermeier CG, da Fonseca GAB, Kent J (2000) Biodiversity hotspots for conservation priorities. Nature 403:853—858 Neudecker S. 1985. Foraging patterns of Chaetodontid and Pomacanthid fishes at St. Croix (US Virgin Islands). Proceedings of the 5th International Coral Reef Congress, Tahiti (5): 415— 420. Nontji A. 1984. Peranan zooxanthellae dalam ekosistem terumbu karang. Oceana IX (3): 74—87. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Djambatan. vii+367pp Nybakken JW. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach. Third Edition. USA: HarperCollinsCollegePublishers. x+462pp O’Brien SJ (1994) A role for molecular genetics in biological conservation. Proceedings of the National Academy of Sciences 91: 5748—5755 Ohman MC, Rajasuriya A, Svensson S. 1998. The use of butterflyfishes (Chaetodontidae) as bio-indicator of habitat structure and human disturbance. Ambio (27): 708—716 Ohman MC. 1998. Aspects of Habitat and Disturbance Effects on Tropical Reef Fish Communities. Doctoral Dissertation. Department of Zoology. Stockholm University.

Daftar Pustaka

363

Öhman, M. C., & Rajasuriya, A., 1998. Relationships between habitat structure and fish communities on coral. Environ Biol Fish 53:19—31 Ongkosongo OSR, Natsir SM. 1994. Stresses to the Seribu coral reefs, Indonesia. Proceeding, Third ASEAN-Australia symposium on living coastal resources. (2): 93—101 Ottersen G, Hjermann DØ, Stenseth NC (2006) Changes in spawning stock structure strengthens the link between climate and recruitment in a heavily fished cod stock. Fisheries Oceanography 15: 30—243 Padian K. 1999. Charles Darwin’s Views of Classification in Theory and Practice. Systematic Biology, 48: 352—364. Paris CB, Cowen RK (2004) Direct Evidence of a Biophysical Retention Mechanism for Coral Reef Fish Larvae. Limnology and Oceanography 49: 1964—1979 Pérez-Ruzafa Á, González-Wangüemert M, Lenfant P, Marcos C, García-Charton JA (2006) Effects of fishing protection on the genetic structure of fish populations. Biological Conservation 129: 244—255 Petit RJ, El Mousadik A, Pons O (1998) Identifying Populations for Conservation on the Basis of Genetic Markers. Conservation Biology 12: 844—855 Pet-Soede C, van Densen WLT, Pet JS, Machiels MAM (2001) Impact of Indonesian coral reef fisheries on fish community structure and the resultant catch composition. Fisheries Research 51:35—51 Pini J, Planes S, Rochel E, Lecchini D, Fauvelot C (2011) Genetic diversity loss associated to high mortality and environmental stress during the recruitment stage of a coral reef fish. Coral Reefs 30: 399—404

364

Daftar Pustaka

Pitkin, L, 2001. Coral Fish. Paperback. Planes S, Jones GP, Thorrold SR (2009) Larval dispersal connects fish populations in a network of marine protected areas. Proceeding of the National Academy of Sciences of the USA, 106:5693−5697. Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia – diolah kembali oleh - Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Balai Pustaka Pomeroy R, Parks J, Pollnac R, Campson T, Genio E, Marlessy C, Holle E, Pido M, Nissapa A, Boromthanarat S, Thu Hue N (2007) Fish wars: Conflict and collaboration in fisheries management in Southeast Asia. Marine Policy. 31: 645−656. Prayudha B, Petrus M (2008) Pangkadjene Kepulauan: Baseline terumbu karang daerah perlindungan laut. Coral Reef Rehabilitation and Management Program. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. COREMAP II – LIPI Jakarta. Purcell JFH, Cowen RK, Hughes CR, Williams DA (2006) Weak genetic structure indicates strong dispersal limits: a tale of two coral reef fish. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences 273: 1483—1490 Rachello-Dolmen, P. G., & Cleary, D. F. R., 2007. Relating coral traits to environmental conditions in the Jakarta Bay ⁄ Pulau Seribu reef complex, Indonesia. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 73, 816—826. Randall JE (1998) Zoogeography of shore fishes of the Indo Pacific region. Zoological studies 37:227—268 Rees, J. G., Setiapermana, D., Sharp, V. A., Weeks, J. M., & Williams, T. M., 1999. Evaluation of the impacts of land-based contaminants on the benthic faunas of Jakarta Bay, Indonesia. Oceanologica Acta, 22, 627—640.

Daftar Pustaka

365

Reese ES. 1977. Coevolution of corals and coral feeding fishes of the family Chaetodontidae. Proceedings, Third International Coral Reef Symposium, Univ. Miami, 1:267—274. Reese ES. 1981. Predation on corals by fishes of the family Chaetodontidae: Implication for conservation and management of coral reef ecosystems. Bull Mar Sci 31: 594— 604. Reese ES. 1995. The use of indicator species to detect change on coral reefs: butterflyfishes of the Family Chaetodontidae as indicators for Indo-Pacific coral reefs. Coral Reef Symposium on Monitoring methods, Annapolis, Maryland, pp. 19—23. Reksodihardjo-Lilley G, Lilley R (2007) Towards a sustainable marine aquarium trade: An Indonesian perspective. SPC Live Reef Fish Information Bulletin 17:11−19. Reusch TBH, Ehlers A, Hämmerli A, Worm B (2005) Ecosystem recovery after climatic extremes enhanced by genotypic diversity. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 102: 2826—2831 Rifai, M.A. 2004. Kamus Biologi/ Penyusun akhir Mien A. Rifai – eet.4. Jakarta. Balai Pustaka Righton D, Miller M, Ormond R. 1998. Correlates of territory size in the butterflyfish Chaetodon austriacus (Ruppell). Journal of Experimental Marine Biology and Ecology (226): 183—193 Roberts CM (1997) Connectivity and management of Caribbean coral reefs. Science 278: 1454—1457 Roberts CM, McClean CJ, Veron JEN, Hawkins JP, Allen GR, McAllister DE, Mittermeier CG, Schueler FW, Spalding M, Wells F, Vynne C, Werner TB (2002) Marine biodiversity hotspots and conservation priorities for tropical reefs. Science 295:1280— 1284

366

Daftar Pustaka

Robertson DR, Sweatman HPA, Fletcher EA, Cleland MG. 1976. Schooling as a mechanism for circumventing the territoriality of competitors. Ecology 57: 1208—1220. Robertson, D.R. – 1973. Sex change under the waves. New Scient.,58: 538—540. Robertson, D.R. and R.R. Warner. – 1978. Sexual patterns in the Labroid fishes of the Western Caribbean, II: The parrotfishes (Scaridae). Smithsonian Contr. Zool., 255: 1—26. Roe AD, Sperling AF. 2007. Patterns of evolution of mitochondrial cytochrome c oxidase I and II DNA and implications for DNA barcoding. Molecular Phylogenetic Evolution. 44(1): 325—345. Rogers CS, Garrison G, Grober R, Hillis ZM, Franke MA. 1994. Coral Reef Monitoring Manual for the Carribean and Western Atlantic. St.John: National Park Service, Virgin Islands National Park. 106 pp. Saenz-Agudelo P, Jones GP, Thorrold SR, Planes S (2009) Estimating connectivity in marine populations: an empirical evaluation of assignment tests and parentage analysis under different gene flow scenarios. Molecular Ecology, 18: 1765−1776. Saenz-Agudelo P, Jones GP, Thorrold SR, Planes S (2011) Connectivity dominates larval replenishment in a coastal reef fish metapopulation. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. Doi:10.1098/rspb.2010.2780. Sala E, Aburto-Oropeza O, Paredes G, Parra I, Barrera JC, Dayton PK (2002) A general model for designing networks of marine reserves. Science 298: 1991—1993 Salas E, Molina-Ureña H, Walter R, Heath D (2010) Local and regional genetic connectivity in a Caribbean coral reef fish. Marine Biology, 157: 437−445.

Daftar Pustaka

367

Sale PF. 1980. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Oceanography Marine Biology Annual Review. Sale PF. 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. New York: Academic Press, Inc. xviii+754 pp Sathiadhas R, Panikkar KKP (1992) Share of fishermen and middlemen in consumer price: A study at Madras region. Journal of the Marine Biological Association of India. 34: 18−25 Schwagele F. 2005. Traceability from a European perpective. Meat Science 71 (1): 164—173. Schwerdtner Máñez K, Ferse SCA (2010) The history of Makassan trepang fishing and trade. PloS ONE. 5, e11346. Selkoe KA, Toonen RJ (2006) Microsatellites for ecologists: a practical guide to using and evaluating microsatellite markers. Ecology Letters, 9: 615−629. Settles GS (2005) Sniffers: Fluid-Dynamic sampling for olfactory trace detection in nature and homeland security. Journal of Fluids Engineering 127:189 – 218 Shaffer ML (1981) Minimum Population Sizes for Species Conservation. BioScience 31: 131—134 Shuman C, Hodgson G, Ambrose R (2005) Population impacts of collecting sea anemones and anemonefish for the marine aquarium trade in the Philippines. Coral Reefs 24: 564—573 Smith DJ. 2004. Interim Marine Field Report. Operation Wallacea. UK: Coral Reef Research Unit University of Essex. Smith PJ, Francis RICC, McVeagh M (1991) Loss of genetic diversity due to fishing pressure. Fisheries Research 10: 309—316 Soekarno R. 1989. Comparative studies on the status of Indonesian coral reefs. Netherlands Journal of Sea Research 23(2): 215— 222

368

Daftar Pustaka

Soule DF, Kleppel GS, editor. 1988. Marine Organisms as Indicators. New York: Springer Verlag. 342pp. Spalding MD, Jarvis GE (2002) The impact of the 1998 coral mortality on reef fish communities in the Seychelles. Marine Pollution Bulletin 44:309—321 Spalding MD, Ravilious C, Green EP (2001) World Atlas of Coral Reefs. University of California Press, Berkeley, USA. Spielman D, Brook BW, Frankham R (2004) Most species are not driven to extinction before genetic factors impact them. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 101: 15261—15264 Sponaugle S, Cowen RK, Shanks A, Morgan SG, Leis JM, Pineda J, Boehlert GW, Kingsford MJ, Lindeman KC, Grimes C, Munro JL (2002) Predicting self-recruitment in marine populations: Biophysical correlates and mechanisms. Bulletin of Marine Science 70: 341—375 Stoddart DR, Johannes RE. 1978. Coral Reefs: Research Methods. United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). United Kingdom: Page Brothers (Norwich) Ltd. xv+581pp. Suharsono. 2004. Jenis-jenis karang di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta: LIPI. Sukarno M, Hutomo M, Moosa MK, Darsono P. 1983. Terumbu Karang di Indonesia : Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan. Jakarta: LON-LIPI. Sukarno. 1996. The problem of coral reef damage in Pulau Seribu. Report on the coral reef management workshop for Pulau Seribu. (12):33—40

Daftar Pustaka

369

Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta: Penerbit Djambatan. Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Swearer SE, Caselle JE, Lea DW, Warner RR (1999) Larval retention and recruitment in an island population of a coral-reef fish. Nature 402: 799—802 Swearer SE, Shima JS, Hellberg ME, Thorrold SR, Jones GP, Robertson DR, Morgan SG, Selkoe KA, Ruiz GM, Warner RR (2002) Evidence of self-recruitment in demersal marine populations. Bulletin of Marine Science, 70: 251−271. Tamimi, M. F. 1993. Struktur Komunitas dan Distribusi Ikan Karang Hubungannya dengan Karakteristik Habitat. IPB Bogor. Tanner JE, Hughes TP, Connell JH. 1994. Species coexistence, keystone species, and succession - A sensitivity analysis. Ecology (75):2204—2219. Teletchea, F., Celia Maudet, Catherine Hanni. 2005. Food and forensic molecular identification : update and challenges. Trends in Biotecnology 23 (7): 359—366. Thorrold SR, Latkoczy C, Swart PK, Jones CM (2001) Natal homing in a marine fish metapopulation. Science, 291: 297−299. Timm J (2008) Molecular ecology and evolution in anemonefishes (Amphiprion spp.) in the Indo Malay Archipelago. PhD Dissertation. University of Bremen, Germany. Timm J, Kochzius M (2008) Geological history and oceanography of the Indo-Malay Archipelago shape the genetic population structure in the false clown anemonefish (Amphiprion ocellaris). Molecular Ecology 17: 3999—4014

370

Daftar Pustaka

Tissot BN, Hallacher LE (2003) Effects of aquarium collectors on coral reef fishes in Kona, Hawaii. Conservation Biology 17: 1759—1768 Tomascik, T., Mah, A. J., Nontji, A., & Moosa, M. K., 1997. The Ecology of the Indonesian Seas, Part One and Two. Periplus Tricas TC. 1985. The ecomics of foraging in coral feeding butterflyfishes of Hawaii. Dalam: Delesalle B, R Galzin, Salvat B (editor). Proceeding 5th International Coral Reef Congress, Tahiti, 5:409—414. Underwood AJ, Fairweather PG (1989) Supply-side ecology and benthic marine assemblages. Trends in Ecology & Evolution 4: 16—20 Uneputty, P. A., & Evans, S. M., 1997. Accumulation of beach litter on Islands of the Kepulauan Seribu Archipelago, Indonesia. Marine Pollution Bulletin 34 (8), 652—655. van der Meij, S. E. T., Moolenbeek, R. G., & Hoeksema, B. W., 2009. Decline of the Jakarta Bay molluscan fauna linked to human impact. Marine Pollution Bulletin 59 :101—107 Van Hoeve, W. 1996. Ensiklopedi Indonesia seri Fauna: Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve Van-Oosterhout C, Hutchinson WF, Wills DPM, Shipley P (2004) micro-checker: software for identifying and correcting genotyping errors in microsatellite data. Molecular Ecology Notes, 4: 535−538 Veron JEN. 1993. Corals of Australia and the Indo-Pacific. Honolulu: University of Hawaii Press, Pp 644. Wabnitz C, Taylor M, Green E, Razak T (2003) From Ocean to Aquarium: The global trade in marine ornamental species. UNEP-WCMC. Cambridge, UK.

Daftar Pustaka

371

Walker, B. K., Jordan, L. K. B., & Spieler, R. E., 2009. Relationship of Reef Fish Assemblages and Topographic Complexity on Southeastern Florida Coral Reef Habitats. J Coast Res 39—48 Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika (3rd ed). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. xv+510 pp. Ward AJW, Hart PJB (2003). The effects of kin and familiarity on interactions between fish. Fish and Fisheries, 4: 348−358. Ward AJW, Webster MM, Hart PJB (2007) Social recognition in wild fish populations. Proceedings of Royal Society B: Biological Sciences 274: 1071—1077 WDPA (2011) World Data Base on Protected Areas. http://www. wdpa.org/ Webb PW (1993) Swimming. In: Evans DH (ed) the physiology of fishes. CSC Marine Science Series. USA CSC Press. p 47—73 Webster’s New World dictionary of American English/ Victoria E. Neufeldt, editor-in-chief. 3rd college ed. 1988. Ohio. Simon & Schuster, Inc. Wellington GM, Victor BC (1989) Planktonic larval duration of one hundred species of Pacific and Atlantic damselfishes (Pomacentridae). Marine Biology 101: 557—567 White AT (1986) Marine reserves: How effective as management strategies for Philippine, Indonesian and Malaysian coral reef environments? Ocean Management 10: 137−159. White AT. 1988. Chaeotodon occurence relative to coral reef habitats in the Phipippines with implications for reef assessment. Proceedings of the 6th International Coral Reef Symposium, Australia, Vol.2.

372

Daftar Pustaka

Whitehead M, Gilmore E, Eager P, McMinnity P, Wendy C, Macleod P (1986) Aquarium fishes and their collection in the Great Barrier Reef region. Great Barrier Reef Marine Park Authority Technical Memorandum. Whitten T, Henderson G, Mustafa M (2002) The ecology of Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. Wilkinson CR, Chou LM, Gomez E, Ridzwan AR, Soekarno S, Sudara S. 1993. Status of Coral Reefs in Southeast Asia: Threats and Responses. In: Ginsburg, Robert N, editor. 1993. Proceeding of the Colloquium on Global Aspects of the Coral Reefs: Health, Hazards and History. Rosenstiel School of Marine and Atmospheric Science, University of Miami, pp.304-310. Willoughby, N.G., 1986. Man-made litter on the shores of the Thousand Island Archipelago, Java. Marine Pollution Bulletin 17, 224—228. Wilson DT, Meekan MG (2001) Environmental influences on patterns of larval replenishment in coral reef fishes. Marine Ecology Progress Series 222: 197—207 Wilson, S., Graham, N., & Polunin, N., 2007. Appraisal of visual assessments of habitat complexity and benthic composition on coral reefs. Mar Biol 151:1069—1076 Wood E (2001a) Collection of coral reef fish for aquaria: Global trade, conservation issues and picentre strategies. Marine Conservation Society. United Kingdom. 80pp Wood E (2001b) Global advances in conservation and management of marine ornamental resources. Aquarium Sciences and Conservation 3: 65−77. Wootton RJ. 1992. Fish ecology (Tertiary Level Biology). Blackie and Son, New York.

Daftar Pustaka

373

Worm B, Barbier EB, Beaumont N, Duffy JE, Folke C, Halpern BS, Jackson JBC, Lotze HK, Micheli F, Palumbi SR, Sala E, Selkoe KA, Stachowicz JJ, Watson R (2006). Impacts of biodiversity loss on Oocean ecosystem services. Science 314: 787—790 Wright S (1932) The roles of mutation, inbreeding, crossbreeding and selection in evolution. Proceedings of the 6th international congress of genetics, 356−366. Wyrtki K (1961) Physical oceanography of Southeast Asian waters.In:NAGA report. The University of California, Scripps Institution of Oceanography. LaJolla, California Yasir I, Qin JG (2007) Embryology and early ontogeny of an anemonefish Amphiprion ocellaris. Journal of the Marine Biological Association of the UK 87, 1025—1033. Yoshikawa T, Asoh K (2004) Entanglement of monofilament fishing lines and coral death. Biological Conservation 117:557—560 Yu H-T, Lee Y-J, Huang S-W, Chiu T-S (2002) Genetic Analysis of the Populations of Japanese Anchovy (Engraulidae: Engraulis japonicus) Using Microsatellite DNA. Marine Biotechnology 4: 471—479 Yusuf Y, Ali AB. 2004. The use of butterflyfishes (Chaetodontidae) as bioindicator in coral reef ecosystems. P 175-183 in Phang SM and Brown MT (eds). Biomonitoring of tropical coastal ecosystems. Kuala Lumpur: University of Malaya Maritime Research Center (UMMReC). Zamani NP, Madduppa HH (2011) A Standard Criteria for Assesing the Health of Coral Reefs: Implication for Management and Conservation. Journal of Indonesia Coral Reefs 1(2): 137— 146

Biodata Penulis Penulis dilahirkan di Watampone (Sulawesi Selatan), pada tanggal 26 Maret 1979 sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara, dari pasangan Almarhum H. Madduppa dan Almarhumah Hj. Mennung. Pendidikan dasar dan menengah penulis ditempuh di Watampone pada tahun 1984-1998. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 1998 dan memilih Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan tamat tahun 2003.Selamamenjadi mahasiswa di IPB (1998—2003), di bidang organisasi penulis aktif di himpunan profesi HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan), BEM-C (Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK), MBC (Marine Biology Club), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), pendidikan penyelaman ditempuh di klub selam ilmiah Mahasiswa Perikanan dan Kelautan FDC (Fisheries Diving Club), dan tingkat nasional di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO). Di bidang akademis penulis menjadi Asisten dan tenaga pengajar Luar Biasa pada beberapa mata kuliah seperti Biologi Laut, Avertebrata Air, Ekologi Perairan, Ekologi Laut Tropis, Dasar-Dasar Akustik, Akustik Perikanan dan Dasar-Dasar Akustik Kelautan. Setelah lulus S1 ITK, penulis mengikuti pelatihan Marine Science Special Training Course (MST-2003) dan mendapatkan dana penelitian setahun (fellowship) dari DAAD Jerman dan FPIK-IPB. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan di tingkat nasional

376

Biodata Penulis

maupun internasional. Untuk meneruskan jenjang pendidikan, penulis mengambil S2 di IPB pada program studi Ilmu Kelautan bidang minat Biologi Laut (2004—2006). Untuk jenjang pendidikan doktor, penulis menempuhnya di Universitas Bremen, Jerman (2008—2012). Penulis memperdalam ilmu genetika populasi ikan. Beberapa karyanya sudah dipublikasikan di jurnal ilmiah nasional dan internasional.

View more...

Comments

Copyright © 2017 DATENPDF Inc.